Rabu, 28 Desember 2011

Sperma Mertua di Hari Pernikahan


Tokoh utama :
  1. Rina
  2. Darma

Tokoh Figuran :
  • Hans

Rina mematut diri di depan cermin. Ini adalah hari yang paling di nantikannya, hari pernikahannya. Ada banyak alasan kenapa akhirnya dia bersedia menikah dengan Hans. Dan seks adalah salah satunya, meskipun Hans hanya mempunyai sebuah penis yang kecil saja. Namun seks dengan lelaki lain menjadi jauh lebih menyenangkan meskipun sejak Hans telah menyematkan sebuah cincin berlian di jarinya. Dia merasa bersalah dan membutuhkannya dalam waktu yang bersamaan, setiap kali dia merasakan cincin tersebut di jarinya saat lelaki lain sedang meyetubuhi vaginanya yang dijanjikannya hanya untuk Hans.


Dia ingat saat malam dimana Hans melamarnya. Dia tersenyum, mengangguk dan berkata ‘ya’, menciumnya dan menikmati bagaimana nyamannya rasa memakai cincin berlian yang sangat mahal tersebut. Dan setelah makan malam bersama Hans itu, dia
diantar pulang, begitu mobil Hans hilang dari pandangan, ia langsung masuk ke rumah kontrakannya. Di sana sudah ada Darma, ayah dari Hans, dia tahu lelaki di hadapannya ini sangat merangsangnya - beberapa bulan belakangan ini dia telah berusaha untuk menggodanya, dan dia pernah mendengar lelaki ini melakukan masturbasi di kamar mandi saat dia datang berkunjung ke rumah Hans, menyebut namanya. Rina tahu pasti Darma akan menggodanya lagi untuk agar akhirnya mau bersetubuh dengannya. Rina menunggu perbuatan Darma setelah tanpa mengenakan selembar pakaianpun untuk menutupi tubuhnya , karena satu per satu telah dilepas dan dibuang ke sudut ruangan oleh Darma, cincin berlian yang baru saja diberikan oleh Hans adalah satu-satunya benda yang melekati tubuh telanjangnya. Ada desiran aneh terasa saat matanya menangkap kilauan cincin berlian itu waktu tangannya menggenggam penis gemuk Darma. Tubuhnya tergetar oleh gairah liar saat tangannya mencakup kedua payudaranya dengan sperma Darma yang melumuri cincin itu. Dan orgasme yang diraihnya malam itu, yang tentu saja bersama lelaki lain selain tunangannya, calon mertua, sangat hebat - tangan yang tak dilingkari cincin menggosok kelentitnya dengan cepat sedangkan dia menjilati sperma Darma yang berada di cincin berliannya. Dia menjadi ketagihan dengan hal ini dan berencana akan melakukannya lagi nanti pada waktu upacara perkawinannya nanti.

Saat ini, dia memandangi pantulan dirinya di dalam cermin mengenakan gaun pengantinnya. Dia terlihat menawan, dan dia sadar akan hal itu. Rina tersenyum. Dia membayangkan nanti pada upacara pernikahannya,
Darma, calon mertua akan hadir dan akan memenuhi fantasi liarnya. Vaginanya berdenyut, dan dia membayangkan apa yang akan dilakukannya untuk membuat hari ini lebih komplit dan sempurna, saat lonceng berbunyi nanti.

Saat dia membuka pintu, ayah Hans, Darma, sedang berdiri di sana, bersiap untuk menjemputnya dan mengantarnya ke gereja. Rina menarik nafas dalam-dalam. Dia tersenyum lebar saat menangkap mata Darma yang manatap tubuhnya yang dibalut gaun pengantin ketat untuk beberapa saat.

“Ayah” tegurnya, dan memberinya sebuah ciuman kecil di pipinya. Parfumnya yang menggoda menyelimuti penciuman Darma.

“Ayah datang terlalu cepat, aku belum siap. Tapi ayah dapat membantuku.” Digenggamnya tangan Darma dan menariknya masuk ke dalam rumah kontrakannya, tempat yang akan segera ditinggalkannya nanti setelah menikah dengan Hans.

Darma mengikutinya dengan dada yang ber
debar kencang. Ini adalah saat yang diimpikannya. Dia heran bagaimana anaknya yang pemalu dan bisa dikatakan kurang pergaulan itu dapat menikahi seorang wanita cantik dan menggoda seperti ini, tapi dia senang karena nantinya dia akan mempunyai lebih banyak waktu lagi untuk berdekatan dengan wanita ini.
“Apa yang bisa ku bantu?”
Rina berhenti di ruang tengahnya yang nyaman lalu duduk di sebuah meja.
“Aku belum memasang kaitan stockingku… dan sekarang, dengan pakaian ini… aku kesulitan untuk memasangnya.”

Suaranya terdengar manis, tapi matanya berkilat liar menggoda. Diangkatnya tepian gaun pengantinnya, kakinya yang dibungkus dengan stocking putih dan sepatu bertumit tinggi langsung terpampang.
“Bisakah ayah membantuku memasangnya?”

Darma
segera mengiyakan tanpa menunggu permintaan kedua. Jantungnya berdetak semakin cepat. Ini sebuah ‘undangan’ untuk sesuatu yang lain lagi, dan untuk memenuhi janji mereka. Dia mengangguk.
“Oh, tentu…” dia berlutut di hadapan calon istri anaknya dan bergerak meraih kaitan stockingnya. Jemarinya sedikit gemetar saat Rina dengan pelan mengangkat kakinya . Darma berusaha untuk memasangkan kaitan stocking itu.

Rina menggigit bibir bawahnya menggoda, dan lebih menaikkan gaunnya, menampakkan paha panjangnya yang dibalut stocking putih.
Rina dapat merasakan sebuah perasaan yang tak asing mulai bergejolak dalam dadanya., sebuah tekanan nikmat yang membuat nafasnya semakin sesak, membuat nafasnya semakin memburu, dan membuatnya semakin melebarkan kakinya. Dia dapat merasakan cairannya mulai membasahi. Karena Darma tidak memasangnya, namun malah melepaskannya satu per satu stockingnya.

“Ayah, seharusnya
dipasang bukan dilepas…” tangan calon ayah mertuanya sudah merayap menyentuh dibawah vaginanya membuatnya menjadi berdenyut dengan liar.

Tangan Darma me
raba-raba paha bagian dalam Rina semakin ke atas saat calon istri anaknya meneruskan mengangkat gaun pengantinnya semakin naik. Dia menelan ludah membasahi tenggorokannya yang terasa kering saat Darma dapat mencium aroma dari vagina Rina, yang membuat jantungnya seakan hendak melompat keluar dari dadanya. Tangannya berhenti, dan dia merasakan bagian gaun pengantin itu terjatuh saat Rina melepaskan sebelah pegangannya untuk meraih bagian belakang kepalanya dan mengarahkan wajah ayah calon suaminya mendekat ke vaginanya, dan Darma menemukan tak ada celana dalam yang terpasang di sana.

Rina melenguh dan memejamkan matanya saat harapannya terkabul. Darma tak memprotes atau menolaknya, lidahnya menjilat tepat pada bibir vaginanya, dan Rina semakin basah dengan cairan gairahnya. Dengan sebelah tangan yang masih menahan gaun pengantinnya ke atas, dan yang satunya lagi menekan wajah calon mertuanya ke vaginanya yang terbakar, dia mulai menggoyangkannya perlahan. Ini serasa di surga, dan menyadari apa yang diperbuatnya tepat di hari pernikahannya membuat tubuhnya semakin menggelinjang. Dia mengerang saat lidah Darma memasuki lubangnya, dan lidah itu mulai bergerak, menghisap bibir vaginanya, menjilati kelentitnya, wajah Darma belepotan dengan cairan kewanitaan calon istri anaknya di ruang tengah rumah kontrakannya.

Semakin Rina menggelinjang, semakin keras pula Darma menghisapnya.
“Oh ya ayah… jilat vaginaku… buat aku orgasme sebelum aku mengucapkan janjiku pada putramu… kumohon…” perasaan salah akan apa yang mereka perbuat membuat Rina dengan cepat meraih orgasmenya, dan hampir saja dia rubuh menimpa Darma. Ini bukan seperti orgasme yang biasa diraihnya, ini seperti rangkaian ombak yang menggulung tubuhnya, merenggut setiap sel kenikmatan dari dalam tubuhnya.

Cairan Rina terasa nikmat pada lidah Darma, dia menjilat dan menghisap vaginanya seperti seorang lelaki yang kehausan. Penisnya terasa sakit dalam celananya, cairan pre cum nya membasahi bagian depan tuxedonya.

Rina kembali menggelinjang, lalu dengan pelan bergerak mundur, membiarkan gaun pengantinnya menutupi ayah Hans. Lalu dia membuka resleting di bagian belakang gaunnya dan membiarkannya jatuh menuruni tubuhnya. Dia melangkah keluar dari tumpukan gaun pengantinnya yang tergeletak di atas lantai, hanya mengenakan sepatu bertumit tingginya dan bra. Rina tersenyum padanya, vaginanya berkilat dengan cairannya.

“Aku akan ke kamar mandi untuk membetulkan make-up, kalau ayah memerlukan sesuatu…” dia berkata dengan mengedipkan matanya. Darma menatapnya melenggang dan menghilang di balik pintu, begitu feminim dan menggoda. Hanya beberapa detik kemudian dia menyusulnya.

Saat dia memasuki kamar mandi dan berdiri di depan sebuah cermin di atas washtafel, dan sudah mengenakan sebuah celana dalam berwana putih. Darma tahu kalau ini adalah salah satu godaannya yang manis, dan dia telah siap untuk bermain bersamanya.

Rina melihatnya masuk, dan dengan sebuah gerakan yang cantik membuka lebar pahanya. Darma melangkah ke belakangnya, mata mereka saling terkunci dalam masing-masing bayangannya dalam cermin. Tangan Darma bergerak ke bagian depan tubuhnya, menggenggam payudaranya yang masih ditutupi bra. Rina tersenyum.
“Tapi ayah, bukankah ini tak layak dilakukan oleh seorang ayah calon pengantin pria?”

Darma memandangi bagaimana bibir Rina yang membuka saat bicara, mendengarkan hembusan hangat nafasnya, seiring dengan tangannya yang meremasi payudaranya dalam balutan bra.
“Tak se layak apa yang akan kulakukan padamu.”

Rina menggigit bibirnya dan mendorong pantatnya menekan penisnya yang mengeras.
“Aku nggak sabar,” bisik
Darma.

Sejenak kemudian Rina merasakan tangan calon ayah mertuanya berada di belakangnya saat dia melepaskan sabuk dan membiarkan celananya jatuh turun. Dengan mudah tangan Darma menarik celana dalamnya ke samping. Rina menarik nafas dalam-dalam saat dia merasakan daging kepala penisnya menekan bibir vaginanya yang masih basah.. Dia mengerang dan memegangi tepian washtafel saat dengan perlahan Darma mulai mendorongkan batang penis itu memasukinya. Rina merasakan bibir vaginanya menjadi terdorong ke dalam, merasakan dinding bagian dalamnya melebar untuk menerimanya.

“Apa ini terasa lebih baik dari penis put
raku?” Darma tersenyum puas. Dia tahu se berapa ukuran penis putranya, dan dia yakin kalau putranya mewarisinya dari garis ibunya. Vagina calon istri putranya terasa sangat menakjubkan pada batang penisnya, dengan cepat dia sadar kalau dia layak untuk menyetubuhi calon menantunya lebih sering dibandingkan putranya. Dan dia mendapatkan firasat kalau dia bisa melakukannya kapanpun mereka memiliki kesempatan.

“Oh
…. aahhh!!! Ya Ayah… ayo… beri aku yang terbaik untuk merayakan pernikahanku dengan putra kecilmu.” Rina lebih membungkuk ke bawah, dan merasakan tangan Darma pada pinggulnya. Darma mencengkeramnya dengan erat dan mulai memompanya keluar masuk. Mereka sadar akan terlambat menghadiri upacara pernikahan, tapi Darma memastikan vagina sang mempelai wanita benar-benar berdenyut menghisap sehabis persetubuhan keras yang lama. Rina mengerang dan menjerit dan bergoyang pada batang penis itu, mengimbangi gerakannya. Mereka saling memandangi bayangan mereka berdua di dalam cermin saat menyalurkan nafsu terlarang mereka.

Rina merasa teramat sangat nakal, disetubuhi dengan layak dan keras oleh ayah calon suaminya tepat sebelum upacara pernikahannya. Darma merasakan vaginanya mengencang pada batang penisnya, dan kali ini, dia merasa seluruh tubuh Rina mengejang sepanjang orgasmenya. Wanita ini adalah pemandangan terindah yang pernah disaksikannya, punggungnya melengkung ke belakang ke arahnya seperti sebuah busur panah yang direntangkan, matanya melotot indah, mulutnya ternganga dalam lenguhan bisu. Darma bahkan dapat merasakan pancaran dari orgasmenya menjalari batang penisnya saat dia tetap menyetubuhinya.

Dia telah membuatnya mendapatkan orgasme seperti ini selama tiga kali, hingga
Rina nyaris rubuh di atas washtafel, menerima hentakan Darma, vaginanya hampir terasa kelelahan untuk orgasme lagi. Tapi Darma tahu bagaimana membawanya ke sana.

“Kamu mengharapkan spermaku, iya kan, Rina? Kamu ingin agar aku mengisimu dan membuat vaginamu terlumuri spermaku yang sudah mengering saat berjalan di altar pernikahanmu, benar kan?”

“Oh ya… yaaa!” sang pengantin wanita mulai kesulitan bernafas, dan Darma dapat merasakan
vaginanya menyempit. Darma melesakkan batang penisnya sedalam yang dia mampu, dengan setiap dorongan yang keras, dan segera saja dia merasakan sensasi terbakar itu – dan Darma tahu dia tak mampu menahannya lebih lama lagi. Tepat saat penisnya melesak jauh ke dalam vagina calon istri putranya, menyemburlah cairan sperma yang banyak ke dalam kandungannya, dia merasakan tubuh Rina menegang dan orgasme untuk sekali lagi. Dua kelamin yang saling berkedut.

Dicabutnya batang penisnya keluar, menyaksikan lelehan sperma yang mengalir turun di pahanya. Darma tersenyum.
“Aku akan menunggu di mobil, Rina…”

Perlahan Rina bangkit, masih menggelenyar karena sensasi itu, wajahnya memerah, lututnya lemah, vaginanya berdenyut dan bocor.
“Mmm, baiklah ayah.”

Dia memutuskan untuk melakukan ‘tradisinya’ dan dan mengorek sperma ayah Hans dari pahanya dengan jari tangan kirinya yang dilingkari oleh cincin berlian pemberian Hans.

Saat Darma melihat mempelai wanita putranya masuk ke dalam mobil, sudah rapi dan bersih, terlihat segar serta berbinar wajahnya dan siap untuk upacara pernikahan, sedangkan bayangannya yang terpantul dari kaca mobil adalah saat Rina memandang tepat di matanya dan menjilat spermanya dari cincin berlian pemberian putranya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar