Sabtu, 24 Desember 2011

Pengalaman Sex Pertamaku Dengan Pak Budi


Tokoh Utama :
  1. Lia (20 tahun)
  2. Pak Budi (45 tahun)

Tokoh Figuran :
  • Anak Pak Budi, Orang tuaku

Disitus ini aku tertarik untuk membagikan cerita sex pertamaku dengan harapan mungkin diantara pembaca ada yang dapat memberikan solusi dan tanggapan-tanggapannya. Sebelumnya perkenalkan dulu, namaku Lia umur 20 tahun dengan tinggi 162 cm, berat 60 kg, dada 36B, kulitku putih, berdarah campuran Medan-Solo. Saat ini aku sedang kuliah di salah satu Perguruan Tinggi Swasta terkenal di Bandung.
Dalam keluarga, sikap orang tuaku sangat keras, mereka memberi peraturan yang harus diingat oleh kami sebagai anak-anaknya, yaitu “DILARANG BERPACARAN SEBELUM BERES KULIAH”, jika dilanggar kami tidak akan dikuliahkan lagi. Hal itu dapat kuatasi hingga aku lulus SMA aku tak pernah berhubungan dengan laki-laki atau berpacaran. Sebenarnya aku sering tertarik terhadap laki-laki, tapi jika ingat peraturan dari orang tuaku aku tidak akan berani melangkah lebih jauh. Tapi ketika semester ketiga ada kejadian yang tidak bisa aku lupakan.

Waktu itu tepatnya ketika aku pulang kuliah dan sedang menunggu angkutan umum (jam 8.00 malam). Waktu itu hujan turun lumayan deras, aku menunggu tapi mobil angkutan selalu saja penuh dan jalanan pun semakin sepi dan aku sudah basah kuyup tak karuan. Tiba-tiba aku melihat sebuah mobil sedan berhenti tepat di depanku. Aku melihat pengemudinya kira-kira berumur 45 tahun, beliau menawarkan tumpangan kepadaku, aku pun menerimanya karena takut tidak bisa pulang. Beliau adalah salah satu dosen di kampusku namanya Pak Budi. Di sepanjang perjalanan beliau mengajakku berbicara kesana kemari. Beliau menawarkan kepadaku untuk berganti pakaian di rumahnya karena beliau mempunyai putri yang seusia denganku. Aku menerima tawaran beliau karena percaya kepadanya. Akhirnya kami sampai di sebuah komplek perumahan, ketika aku masuk rumah itu gelap gulita, tak ada penghuninya. Pak Budi mengatakan mungkin putrinya belum kembali dari kuliah. Aku mengangguk tanpa curiga. Pak Budi membawakan aku piyama putrinya, beliau menyuruhku untuk mengganti bajuku di kamar putrinya. Aku mengganti pakaianku tanpa menanggalkan BH dan CD-ku.
Ketika aku keluar, Pak Budi sedang duduk di sofa sambil meminum teh, beliau mempersilakan aku duduk di sebelahnya. Kami pun mengobrol tanpa canggung lagi. Tiba-tiba Pak Budi menjamah keningku.
“Aduh.. badanmu hangat begini?” ucap beliau sambil menatapku tajam.
Aku hanya tersenyum sekaligus kaget. Entah kenapa Pak Budi mengelus-elus rambutku yang masih basah, aku pun hanya terdiam karena kaget dan tak kuasa menolaknya. Sentuhan-sentuhan beliau turun keleherku. Aku merasakan sensasi aneh yang mampu membuatku merinding geli, dan akhirnya Pak Budi mendaratkan bibirnya di bibirku, setengah kaget mataku melotot memandang Pak Budi. Tapi Pak Budi malah menciumku lagi, aku berontak, tapi tak berhasil, malah rengkuhan tangannya semakin kuat kurasakan. Lama kelamaan aku mulai terhanyut dan membalas ciuman Pak Budi walaupun ciumanku belum sempurna. Mungkin karena didorong rasa ingin tahu aku membiarkan Pak Budi bertindak lebih jauh. Ciumannya mulai turun ke leherku, aku merasa geli sekaligus kenikmatan yang tiada duanya. Rasanya sarafku akan putus saat lidahnya menjilati leherku. Pak Budi mendorongku hingga aku terbaring di lantai permadani, sambil terus menciumi dan menjilati wajah dan leherku. Dengan lincah tangan-tangan Pak Budi kurasakan sedang bermain-main di atas dadaku, beliau membuka kancing piyamaku. Entah mengapa aku tak melawannya saat Pak Budi berhasil meloloskan semua pakaianku hingga aku telanjang.
Aku berteriak pelan bagai disengat sesuatu saat lidahnya kurasakan mendarat di atas putting susuku. Pak Budi meremas susuku yang kiri dan mengulum yang kanan, mm.. aku bergetar tak karuan. Belum selesai dengan kenikmatan yang aku rasakan Pak Budi meneruskannya dengan menghisap susuku seperti bayi. Aku menggelinjang kenikmatan, ahh.. birahiku semakin naik. Pak Budi berdiri melepaskan pakaiannya hingga telanjang. Aku hanya terdiam menatap wajah Pak Budi. Kemudian beliau berjongkok di samping tubuhku dan mulai menjilati dari samping sambil terus meremas-remas susuku, hingga aku lemas tak berdaya. Nafasku semakin tak beraturan karena tak tahan akan ciuman dan jilatan Pak Budi. Ciumannya turun ke perutku.
”Akhh..” aku menjerit keras saat kurasakan lidahnya menjilati selangkanganku.
Kakiku berontak dengan berusaha menendangnya. Tapi tangan Pak Budi begitu kuat mencengkram kedua pahaku. Aku mendesah semakin kuat saat kurasakan lidah Pak Budi menyentuh vaginaku.
Pak Budi seakan tak peduli, beliau terus menjilati vaginaku, dan mengobok-oboknya dengan tempo yang teratur. Teriakan-teriakan kenikmatan keluar dari bibirku saat Pak Budi menghisap vaginaku dengan kuat.
“Ohh.. uuhh.. ohh..” aku merasakan enak sekaligus geli yang amat sangat dahsyat.
Pak Budi mempercepat tempo jilatan dan ciumannya di vaginaku, hingga aku merasa akan meledak. Aku berteriak seenaknya.
Ahh.. aduh.. ohh.. aduhh.. sayangg..” teriakanku malah membuat Pak Budi semakin bernafsu, beliau menghisap klitorisku dengan kuat hingga tubuhku mengejang.
“Oohh.. hh..” aku merasakan orgasme.
Aku merasakan vaginaku berdenyut-denyut, tubuhku lemas dan kakiku menjepit kepala Pak Budi. Pak Budi bangkit dan berjongkok di samping tubuhku beliau menyuruhku mengulum penisnya yang lumayan besar itu. Aku yang sudah lupa segalanya menurutinya. Aku mulai menjilati dan mengocok-ngocok penisnya di mulutku. Tangan beliau pun masih tetap meremas-remas susuku. Aku hisap dan kucium-cium kepala penisnya. Pak Budi melenguh seiring hisapanku yang semakin kuat, beliau pun meremas susuku semakin kuat, hingga aku semakin bersemangat dan liar.
Desahan Pak Budi membuatku tak tahan, karena aku mulai merasakan vaginaku pun mulai basah.
“Ohh.. sayangg.. pinter.. isepp.. teruss.. ohh.. isepp.. sayangg.. ohh..” desahan Pak Budi membuatku semakin gila, dan penis Pak Budi tegak dan keras maksimal.
Pak Budi kemudian merenggangkan kedua pahaku, beliau mengarahkan penisnya ke vaginaku dan menggesek-gesekkan penisnya persis mengenai kelentitku, aku merasakan nikmat-nikmat geli dan tubuhku melayang keenakan. Lalu Beliau mencoba memasukannya lebih dalam tapi aku berteriak.
“Aduhh.. sakitt..” ucapku sambil meringis.
Pak Budi tidak meneruskannya tapi menggesek-gesekkan kepala penisnya lagi. Aku menggelinjang tak tahan, akhirnya Pak Budi mencobanya lagi. Aku tetap kesakitan dan berteriak hingga aku meneteskan air mata.
“Kamu masih perawan, Lia?” Pak Budi bertanya, kujawab dengan anggukan. Pak Budi pun tidak meneruskannya beliau mencium bibirku dengan lembut sambil berkata.
“Bapak tidak akan mengambil keperawanan kamu. Kecuali kamu mengijinkan” Lalu beliau bangkit dan membersihkan vaginaku dengan handuk hangat, rasanya aku melayang, tersanjung. Aku bingung mau terus atau berhenti, tanganku mulai memegang batang penisnya tanda undanganku “mengijinkannya”.
“Lia, seandainya hari ini perawanmu hilang, kamu bagaimana.”
“Terserah Pak Budi, aku tidak peduli tentang perawanku, aku ingin menikmati hari ini, dengan Pak Budi berdua, dan aku kepengen sekali melakukannya..”
Akhirnya aku pasrah apa yang dilakukan oleh Pak Budi. Kemudian Pak Budi meniduriku yang sudah tidak memakai apa-apa lagi. Kami sudah sama-sama bugil. Dan tidak ada batasan lagi antara kami. Pak Budi bebas menciumiku dan aku juga bebas menciumi Pak Budi. Kami melakukannya sama-sama dengan nafsu kami yang sangat besar. Baru pertama kali ini aku melakukannya seperti hubungan suami istri. Pak Budi menciumi seluruh tubuhku mulai dari atas turun ke bawah. Begitu bibir Pak Budi sampai di vaginaku yang sudah sangat basah, terasa olehku Pak Budi membuka lebar vaginaku dengan jari-jarinya. Ah… nikmat sekali. Seandainya aku tahu senikmat ini, ingin kulakukan dari dulu. Ternyata Pak Budi sudah menjilati klitorisku. Dengan permainan lidahnya di vaginaku dan tangan Pak Budi sambil meremas susuku dan memainkan putingku, aku rasanya sudah sangat enak sekali. Sepertinya tidak kusia-siakan kenikmatan ini tiap detik. Pak Budi sekali-kali memasukan jarinya ke vaginaku dan memasukkan lidahnya ke vaginaku.
Akhirnya Pak Budi menciumi bibirku.
Lia, kamu sudah siap aku masukkan, apa kamu tidak menyesal nantinya.”
“Tidak Pak Budi, aku tidak menyesal. Aku sudah siap melakukannya.” Lalu Pak Budi melebarkan kakiku dan terlihat jelas sekali penis Pak Budi yang sangat besar sudah siap-siap untuk masuk ke tubuhku.
Sambil menciumku, Pak Budi memegang batang kemaluannya dan menggosok-gosokkan ujung kepala batang kemaluannya di antara celah belahan bibir vaginaku, aku merasakan geli yang bercampur kenikmatan, ada rangsangan tersendiri yang kurasakan saat itu, sehingga membuat liang vaginaku kembali basah dibanjiri oleh cairan birahi yang mengalir dari dalam rahimku.
Pak Budi mulai menusuk-nusukkan ujung kepala batang kemaluannya di celah liang vaginaku, desakan batang kemaluannya terasa agak sakit saat memasuki terlalu dalam ke liang vaginaku, hingga terkadang aku sedikit tersedak dan mengaduh, namun lama kelamaan aku juga menjadi tidak tahan dengan perlakuan seperti itu, ingin rasanya aku merasakan batang kemaluan Pak Budi dimasukkan lebih dalam lagi ke liang vaginaku.
Pak Budi sepertinya juga tahu apa yang kumau, ia mulai mengocokkan batang kemaluannya masuk lebih dalam lagi ke liang vaginaku. Aku kembali merasakan sakit di dalam liang vaginaku yang memang belum pernah dimasuki benda apa pun, kali ini ada sedikit rasa perih dari dalamnya.
Pak Budi rupanya juga mengerti akan hal itu, dan ia tidak melanjutkannya dengan gegabah, sambil sesekali meneruskan dorongannya agar batang kemaluannya masuk lebih dalam lagi, Pak Budi juga memberikan aku waktu luang untuk menarik nafas menahan rasa sakit dan perih yang bercampur nikmat di vaginaku.
Akhirnya setengah dari batang kemaluan Pak Budi berhasil menyeruak masuk ke dalam liang vaginaku, dan setelah aku agak tenang, Pak Budi mulai memompanya pelan-pelan sambil terus melakukan tekanan hingga batang kemaluannya benar-benar dapat masuk secara utuh di dalam kemaluanku.
Rasa sakit dan perih yang kualami juga makin lama makin hilang berganti dengan rasa nikmat yang selama ini belum pernah kualami. Pak Budi makin mempercepat pompaannya, batang kemaluannya digenjot keluar masuk di liang vaginaku, yang makin becek oleh lendir yang tak terbendung, keluar dari dalam rahimku.
 “Oo.. Ooh! Aduu.. Uuh!”
Aku hanya bisa menyeracau tidak karuan, tanganku berusaha meraih apa saja yang ada di sekitarku, dan kuremas apa saja. Tubuhku sedikit bergetar, kurasakan ada sesuatu yang aneh di dalam liang vaginaku, aku sepertinya sedang kencing namun bukan air kencingku yang mengalir keluar, namun kutahu itu adalah semburan pelumasku, yang kembali membasahi liang vaginaku. Aku kembali mengalami orgasme.
Vaginaku mengedut kuat meremas batang kemaluan Pak Budi yang masih asyik terus memompa liang vaginaku, kedutan vaginaku itu akhirnya juga membuat pertahanan Pak Budi ikut jebol juga, tubuh beliau kejang-kejang diatas tubuhku. Dapat kurasakan semburan dahsyat di dalam liang vaginaku saat Pak Budi melepaskan orgasmenya.
Cukup lama kami berpelukan, posisi batang kemaluan Pak Budi masih tertancap di dalam liang vaginaku, kurasakan batang kemaluan Pak Budi pelan-pelan kembali mengecil seukuran normal di dalam liang vaginaku. Cairan birahi kami berdua yang bercampur di dalam liang vaginaku merembes keluar melalui celah lipatan bibir vaginaku, belakangan baru kutahu diantara rembesan tersebut ada darah merah.
Selamat tinggal mahkotaku, demikian bisikku dalam hati sambil mencium bibir Pak Budi, orang pertama yang memberikan kepuasan sejati padaku.
Aku berkaca dan melihat tubuhku yang berubah menjadi merah, karena bekas hisapan-hisapan Pak Budi. Setelah mandi air hangat di rumah pak Budi, membersihkan badan dan bekas cairan hasil pergulatan kami. Aku diantar pulang Pak Budi jam 11.00 malam aku sampai di rumahku, orang tuaku tidak marah-marah setelah mengetahui Pak Budi adalah dosen di kampusku. Mereka mengira ada kegiatan kampus dan diantar oleh dosennya. Aku menuju ke kamar setelah Pak Budi berpamitan dengan orang tuaku. Di kamar aku tak bisa tidur membayangkan kenikmatan sambil senyum-senyum sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar