Senin, 26 Desember 2011

Demi sebuah Nilai


Tokoh Utama :

  1. Citra (17 tahun)
  2. Pak Gatot (40 tahun)

Tokoh Figuran :

  • Bu Hany

 

Kisahku yang satu ini terjadi sudah agak lama, tepatnya pada akhir semester ke-empat, 2 tahun yang lalu. Waktu itu adalah saat-saat menjelang penerimaan raport  setelah UAS dilaksanakan. Seperti biasa, seminggu sebelum penerimaan raport, nama-nama siswa yang tidak bisa menerima raport  karena berbagai sebab seperti over absen, nilai yang Remidi, telat pembayaran, dsb tertera di papan pengumuman di depan TU sekolahku di SMA swasta yang terfavorit di kotaku. Hari itu aku dibuat shock dengan tercantumnya namaku di daftar cekal yaitu dikarenakan 3 pelajaran penting. Aku sangat bingung disana tertulis 3 mata pelajaran nilainya harus remidi, kurang dari batas minimum KKM, apakah aku bisa naik kelas ? padahal apabila 3 mata pelajaran nilainya kurang dari batas minimum KKM maka tidak naik kelas.

Dan kebetulan 2 guru, yang mata pelajaranku yang masih harus remidi, pergi ke luar kota sedang mengikuti pelatihan guru, satu-satunya harapan yaitu memperbaiki satu mata pelajaran yang ada gurunya. Akupun menghadap guru yang bersangkutan yaitu Pak Gatot, seorang guru yang cukup senior di sekolahku, beliau berumur pertengahan 40-an, berkacamata dan sedikit beruban, tubuhnya pendek kalau dibanding denganku hanya sampai sedagu. Diajar olehnya memang enak dan mengerti namun beliau agak jail, karena suka cari-cari kesempatan untuk mencolek atau bercanda dengan siswi yang cantik pada jam pelajarannya termasuk juga aku pernah menjadi korban kejailannya. Karena sudah senior dan menjabat kepala jurusan, beliau diberi ruangan seluas 5x5 meter bersama dengan Bu Hany yang juga guru senior merangkap sekretaris jurusan. Kuketuk pintunya yang terbuka setelah seorang siswa yang sedang bicara padanya pamitan.

“Siang Pak !” sapaku dengan senyum dipaksa

“Siang, ada perlu apa ?”

“Ini Pak, saya mau tanya tentang nilai saya, kok bisa remidi padahal nilai UAS saya bagus...” demikian kujelaskan panjang lebar dan beliau mengangguk-anggukkan kepala mendengarnya. Beberapa menit beliau meninggalkanku untuk ke TU melihat daftar nilai lalu kembali lagi dengan map daftar nilai di tangannya. Ternyata setelah usut punya usut, aku tertinggal satu nilai tugas dan cerobohnya aku juga lupa mengumpulkan tugas itu. Dengan memohon belas kasih aku memelas padanya supaya ada keringanan atau diberi tugas tambahan yang lain.

“Aduhh...tolong dong pak, soalnya gak ada yang memberitahu saya tentang tugas itu, jadi saya juga gak tau pak, bukan salah saya semua dong pak”

“Tapi kan, kamu sendiri harusnya tahu kalau ada tugas cari tahu walaupun hari itu kamu tidak masuk karena sakit atau apa kan, seharusnya kamu memperhatikan tugas, karena nilai tugas juga berpengaruh

Beberapa saat aku tawar menawar dengannya namun ujung-ujungnya tetap harga mati, yaitu aku tetap Remidi dengan kata lain aku tidak lulus di mata pelajaran tersebut, alasan yang mendasar adalah sudah diberikan kesempatan untuk memperbaiki nilai tapi karena aku tak tahu maka waktu tersebut aku lewatkan dengan sia-sia belaka. Kata-kata terakhirnya sebelum aku pamit hanyalah

“Ya sudah lah, sebaiknya kamu ambil hikmahnya kejadian ini supaya memacu kamu lebih rajin di kemudian hari” dengan meletakkan tangannya di bahuku. Dengan lemas dan pucat aku melangkah keluar dari situ dan hampir bertabrakan dengan Bu Hany yang menuju ke ruangan itu.

Dalam perjalanan pulang di mobil pun (aku pulang pergi ke SMA membawa mobil sendiri) pikiranku masih kalut sampai mobil di belakangku mengklaksonku karena tidak memperhatikan lampu sudah hijau. Hari itu aku stres, bingung, pingin nangis dan sebagainya. Aku sudah susah-susah belajar dan mengerjakan tugas untuk mata pelajaran ini, juga nilai UTS ku 8,8, tapi semuanya sia-sia hanya karena ceroboh sedikit, yang ada sekarang hanyalah jengkel dan sesal. Sambil tiduran aku memindah-mindahkan chanel parabola dengan remote, hingga sampailah aku pada chanel TV dari Taiwan yang kebetulan sedang menayangkan film semi. Terlintas di pikiranku sebuah cara gila, mengapa aku tidak memanfaatkan sifat jailnya itu untuk menggodanya, aku sendiri kan sudah ngga perawan lagi. Cuma cara ini cukup besar taruhannya kalau tidak kena malah aku yang malu, tapi biarlah tidak ada salahnya mencoba, gagal ya gagal, begitu pikirku. Aku memikirkan rencana untuk menggodanya dan menetapkan waktunya, yaitu sore jam 3 lebih, biasanya jam itu sekolah mulai sepi dan guru-guru lain sudah pulang. Aku cuma berharap saat itu Bu Hany sudah pulang, kalau tidak rencana ini bisa tertunda atau mungkin gagal.

Keesokan harinya aku mulai menjalankan rencanaku dengan berdebar-debar. Kupakai pakaianku yang seksi berupa sebuah baju tanpa lengan berwarna biru dipadu dengan rok putih menggantung beberapa senti diatas lutut, gilanya adalah dibalik semua itu aku tidak memakai bra maupun celana dalam. Tegang juga rasanya baru pertama kalinya aku keluar rumah tanpa pakaian dalam sama sekali, seperti ada perasaan aneh mengalir dalam diriku. Birahiku naik membayangkan yang tidak-tidak, terlebih hembusan AC di mobil semakin membuatku bergairah, udara dingin berhembus menggelikitik kemaluanku yang tidak tertutup apa-apa.

Kuharap Pak Gatot masih di kantornya. Sekolahan sudah sepi karena saat itu kelas sudah libur, cuma guru-guru yang sedang sibuk ngoreksi dan mempersiapkan rapot, kalaupun masuk paling cuma untuk remidi atau anak-anak OSIS saja. Aku naik lift ke tingkat tiga. Seorang karyawan dan dua siswa yang berpapasan denganku mencuri-curi pandang ke arahku, suatu hal yang tidak biasa karena aku berpakaian seksi, aku tidak tahu apakah mereka tahu bahwa aku tidak pakai apa-apa di baliknya. Entah bagaimana reaksi mereka kalau tahu ada seorang gadis di tengah mereka tidak berpakaian dalam, untungnya pakaianku tidak terlalu ketat sehingga lekukan tubuhku tidak terjiplak.

Akupun sampai ke ruang beliau di sebelah lab. bahasa dan kulihat lampunya masih nyala. Kuharap Bu Hany sudah pulang kalau tidak sia-sialah semuanya. Jantungku berdetak lebih kencang saat kuketuk pintunya.

“Masuk !” sahut suara dari dalam

“Selamat sore Pak !”

“Oh, kamu Citra yang kemarin, ada apa lagi nih ?” katanya sambil memutar kursinya yang menghadap komputer ke arahku.

“Itu...Pak mau membicarakan masalah yang kemarin lagi, apa masih ada keringanan buat saya”

“Waduh...kan bapak udah bilang dari kemarin bahwa saya telah memberikan kesempatan Remidi sebanyak tiga kali, dan kamu tidak ikut ketiga-tiganya, disini aturannya memang begitu, harap anda maklum”

“Jadi sudah tidak ada tawar-menawar lagi Pak ?”

“Maaf ya, bapak tidak bisa membantumu dalam hal ini”

“Begini saja Pak, saya punya penawaran terakhir untuk bapak, saya harap bisa menebus Remidi saya yang satu itu, bagaimana Pak ?”

“Penawaran...penawaran, memangnya pasar pakai tawar-menawar segala” katanya dengan agak jengkel karena aku terus ngotot.

Tanpa pikir panjang lagi aku langsung menutup pintu dan menguncinya, lalu berjalan ke arahnya dan langsung duduk diatas meja tepat disampingnya dengan menyilangkan kaki. Tingkahku yang nekad ini membuatnya salah tingkah. Selagi dia masih terbengong-bengong kuraih tangannya dan kuletakkan di pahaku.

“Ayolah Pak, saya percaya bapak pasti bisa nolongin saya, ini penawaran terakhir saya, masa bapak gak tertarik dengan yang satu ini” godaku sambil merundukkan badan ke arahnya sehingga dia dapat melihat belahan payudaraku melalui leher bajuku yang agak rendah.

“Citra...kamu-kamu ini....edan juga...” katanya terpatah-patah karena gugup

Wajahku mendekati wajahnya dan berbisik pelan setengah mendesah :

“Sudahlah Pak, tidak usah pura-pura lagi, nikmati saja selagi bisa”

Beliau makin terperangah tanpa mengedipkan matanya ketika aku mulai melepaskan kancing bajuku satu-persatu sampai kedua payudaraku dengan puting pink-nya dan perutku yang rata terlihat olehnya. Tanpa melepas pandangannya padaku, tangannya yang tadinya cuma memegang pahaku mulai merambat naik ke paha mulusku yang masih tertutup rok mini, disertai sedikit remasan. Kuturunkan kakiku yang tersilang dan kurenggangkan pahaku agar beliau lebih leluasa mengelus paha dalamku. Dengan setengah berdiri beliau meraih payudaraku dengan tangan yang satunya, setelah tangannya memenuhi payudaraku dia meremasnya pelan diiringi desahan pendek dari mulutku.

“Dadamu bagus juga yah, kencang dan montok” pujinya

Beliau lalu mendekatkan mulutnya ke arah payudaraku, sebuah jilatan menyapu telak putingku disusul dengan gigitan ringan menyebabkan benda itu mengeras dan tubuhku bergetar. Sementara tangannya yang lain merambah lebih jauh ke dalam rokku hingga akhirnya menyentuh pangkal pahaku. Beliau berhenti sejenak ketika jari-jarinya menyentuh kemaluanku yang tidak tertutup apa-apa

“Ya ampun, kamu tidak pakai dalaman apa-apa ke sini !?” tanyanya terheran-heran dengan keberanianku

“Iyah pak, khusus untuk bapak...makanya bapak harus tolong saya juga” Tiba-tiba dengan bernafsu dia bentangkan lebar-lebar kedua pahaku dan menjatuhkan dirinya ke kursi kerjanya. Matanya seperti mau copot memandangi kemaluanku yang merah merekah diantara bulu-bulu yang masih jarang. Sungguh tak pernah terbayang olehku aku duduk diatas meja mekakangkan kaki di hadapan guru yang kuhormati. Sebentar kemudian lidah Pak Gatot mulai menjilati bibir kemaluanku dengan rakusnya. Lidahnya ditekan masuk ke dalam kemaluanku dengan satu jarinya mempermainkan klitorisku, tangannya yang lain dijulurkan ke atas meremasi payudaraku.

“Uhhh...!” aku benar-benar menikmatinya, mataku terpejam sambil menggigit bibir bawah, tubuhku juga menggelinjang oleh sensasi permainan lidah beliau. Aku mengerang pelan meremas rambutnya yang tipis, kedua paha mulusku mengapit erat kepalanya seolah tidak menginginkannya lepas. Lidah itu bergerak semakin liar menyapu dinding-dinding kemaluanku, yang paling enak adalah ketika ujung lidahnya beradu dengan klitorisku, duhh...rasanya geli seperti mau ngompol. Butir-butir keringat mulai keluar seperti tetes embun pada sekujur tubuhku. Setelah membuat vaginaku basah kuyup, beliau berdiri dan melepaskan diri. Dia membuka celana panjang beserta celana dalamnya sehingga ‘burung’ yang dari tadi sudah sesak dalam sangkarnya itu kini dapat berdiri dengan dengan tegak. Digenggamnya benda itu dan dibawa mendekati vaginaku

“Bapak masukin sekarang aja yah, udah ga tahan nih”

“Eiit...bentar Pak, bapak kan belum ngerasain mulut saya nih, dijamin ketagihan deh” kataku sambil meraih penisnya dan turun dari meja

Kuturunkan badanku perlahan-lahan dengan gerakan menggoda hingga berlutut di hadapannya. Penis dalam genggamanku itu kucium dan kujilat perlahan disertai sedikit kocokan. Benda itu bergetar hebat diiringi desahan pemiliknya setiap kali lidahku menyapunya. Sekarang kubuka mulutku untuk memasukkan penis itu. Hhmm....hampir sedikit lagi masuk seluruhnya tapi nampaknya sudah mentok di tenggorokanku. Boleh juga penisnya untuk seusia beliau, walaupun tidak seperkasa orang-orang yang pernah ML denganku, miliknya cukup kokoh dan dihiasi sedikit urat, bagian kepalanya nampak seperti cendawan berdenyut-denyut. Dalam mulutku penis itu kukulum dan kuhisap, kugerakkan lidahku memutar mengitari kepala penisnya. Sesekali aku melirik ke atas melihat ekspresi wajah beliau menikmati seponganku. Berdasarkan pengalaman, sudah banyak cowok kelabakan dengan oral sex-ku, mereka biasa mengerang-ngerang tak karuan bila lidahku sudah beraksi pada penis mereka, Pak Gatot pun termasuk diantaranya. Beliau mengelus-elus rambutku dan mengelap dahinya yang sudah bercucuran keringat dengan sapu tangan.

Namun ada sedikit gangguan di tengah kenikmatan. Terdengar suara pintu diketuk sehingga kami agak panik. Pak Gatot buru-buru menaikkan kembali celananya dan meneguk air dari gelasnya. Aku disuruhnya sembunyi di bawah meja kerjanya.

“Ya...ya...sebentar tanggung ini hampir selesai” sahutnya membalas suara ketukan Dari bawah meja aku mendengar beliau sudah membuka pintu dan berbicara dengan seseorang yang aku tidak tahu. Kira-kira tiga menitan mereka berbicara, Pak Gatot mengucapkan terima kasih pada orang itu dan berpesan agar jangan diganggu dengan alasan sedang lembur dan banyak pekerjaan, lalu pintu ditutup.

“Siapa tadi itu Pak, sudah aman belum ?” tanyaku setelah keluar dari kolong meja

“Tenang cuma karyawan mengantar surat ini kok, yuk terusin lagi”

Lalu dengan cueknya aku melepaskan baju dan rokku yang sudah terbuka hingga telanjang bulat di hadapannya. Aku berjalan ke arahnya yang sedang melongo menatapi ketelanjanganku, kulingkarkan lenganku di lehernya dan memeluknya. Dari tubuhnya tercium aroma khas parfum om-om. Beliau yang memangnya pendek terlihat lebih pendek lagi karena saat itu aku mengenakan sepatu yang solnya tinggi. Kudorong kepalanya diantara kedua gunungku, beliau pasti keenakan kuperlakukan seperti itu. Tiba-tiba aku meringis dan mendesis karena aku merasakan gigitan pada puting kananku, beliau dengan gemasnya menggigit dan mencupangi putingku itu, giginya digetarkan pada bulatan mungil itu dan meninggalkan jejak disekitarnya. Tangannya mengelusi punggungku menurun hingga mencengkram pantatku yang bulat dan padat.

“Hhmm...sempurna sekali tubuhmu ini Citra, pasti rajin dirawat ya” pujinya sambil meremas pantatku.

Aku hanya tersenyum kecil menanggapi pujiannya lalu kubenamkan kembali wajahnya ke payudaraku yang sebelah, beliaupun melanjutkan menyusu dari situ. Kali ini dia menjilati seluruh permukaannya hingga basah oleh liurnya lalu diemut dan dihisap kuat-kuat. Tangannya dibawah sana juga tidak bisa diam, yang kiri meremas-remas pantat dan pahaku, yang kanan menggerayangi vaginaku dan menusuk-nusukkan jarinya di sana. Sebagai respon aku hanya bisa mendesah dan memeluknya erat-erat, darah dalam tubuhku semakin bergolak sehingga walaupun ruangan ini ber-AC, keringatku tetap menetes-netes. Mulutnya kini merambat naik menjilati leher jenjangku, beliau juga mengulum leherku dan mencupanginya seperti Dracula memangsa korbannya. Cupangannya cukup keras sampai meninggalkan bercak merah selama beberapa hari. Akhirnya mulutnya bertemu dengan mulutku dimana lidah kami saling beradu dengan liar. Lucunya karena dia lebih pendek, aku harus sedikit menunduk untuk bercumbuan dengannya. Sambil berciuman tanganku meraba-raba selangkangannya yang sudah mengeras itu. Setelah tiga menitan karena merasa pegal lidah dan susah bernafas kami melepaskan diri dari ciuman.

“Masukin aja sekarang yah Pak...saya udah gak tahan nih” pintaku sambil terus menurunkan resleting celananya. Namun belum sempat aku mengeluarkan penisnya, dia sudah terlebih dulu mengangkat tubuhku. Wow, pendek-pendek gini kuat juga ternyata, dia masih sanggup menggendongku dengan kedua tangan lalu diturunkan diatas meja kerjanya. Dia berdiri diantara kedua belah pahaku dan membuka celananya, tangannya memegang penis itu dan mengarahkannya ke vaginaku. Tangan kananku meraih benda itu dan membantu menancapkannya. Perlahan-lahan batang itu melesak masuk membelah bibir vaginaku hingga tertanam seluruhnya.

“Ooohhh....!” desahku dengan tubuh menegang dan mencengkram bahu Pak Gatot.

“Sakit ya ?” tanyanya

Aku hanya menggeleng walaupun rasanya memang agak nyeri, tapi itu cuma sebentar karena selanjutnya yang terasa hanyalah nikmat, ya nikmat yang semakin memuncak.

Aku tidak bisa tidak mendesah setiap kali beliau menggenjotku, tapi aku juga harus menjaga volume suaraku agar tidak terdengar sampai luar, untuk itu kadang aku harus menggigit bibir atau jari. Beliau semakin cepat memaju-mundurkan penisnya, hal ini menimbulkan sensasi nikmat yang terus menjalari tubuhku. Tubuhku terlonjak-lonjak dan tertekuk sehingga payudaraku semakin membusung ke arahnya. Kesempatan ini tidak disia-siakan beliau yang langsung melumat yang kiri dengan mulutnya dan meremas-remas yang kanan serta memilin-milin putingnya. Tak lama kemudian aku merasa dunia makin berputar dan tubuhku menggelinjang dengan dahsyat, aku mendesah panjang dan melingkarkan kakiku lebih erat pada pinggangnya. Cairan bening mengucur deras dari vaginaku sehingga menimbulkan bunyi kecipak setiap kali beliau menghujamkan penisnya. Beberapa detik kemudian tubuhku melemas kembali dan tergeletak di mejanya diantara tumpukan arsip-arsip dan alat tulis. Aku hanya bisa mengambil nafas sebentar karena beliau yang masih bertenaga melanjutkan ronde berikutnya. Tubuhku dibalikkan telungkup diatas meja dan kakiku ditarik hingga terjuntai menyentuh lantai, otomatis kini pantatku pun menungging ke arahnya. Sambil meremas pantatku dia mendorongkan penisnya itu ke vaginaku.

“Uuhh...nggghhh...!” desisku saat penis yang keras itu membelah bibir kemaluanku.

Dalam posisi seperti ini sodokannya terasa semakin keras dan dalam, badanku pun ikut tergoncang hebat, payudaraku serasa tertekan dan bergesekan di meja kerjanya. Pak Gatot menggenjotku semakin cepat, dengusan nafasnya bercampur dengan desahanku memenuhi ruangan ini. Sebisa mungkin aku menjaga suaraku agar tidak terlalu keras, tapi tetap saja sesekali aku menjerit kalau sodokannya keras. Mulutku mengap-mengap dan mataku menatap dengan pandangan kosong pada foto beliau dengan istrinya yang dipajang di sana. Beberapa menit kemudian dia menarik tubuh kami mundur beberapa langkah sehingga payudaraku yang tadinya menempel dimeja kini menggantung bebas. Dengan begitu tangannya bisa menggerayangi payudaraku. Pak Gatot kemudian mengajak ganti posisi, digandengnya tanganku menuju sofa. Dia menjatuhkan pantatnya disana, namun dia mencegahku ketika aku mau duduk, disuruhnya aku berdiri di hadapannya, sehingga kemaluanku tepat di depan wajahnya.

“Bentar yah Dik, bapak bersihin dulu punyamu ini” katanya seraya menempelkan mulutnya pada bulu-bulu kemaluanku.

“Sslluurrpp....sshhrrp” dijilatinya kemaluanku yang basah itu, cairan orgasmeku diseruputnya dengan bernafsu. Aku mendesis dan meremas rambutnya sebagai respon atas tindakannya. Vaginaku dihisapinya selama sepuluh menitan , setelah puas aku disuruhnya naik ke pangkuannya dengan posisi berhadapan.

Kugenggam penisnya dan kuarahkan ke lubangku, setelah rasanya pas kutekan badanku ke bawah sehingga penis beliau tertancap pada vaginaku. Sedikit demi sedikit aku merasakan ruang vaginaku terisi dan dengan beberapa hentakan masuklah batang itu seluruhnya ke dalam vaginaku. 20 menit lamanya kami berpacu dalam gaya demikian berlomba-lomba mencapai puncak. Mulutnya tak henti-henti mencupangi payudaraku yang mencuat di depan wajahnya, sesekali mulutnya juga mampir di pundak dan leherku. Akupun akhirnya tidak tahan lagi dengan memuncaknya rasa nikmat di selangkanganku, gerak naik turunku semakin cepat sampai vaginaku kembali mengeluarkan cukup banyak cairan orgasme yang membasahi penisnya dan daerah selangkangan kami. Semakin lama goyanganku semakin lemah, sehingga tinggal beliau saja yang masih menghentak-hentakkan tubuhku yang sudah lemas di pangkuannya. Belakangan beliau melepaskanku juga dan menyuruhku tiduran di sofa, gantian. Aku masih lemas dan kurebahkan tubuhku di sofa kedua kakiku dinaikkan ke pundaknya, lubang vaginaku sedikit menganga siap dimasuki penisnya yang belum ejakulasi. Benda itu, juga bulu-bulunya basah sekali oleh cairanku yang masih hangat. Pak Gatot memasukkan penisnya dan kembali kocokannya pun lebih cepat. Hingga akhirnya batang itu semakin keras dan berdenyut diiringi suara erangan parau dari mulutnya. Sperma itu menyemprot dengan kencangnya didalam lubang kenikmatan surga dunia, disusul semprotan berikutnya yang semakin mengisi memekku, rasanya hangat dan kental dengan aromanya yang familiar denganku. Aku ngga khawatir hamil, urusan hamil belakangan, yang penting lulus naik kelas dulu, aku berusaha memuaskan pak Gatot dengan menekan pantatnya agar cairan itu tidak terbuang setetespun. Setelah perjuangan yang cukup berat akhirnya sempotannya makin mengecil dan akhirnya berhenti sama sekali, perlahan-lahan benda itu melunak kembali. Pak Gatot bersandar pada sofa dengan nafas terengah-engah.

Setelah merasa segar kami kembali memakai pakaian masing-masing. Dia memuji permainanku dan berjanji berusaha membantuku mencari pemecahan masalah ini. Disuruhnya aku besok datang lagi pada jam yang sama untuk mendengar keputusannya.

Ternyata ketika besoknya aku datang lagi keputusannya masih belum kuterima, malahan aku kembali digarapnya. Rupanya dia masih belum puas dengan pelayananku. Dan besok lusanya yang kebetulan tanggal merah aku diajaknya ke sebuah hotel melati di daerah Tangerang. Disana aku digarapnya setengah hari dari pagi sampai sore, bahkan sempat aku dibuat pingsan sekali. Luar biasa memang daya tahannya untuk seusianya walaupun dibantu oleh suplemen pria.

Namun perjuanganku tidaklah sia-sia, ketika sedang berendam bersama di bathtub dia memberitahukan bahwa aku sudah dinyatakan ikut naik kelas.

“Kesananya berusaha sendiri yah, jangan minta yang lebih lagi, bapak sudah perjuangkan hal ini dalam rapat kemarin” katanya sambil memencet putingku

“Tenang aja Pak, saya juga tahu diri kok, yang penting saya ga mau perjuangan saya selama ini sia-sia” jawabku dengan tersenyum kecil Akhirnya akupun lulus dan naik kelas walaupun dengan status “Naik Kelas Bersyarat” karena masih ada 2 mata pelajaran yang masih Remidi, lumayanlah daripada tidak Naik kelas. Dan dari sini pula aku belajar bahwa terkadang perjuangan itu perlu pengorbanan apa saja. Dan 2 guru yang mata pelajarannya yang masih Remidi, akupun kembali menawarkan kenikmatan kepada 2 guru tersebut di tempat yang berbeda tentunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar