Senin, 26 Desember 2011
Demi sebuah Nilai
Tokoh Figuran :
Kisahku yang satu ini terjadi sudah agak lama, tepatnya pada akhir
semester ke-empat, 2 tahun yang lalu. Waktu itu
adalah saat-saat menjelang penerimaan raport  setelah UAS
dilaksanakan. Seperti
biasa, seminggu sebelum penerimaan raport, nama-nama siswa yang tidak bisa menerima
raport  karena berbagai sebab seperti
over absen, nilai yang Remidi, telat pembayaran, dsb tertera di
papan pengumuman di depan TU sekolahku di SMA swasta yang
terfavorit di kotaku. Hari itu aku dibuat shock dengan tercantumnya namaku di daftar cekal yaitu
dikarenakan 3 pelajaran penting. Aku sangat bingung
disana tertulis 3 mata pelajaran nilainya
harus remidi, kurang
dari batas minimum KKM, apakah aku bisa naik
kelas ? padahal apabila 3
mata pelajaran nilainya kurang
dari batas minimum KKM maka
tidak naik kelas. 
Dan kebetulan 2 guru, yang mata pelajaranku
yang masih harus remidi, pergi ke luar kota sedang mengikuti pelatihan guru,
satu-satunya harapan yaitu memperbaiki satu mata pelajaran yang ada gurunya. Akupun menghadap guru yang bersangkutan yaitu Pak Gatot, seorang guru yang cukup senior di sekolahku, beliau berumur pertengahan
40-an, berkacamata dan sedikit beruban, tubuhnya pendek kalau dibanding
denganku hanya sampai sedagu. Diajar olehnya memang enak dan mengerti namun
beliau agak jail, karena suka cari-cari
kesempatan untuk mencolek atau bercanda dengan siswi yang cantik pada jam pelajarannya termasuk juga aku pernah
menjadi korban kejailannya. Karena sudah senior dan
menjabat kepala jurusan, beliau diberi ruangan seluas 5x5 meter bersama dengan
Bu Hany yang juga guru senior merangkap sekretaris jurusan. Kuketuk pintunya yang
terbuka setelah seorang siswa yang sedang bicara padanya pamitan. 
“Siang Pak !” sapaku dengan senyum dipaksa 
“Siang, ada perlu apa ?” 
“Ini Pak, saya mau tanya tentang nilai saya, kok bisa remidi padahal nilai UAS
saya bagus...”
demikian kujelaskan panjang lebar dan beliau mengangguk-anggukkan kepala mendengarnya.
Beberapa menit beliau meninggalkanku untuk ke TU melihat daftar nilai lalu kembali lagi dengan map daftar
nilai di tangannya.
Ternyata setelah usut punya usut, aku tertinggal satu nilai
tugas dan cerobohnya
aku juga lupa mengumpulkan tugas itu. Dengan memohon belas kasih aku
memelas padanya supaya ada keringanan atau diberi
tugas tambahan yang lain. 
“Aduhh...tolong dong pak, soalnya gak ada yang memberitahu saya tentang tugas itu, jadi saya juga gak tau pak,
bukan salah saya semua dong pak” 
“Tapi kan, kamu sendiri harusnya tahu kalau ada tugas
cari tahu walaupun hari itu kamu tidak masuk karena sakit atau apa kan,
seharusnya kamu memperhatikan tugas, karena nilai tugas
juga berpengaruh” 
Beberapa saat aku tawar menawar dengannya namun ujung-ujungnya tetap
harga mati, yaitu aku tetap Remidi dengan kata lain aku tidak lulus
di mata pelajaran tersebut, alasan
yang mendasar adalah sudah diberikan kesempatan untuk memperbaiki nilai tapi
karena aku tak tahu maka waktu tersebut aku lewatkan dengan sia-sia belaka. Kata-kata terakhirnya sebelum
aku pamit hanyalah 
“Ya sudah lah, sebaiknya kamu ambil hikmahnya kejadian ini
supaya memacu kamu lebih rajin di kemudian hari”
dengan meletakkan tangannya di bahuku. Dengan lemas dan pucat aku melangkah
keluar dari situ dan hampir bertabrakan dengan Bu Hany yang menuju ke ruangan
itu. 
Dalam perjalanan pulang di mobil pun (aku pulang pergi ke SMA membawa mobil sendiri) pikiranku masih kalut sampai
mobil di belakangku mengklaksonku karena tidak memperhatikan lampu sudah hijau.
Hari itu aku stres, bingung, pingin nangis dan sebagainya. Aku sudah susah-susah belajar
dan mengerjakan tugas untuk mata pelajaran ini, juga nilai UTS ku 8,8, tapi
semuanya sia-sia hanya karena ceroboh sedikit, yang ada sekarang hanyalah
jengkel dan sesal. Sambil tiduran aku memindah-mindahkan chanel parabola dengan
remote, hingga sampailah aku pada chanel TV dari Taiwan yang kebetulan sedang
menayangkan film semi. Terlintas di pikiranku sebuah cara gila, mengapa aku
tidak memanfaatkan sifat jailnya itu untuk menggodanya, aku
sendiri kan sudah ngga perawan lagi. Cuma cara ini cukup besar
taruhannya kalau tidak kena malah aku yang malu, tapi biarlah tidak ada
salahnya mencoba, gagal ya gagal, begitu pikirku. Aku memikirkan rencana untuk
menggodanya dan menetapkan waktunya, yaitu sore jam 3 lebih, biasanya jam itu sekolah mulai sepi dan guru-guru lain sudah pulang. Aku cuma
berharap saat itu Bu Hany sudah pulang, kalau tidak rencana ini bisa tertunda
atau mungkin gagal. 
Keesokan harinya aku mulai menjalankan rencanaku dengan berdebar-debar.
Kupakai pakaianku yang seksi berupa sebuah baju tanpa lengan berwarna biru
dipadu dengan rok putih menggantung beberapa senti diatas lutut, gilanya adalah
dibalik semua itu aku tidak memakai bra maupun celana dalam. Tegang juga
rasanya baru pertama kalinya aku keluar rumah tanpa pakaian dalam sama sekali,
seperti ada perasaan aneh mengalir dalam diriku. Birahiku naik membayangkan
yang tidak-tidak, terlebih hembusan AC di mobil semakin membuatku bergairah,
udara dingin berhembus menggelikitik kemaluanku yang tidak tertutup apa-apa. 
Kuharap Pak Gatot masih di kantornya. Sekolahan sudah sepi karena saat itu kelas sudah libur, cuma
guru-guru yang sedang sibuk ngoreksi dan mempersiapkan rapot, kalaupun masuk paling cuma untuk
remidi atau anak-anak
OSIS saja. Aku naik
lift ke tingkat tiga. Seorang karyawan dan dua siswa yang berpapasan denganku mencuri-curi pandang ke
arahku, suatu hal yang tidak biasa karena aku berpakaian seksi, aku tidak
tahu apakah mereka tahu bahwa aku tidak pakai apa-apa di baliknya. Entah bagaimana reaksi mereka kalau
tahu ada seorang gadis di tengah mereka tidak berpakaian dalam, untungnya
pakaianku tidak terlalu ketat sehingga lekukan tubuhku tidak terjiplak. 
Akupun sampai ke ruang beliau di sebelah lab. bahasa dan kulihat lampunya
masih nyala. Kuharap Bu Hany sudah pulang kalau tidak sia-sialah semuanya.
Jantungku berdetak lebih kencang saat kuketuk pintunya. 
“Masuk !” sahut suara dari dalam
“Selamat sore Pak !” 
“Oh, kamu Citra yang kemarin, ada apa lagi nih ?” katanya sambil memutar
kursinya yang menghadap komputer ke arahku. 
“Itu...Pak mau membicarakan masalah yang kemarin lagi, apa masih ada
keringanan buat saya” 
“Waduh...kan bapak udah bilang dari kemarin bahwa saya telah memberikan
kesempatan Remidi sebanyak tiga kali, dan kamu tidak ikut ketiga-tiganya,
disini aturannya memang begitu, harap anda maklum” 
“Jadi sudah tidak ada tawar-menawar lagi Pak ?” 
“Maaf ya, bapak tidak bisa membantumu dalam hal ini” 
“Begini saja Pak, saya punya penawaran terakhir untuk bapak, saya harap
bisa menebus Remidi saya yang satu itu, bagaimana Pak ?” 
“Penawaran...penawaran, memangnya pasar pakai tawar-menawar segala”
katanya dengan agak jengkel karena aku terus ngotot. 
Tanpa pikir panjang lagi aku langsung menutup pintu dan menguncinya, lalu
berjalan ke arahnya dan langsung duduk diatas meja tepat disampingnya dengan
menyilangkan kaki. Tingkahku yang nekad ini membuatnya salah tingkah. Selagi
dia masih terbengong-bengong kuraih tangannya dan kuletakkan di pahaku. 
“Ayolah Pak, saya percaya bapak pasti bisa nolongin saya, ini penawaran
terakhir saya, masa bapak gak tertarik dengan yang satu ini” godaku sambil
merundukkan badan ke arahnya sehingga dia dapat melihat belahan payudaraku
melalui leher bajuku yang agak rendah. 
“Citra...kamu-kamu ini....edan juga...” katanya terpatah-patah karena
gugup 
Wajahku mendekati wajahnya dan berbisik pelan setengah mendesah : 
“Sudahlah Pak, tidak usah pura-pura lagi, nikmati saja selagi bisa” 
Beliau makin terperangah tanpa mengedipkan matanya ketika aku mulai
melepaskan kancing bajuku satu-persatu sampai kedua payudaraku dengan puting
pink-nya dan perutku yang rata terlihat olehnya. Tanpa melepas pandangannya
padaku, tangannya yang tadinya cuma memegang pahaku mulai merambat naik ke paha
mulusku yang masih tertutup rok mini, disertai sedikit remasan. Kuturunkan
kakiku yang tersilang dan kurenggangkan pahaku agar beliau lebih leluasa
mengelus paha dalamku. Dengan setengah berdiri beliau meraih payudaraku dengan
tangan yang satunya, setelah tangannya memenuhi payudaraku dia meremasnya pelan
diiringi desahan pendek dari mulutku. 
“Dadamu bagus juga yah, kencang dan montok” pujinya 
Beliau lalu mendekatkan mulutnya ke arah payudaraku, sebuah jilatan
menyapu telak putingku disusul dengan gigitan ringan menyebabkan benda itu
mengeras dan tubuhku bergetar. Sementara tangannya yang lain merambah lebih
jauh ke dalam rokku hingga akhirnya menyentuh pangkal pahaku. Beliau berhenti
sejenak ketika jari-jarinya menyentuh kemaluanku yang tidak tertutup apa-apa 
“Ya ampun, kamu tidak pakai dalaman apa-apa ke sini !?” tanyanya
terheran-heran dengan keberanianku 
“Iyah pak, khusus untuk bapak...makanya bapak harus tolong saya juga”
Tiba-tiba dengan bernafsu dia bentangkan lebar-lebar kedua pahaku dan
menjatuhkan dirinya ke kursi kerjanya. Matanya seperti mau copot memandangi
kemaluanku yang merah merekah diantara bulu-bulu yang masih jarang. Sungguh tak
pernah terbayang olehku aku duduk diatas meja mekakangkan kaki di hadapan guru
yang kuhormati. Sebentar kemudian lidah Pak Gatot mulai menjilati bibir
kemaluanku dengan rakusnya. Lidahnya ditekan masuk ke dalam kemaluanku dengan
satu jarinya mempermainkan klitorisku, tangannya yang lain dijulurkan ke atas
meremasi payudaraku. 
“Uhhh...!” aku benar-benar menikmatinya, mataku terpejam sambil menggigit
bibir bawah, tubuhku juga menggelinjang oleh sensasi permainan lidah beliau.
Aku mengerang pelan meremas rambutnya yang tipis, kedua paha mulusku mengapit
erat kepalanya seolah tidak menginginkannya lepas. Lidah itu bergerak semakin
liar menyapu dinding-dinding kemaluanku, yang paling enak adalah ketika ujung
lidahnya beradu dengan klitorisku, duhh...rasanya geli seperti mau ngompol.
Butir-butir keringat mulai keluar seperti tetes embun pada sekujur tubuhku.
Setelah membuat vaginaku basah kuyup, beliau berdiri dan melepaskan diri. Dia
membuka celana panjang beserta celana dalamnya sehingga ‘burung’ yang dari tadi
sudah sesak dalam sangkarnya itu kini dapat berdiri dengan dengan tegak.
Digenggamnya benda itu dan dibawa mendekati vaginaku 
“Bapak masukin sekarang aja yah, udah ga tahan nih” 
“Eiit...bentar Pak, bapak kan belum ngerasain mulut saya nih, dijamin
ketagihan deh” kataku sambil meraih penisnya dan turun dari meja 
Kuturunkan badanku perlahan-lahan dengan gerakan menggoda hingga berlutut
di hadapannya. Penis dalam genggamanku itu kucium dan kujilat perlahan disertai
sedikit kocokan. Benda itu bergetar hebat diiringi desahan pemiliknya setiap
kali lidahku menyapunya. Sekarang kubuka mulutku untuk memasukkan penis itu.
Hhmm....hampir sedikit lagi masuk seluruhnya tapi nampaknya sudah mentok di
tenggorokanku. Boleh juga penisnya untuk seusia beliau, walaupun tidak
seperkasa orang-orang yang pernah ML denganku, miliknya cukup kokoh dan dihiasi
sedikit urat, bagian kepalanya nampak seperti cendawan berdenyut-denyut. Dalam
mulutku penis itu kukulum dan kuhisap, kugerakkan lidahku memutar mengitari
kepala penisnya. Sesekali aku melirik ke atas melihat ekspresi wajah beliau
menikmati seponganku. Berdasarkan pengalaman, sudah banyak cowok kelabakan
dengan oral sex-ku, mereka biasa mengerang-ngerang tak karuan bila lidahku
sudah beraksi pada penis mereka, Pak Gatot pun termasuk diantaranya. Beliau
mengelus-elus rambutku dan mengelap dahinya yang sudah bercucuran keringat
dengan sapu tangan. 
Namun ada sedikit gangguan di tengah kenikmatan. Terdengar suara pintu
diketuk sehingga kami agak panik. Pak Gatot buru-buru menaikkan kembali
celananya dan meneguk air dari gelasnya. Aku disuruhnya sembunyi di bawah meja
kerjanya. 
“Ya...ya...sebentar tanggung ini hampir selesai” sahutnya membalas suara
ketukan Dari bawah meja aku mendengar beliau sudah membuka pintu dan berbicara
dengan seseorang yang aku tidak tahu. Kira-kira tiga menitan mereka berbicara,
Pak Gatot mengucapkan terima kasih pada orang itu dan berpesan agar jangan
diganggu dengan alasan sedang lembur dan banyak pekerjaan, lalu pintu ditutup. 
“Siapa tadi itu Pak, sudah aman belum ?” tanyaku setelah keluar dari
kolong meja 
“Tenang cuma karyawan mengantar surat ini kok, yuk terusin lagi” 
Lalu dengan cueknya aku melepaskan baju dan rokku yang sudah terbuka
hingga telanjang bulat di hadapannya. Aku berjalan ke arahnya yang sedang
melongo menatapi ketelanjanganku, kulingkarkan lenganku di lehernya dan
memeluknya. Dari tubuhnya tercium aroma khas parfum om-om. Beliau yang
memangnya pendek terlihat lebih pendek lagi karena saat itu aku mengenakan
sepatu yang solnya tinggi. Kudorong kepalanya diantara kedua gunungku, beliau
pasti keenakan kuperlakukan seperti itu. Tiba-tiba aku meringis dan mendesis
karena aku merasakan gigitan pada puting kananku, beliau dengan gemasnya
menggigit dan mencupangi putingku itu, giginya digetarkan pada bulatan mungil
itu dan meninggalkan jejak disekitarnya. Tangannya mengelusi punggungku menurun
hingga mencengkram pantatku yang bulat dan padat. 
“Hhmm...sempurna sekali tubuhmu ini Citra, pasti rajin dirawat ya”
pujinya sambil meremas pantatku. 
Aku hanya tersenyum kecil menanggapi pujiannya lalu kubenamkan kembali
wajahnya ke payudaraku yang sebelah, beliaupun melanjutkan menyusu dari situ.
Kali ini dia menjilati seluruh permukaannya hingga basah oleh liurnya lalu
diemut dan dihisap kuat-kuat. Tangannya dibawah sana juga tidak bisa diam, yang
kiri meremas-remas pantat dan pahaku, yang kanan menggerayangi vaginaku dan
menusuk-nusukkan jarinya di sana. Sebagai respon aku hanya bisa mendesah dan
memeluknya erat-erat, darah dalam tubuhku semakin bergolak sehingga walaupun
ruangan ini ber-AC, keringatku tetap menetes-netes. Mulutnya kini merambat naik
menjilati leher jenjangku, beliau juga mengulum leherku dan mencupanginya
seperti Dracula memangsa korbannya. Cupangannya cukup keras sampai meninggalkan
bercak merah selama beberapa hari. Akhirnya mulutnya bertemu dengan mulutku
dimana lidah kami saling beradu dengan liar. Lucunya karena dia lebih pendek,
aku harus sedikit menunduk untuk bercumbuan dengannya. Sambil berciuman
tanganku meraba-raba selangkangannya yang sudah mengeras itu. Setelah tiga
menitan karena merasa pegal lidah dan susah bernafas kami melepaskan diri dari
ciuman. 
“Masukin aja sekarang yah Pak...saya udah gak tahan nih” pintaku sambil
terus menurunkan resleting celananya. Namun belum sempat aku mengeluarkan
penisnya, dia sudah terlebih dulu mengangkat tubuhku. Wow, pendek-pendek gini
kuat juga ternyata, dia masih sanggup menggendongku dengan kedua tangan lalu
diturunkan diatas meja kerjanya. Dia berdiri diantara kedua belah pahaku dan
membuka celananya, tangannya memegang penis itu dan mengarahkannya ke vaginaku.
Tangan kananku meraih benda itu dan membantu menancapkannya. Perlahan-lahan
batang itu melesak masuk membelah bibir vaginaku hingga tertanam seluruhnya. 
“Ooohhh....!” desahku dengan tubuh menegang dan mencengkram bahu Pak Gatot.
“Sakit ya ?” tanyanya 
Aku hanya menggeleng walaupun rasanya memang agak nyeri, tapi itu cuma
sebentar karena selanjutnya yang terasa hanyalah nikmat, ya nikmat yang semakin
memuncak. 
Aku tidak bisa tidak mendesah setiap kali beliau menggenjotku, tapi aku
juga harus menjaga volume suaraku agar tidak terdengar sampai luar, untuk itu
kadang aku harus menggigit bibir atau jari. Beliau semakin cepat
memaju-mundurkan penisnya, hal ini menimbulkan sensasi nikmat yang terus
menjalari tubuhku. Tubuhku terlonjak-lonjak dan tertekuk sehingga payudaraku semakin
membusung ke arahnya. Kesempatan ini tidak disia-siakan beliau yang langsung
melumat yang kiri dengan mulutnya dan meremas-remas yang kanan serta
memilin-milin putingnya. Tak lama kemudian aku merasa dunia makin berputar dan
tubuhku menggelinjang dengan dahsyat, aku mendesah panjang dan melingkarkan
kakiku lebih erat pada pinggangnya. Cairan bening mengucur deras dari vaginaku
sehingga menimbulkan bunyi kecipak setiap kali beliau menghujamkan penisnya.
Beberapa detik kemudian tubuhku melemas kembali dan tergeletak di mejanya
diantara tumpukan arsip-arsip dan alat tulis. Aku hanya bisa mengambil nafas
sebentar karena beliau yang masih bertenaga melanjutkan ronde berikutnya.
Tubuhku dibalikkan telungkup diatas meja dan kakiku ditarik hingga terjuntai
menyentuh lantai, otomatis kini pantatku pun menungging ke arahnya. Sambil
meremas pantatku dia mendorongkan penisnya itu ke vaginaku. 
“Uuhh...nggghhh...!” desisku saat penis yang keras itu membelah bibir
kemaluanku. 
Dalam posisi seperti ini sodokannya terasa semakin keras dan dalam,
badanku pun ikut tergoncang hebat, payudaraku serasa tertekan dan bergesekan di
meja kerjanya. Pak Gatot menggenjotku semakin cepat, dengusan nafasnya
bercampur dengan desahanku memenuhi ruangan ini. Sebisa mungkin aku menjaga suaraku
agar tidak terlalu keras, tapi tetap saja sesekali aku menjerit kalau
sodokannya keras. Mulutku mengap-mengap dan mataku menatap dengan pandangan
kosong pada foto beliau dengan istrinya yang dipajang di sana. Beberapa menit
kemudian dia menarik tubuh kami mundur beberapa langkah sehingga payudaraku
yang tadinya menempel dimeja kini menggantung bebas. Dengan begitu tangannya
bisa menggerayangi payudaraku. Pak Gatot kemudian mengajak ganti posisi,
digandengnya tanganku menuju sofa. Dia menjatuhkan pantatnya disana, namun dia
mencegahku ketika aku mau duduk, disuruhnya aku berdiri di hadapannya, sehingga
kemaluanku tepat di depan wajahnya. 
“Bentar yah Dik, bapak bersihin dulu punyamu ini” katanya seraya
menempelkan mulutnya pada bulu-bulu kemaluanku. 
“Sslluurrpp....sshhrrp” dijilatinya kemaluanku yang basah itu, cairan
orgasmeku diseruputnya dengan bernafsu. Aku mendesis dan meremas rambutnya
sebagai respon atas tindakannya. Vaginaku dihisapinya selama sepuluh menitan ,
setelah puas aku disuruhnya naik ke pangkuannya dengan posisi berhadapan. 
Kugenggam penisnya dan kuarahkan ke lubangku, setelah rasanya pas kutekan
badanku ke bawah sehingga penis beliau tertancap pada vaginaku. Sedikit demi
sedikit aku merasakan ruang vaginaku terisi dan dengan beberapa hentakan
masuklah batang itu seluruhnya ke dalam vaginaku. 20 menit lamanya kami berpacu
dalam gaya demikian berlomba-lomba mencapai puncak. Mulutnya tak henti-henti
mencupangi payudaraku yang mencuat di depan wajahnya, sesekali mulutnya juga
mampir di pundak dan leherku. Akupun akhirnya tidak tahan lagi dengan
memuncaknya rasa nikmat di selangkanganku, gerak naik turunku semakin cepat
sampai vaginaku kembali mengeluarkan cukup banyak cairan orgasme yang membasahi
penisnya dan daerah selangkangan kami. Semakin lama goyanganku semakin lemah,
sehingga tinggal beliau saja yang masih menghentak-hentakkan tubuhku yang sudah
lemas di pangkuannya. Belakangan beliau melepaskanku juga dan menyuruhku
tiduran di sofa, gantian. Aku masih lemas dan kurebahkan tubuhku di sofa kedua
kakiku dinaikkan ke pundaknya, lubang vaginaku sedikit menganga siap dimasuki
penisnya yang belum ejakulasi. Benda itu, juga bulu-bulunya basah sekali oleh
cairanku yang masih hangat. Pak Gatot memasukkan penisnya dan kembali kocokannya
pun lebih cepat. Hingga akhirnya batang itu semakin keras dan berdenyut
diiringi suara erangan parau dari mulutnya. Sperma itu menyemprot dengan
kencangnya didalam lubang kenikmatan surga dunia, disusul semprotan berikutnya
yang semakin mengisi memekku, rasanya hangat dan kental dengan aromanya yang
familiar denganku. Aku ngga khawatir hamil, urusan hamil belakangan, yang
penting lulus naik kelas dulu, aku berusaha memuaskan pak Gatot dengan menekan
pantatnya agar cairan itu tidak terbuang setetespun. Setelah perjuangan yang
cukup berat akhirnya sempotannya makin mengecil dan akhirnya berhenti sama
sekali, perlahan-lahan benda itu melunak kembali. Pak Gatot bersandar pada sofa
dengan nafas terengah-engah. 
Setelah merasa segar kami kembali memakai pakaian masing-masing. Dia
memuji permainanku dan berjanji berusaha membantuku mencari pemecahan masalah
ini. Disuruhnya aku besok datang lagi pada jam yang sama untuk mendengar
keputusannya. 
Ternyata ketika besoknya aku datang lagi keputusannya masih belum
kuterima, malahan aku kembali digarapnya. Rupanya dia masih belum puas dengan
pelayananku. Dan besok lusanya yang kebetulan tanggal merah aku diajaknya ke
sebuah hotel melati di daerah Tangerang. Disana aku digarapnya setengah hari
dari pagi sampai sore, bahkan sempat aku dibuat pingsan sekali. Luar biasa
memang daya tahannya untuk seusianya walaupun dibantu oleh suplemen pria. 
Namun perjuanganku tidaklah sia-sia, ketika sedang berendam bersama di
bathtub dia memberitahukan bahwa aku sudah dinyatakan ikut naik kelas. 
“Kesananya berusaha sendiri yah, jangan minta yang lebih lagi, bapak
sudah perjuangkan hal ini dalam rapat kemarin” katanya sambil memencet putingku
“Tenang aja Pak, saya juga tahu diri kok, yang penting saya ga mau
perjuangan saya selama ini sia-sia” jawabku dengan tersenyum kecil Akhirnya
akupun lulus dan naik kelas walaupun dengan status “Naik Kelas Bersyarat”
karena masih ada 2 mata pelajaran yang masih Remidi, lumayanlah daripada tidak Naik
kelas. Dan dari sini pula aku belajar bahwa terkadang perjuangan itu perlu
pengorbanan apa saja. Dan 2 guru yang mata pelajarannya yang masih Remidi, akupun kembali
menawarkan kenikmatan kepada 2 guru tersebut di tempat yang berbeda tentunya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar