Ketika saya hendak masuk pintu kantor yang kusewa disebuah gedung perkantoran, kulihat seorang wanita memasuki kantor yang bersebelahan dengan yang kusewa. Wanita itu mirip sekali dengan pacar cinta monyetku semasa remaja. Aku kebetulan mengenal penyewa kantor sebelahku, kuhubungi temanku itu, untuk menanyakan apakah ibunya bernama Rina. Ternyata dugaanku tidak meleset, wanita itu anaknya Rina segera aku minta izin kawanku itu agar wanita pegawainya itu untuk datang kekantorku. Wanita itu bernama Sherly, sangat mirip dengan ibunya yang tidak pernah ada kontak lagi hampir 30 tahun lamanya.
Rina adalah teman sekolah dasarku, aku masih ingat hampir setiap hari kami selalu bersama, bermain bersama dan mandi disungai bersama. Itulah pertama kali aku merasa rindu, merasa sayang dan merasa kehilangan ketika dia pindah bersama orang tuanya ke lain daerah. Kini di depanku duduk anak perempuannya yang sudah dewasa, kutanya2 tentang ayahnya, ternyata ayahnya sudah meninggal akibat kecelakaan. Berceritalah Sherly tentang nasib keluarganya dan dirinya sendiri yang juga sudah menjanda seperti ibunya. Tanpa ada perasaan apapun, kusodorkan sejumlah uang untuk ibunya yang katanya sedang sakit sambil menitip salam kepada ibunya.
Keesokan harinya sherly menyampaikan terima kasih ibunya yang kubalas kapan waktu aku akan mampir ke rumahnya. Sorenya, ketika aku menunggu sopir di Lobby, Sherly berdiri di depan pintu lobby menunggu hujan reda. Kutawari tumpangan yang kebetulan rumahnya searah dengan tujuanku untuk sebuah keperluan. Kuminta Sherly duduk dimuka sementara aku duduk dijok belakang, ditengah hujan deras dan kemcetan jakarta aku tertidur pulas hingga terbangun ketika mobil berhenti di depan rumah Sherly. Kupikir mampir sebentar bertemu wanita yang kurindukan, tetapi alangkah terkejutnya ketika kudapati Rina duduk dikorsi roda. Wajahnya masih menyisakan kecantikan, tetapi wajah itu tampak jauh lebih tua dari umurnya. Berbincang sebentar, adik lelaki Sherly yang masih berseragam SMU itu pulang basah kuyup, dia beri salam dan cium tanganku, anak itu sangat sopan.
Prihatin, begitulah yang kurasakan melihat kondisi wanita yang dulu aku rindukan, Sherly rupanya menjadi tulang punggung keluarga itu. Dia bercerai dengan suaminya tiga tahun lalu, anak perempuan semata wayangnya tak jauh beda dengan ibunya, cantik, mungil dan lincah. Sayangnya, anak ini tak pernah mengenal ayahnya yang entah pergi kemana. Dia tak segan bergelendotan denganku walaupun baru mengenalku. Dia memanggilku opa, setua itukah aku ?. Sambil bercanda kuminta dia memanggilku papi, anak ini makin lengket yang membuatku agak tertahan berada dirumah itu. Kulirik Jam didinding menjelang jam tujuh malam, aku harus segera meninggalkan mereka untuk sebuah pertemuan bisnis. Uang kukeluarkan dari dompetku untuk anak itu, pesanku untuk membeli tas sekolah, Sisi nama anak itu melonjak kegirangan, anak ini begitu cepat akrab.
Itulah awal dari sebuah pertemuan kembali dengan Rani setelah terpisah lebih dari 30 tahun. Sisi gadis mungil cucunya begitu menarik perhatianku, aku membayangkan alangkah tragis nasib gadis kecil ini mempunyai ayah yang pemabuk dan penjudi. Naluriku mendorongku untuk menjadikan anaknya sherly menjadi anak asuhku, kian hari anak itu makin akrab denganku. Waktu senggang kuajak anak ini membeli sesuatu, lucu sekali ketika apa yang diinginkan diperolehnya, meloncat2 menunggu selesai pembayaran di kashier. Sembunyi2 dan bersekongkol dengan sopirku aku makin sering menengok Sisi, seminggu aku tidak menengok membuatnya demam. Kedekatanku dengan Sisi akhirnya mendekatkan aku dengan Sherly. Dan terjadilah apa yang selama ini aku tidak duga, aku meniduri sherly, anak mantan kekasihku dan Sisi makin manja denganku. Aku terjebak dalam hubungan gila, Rani mantan kekasihku berangsur sehat setelah kuberi bantuan pengobatan, kecantikanya mulai terlihat lagi, Sherly anaknya kini menjadi kekasih gelapku dan Sisi semakin dekat, mungkin aku dikira ayahnya yang selama ini dirindukan.