Seperti yang pernah
aku ceritakan pada kisah sebelumnya, aku sudah sangat sering berhubungan badan
dengan adik laki-lakiku. Namun kali ini aku melakukannya dengan anggota
keluargaku yang lain, yaitu Ayah kandungku sendiri! Aku sadar kalau perbuatan
ini sangat salah. Tetapi aku tidak tahu harus bagaimana lagi, karena kini sudah
tidak ada yang dapat aku lakukan untuk dapat merubah semuanya. Seperti kata
pepatah ‘Nasi sudah menjadi bubur’.
Mungkin ada yang
masih ingat kalau aku adalah gadis keturunan Betawi dan Sunda? Ayahku memang
berasal dari Jakarta. Walaupun perawakan Ayahku tidak tinggi besar, namun
karena wajah beliau yang tegas, orang lain menjadi segan dengannya. Apalagi
saat kumis Ayah masih sengaja dibiarkan tumbuh panjang yang tentu saja
membuatnya menjadi terlihat semakin seram. Beberapa komentar dari mantan pacar
maupun teman-temanku yang sudah pernah melihat Ayah membuatku semakin yakin
kalau beliau cukup menakutkan.
Sudah sekitar 2 bulan
ini aku tidak bekerja lagi karena
di kantorku sedang ada pengurangan karyawan.
Setelah berhenti bekerja, aku hanya mengisi waktu luangku dengan melamar
pekerjaan serta membantu Ibu di rumah. Sementara itu sekitar 2 minggu lagi aku
juga berencana akan segera melangsungkan pernikahan dengan pacarku yang
sekarang. Tentu saja hal ini membuatku cukup sibuk sehingga aku tidak terlalu
mengambil pusing lagi memikirkan sulitnya mencari pekerjaan.
Hari itu hanya ada
aku di rumah, Ayahku sedang ada urusan penting, sedangkan Ibu pergi berbelanja
kebutuhan pokok. Begitu juga dengan adik-adikku, ada yang sedang kerja maupun
kuliah. Karena cuaca hari itu cukup panas aku memutuskan untuk mandi. Dengan
segera aku mengambil handuk dari kamarku lalu menuju ke kamar mandi. Setelah
melepas pakaian yang menempel satu-persatu, aku mulai membersihkan seluruh
permukaan tubuhku hingga kembali harum dan segar.
Kira-kira setengah jam aku berada di kamar mandi. Karena
tidak ada orang lain lagi di rumah, dengan hanya mengenakan handuk aku segera
menuju ke kamar tidur untuk berganti pakaian. Namun baru berjalan beberapa
langkah, samar-samar aku mendengar suara pintu depan diketuk oleh seseorang.
‘Tok… Tok… Tok…’
terdengar lagi suara ketukan tetapi kali ini lebih keras.
“Aduh… Siapa sih?”
tanyaku dalam hati.
“Tin bukain
pintunya…! Ini Ayah…!” terdengar suara pria yang ternyata adalah Ayahku.
Karena belum sempat
berganti pakaian, dengan hanya masih memakai handuk aku langsung membukakan
pintu untuk Ayahku.
“Kok cepet sih
pulangnya Yah?” tanyaku heran ketika aku sudah membukakan pintu.
“Udah selesai kok
urusannya…” jelas Ayah singkat.
“Oh gitu? Ya udah
Ayah istirahat dulu sana…” kataku sambil menutup pintu lalu menguncinya
kembali.
Setelah yakin pintu
depan sudah dalam keadaan terkunci, aku pun segera beranjak ke kamar untuk
berganti pakaian karena takut masuk angin. Ketika sudah berada di kamar aku
mengambil pakaian dari dalam lemari. Baru saja aku bersiap untuk melepas
handukku, tiba-tiba saja terdengar suara pintu kamarku dibuka. Tentu saja aku
kaget karena ketika membalikkan tubuh rupanya Ayahku sudah berada di dalam
kamar.
“Ayah kok masuk nggak
ketok pintu dulu sih!?” aku setengah membentak ke Ayahku.
“Ma-maaf Tin… Ayah
cuma mau tanya Ibu udah pulang apa belum?” tanya Ayah yang kemudian langsung
duduk di atas tempat tidurku.
Tidak biasanya Ayah
masuk ke kamarku dengan tiba-tiba, apalagi tanpa mengetuk pintu terlebih
dahulu. Akhirnya handuk yang tadinya sudah siap untuk kulepas, aku kencangkan
lagi ikatannya.
“Belum Yah…” jawabku
seadanya.
“Kok tumben sih belum
pulang?” tanya Ayah yang kali ini sambil memandangi tubuhku.
“Nggak tau deh…
Emangnya kenapa sih Yah? Baru ditinggal sebentar udah kangen aja sama Ibu…”
kataku bercanda.
“Hehehe… Bisa aja
anak Ayah yang satu ini…” Ayah tertawa mendengar ucapanku.
Namun setelah
percakapan itu suasana menjadi sepi. Bukan karena tidak tahu harus berbicara
apa, tetapi keberadaan aku dan Ayah di kamar ini. Selain karena hanya ada kami
berdua, kondisi tubuhku yang masih memakai handuk juga menambah ketidaknyamanan
di dalam ruangan ini.
“Tin… Sini duduk di
sebelah Ayah…” tiba-tiba Ayahku berkata sambil menunjuk tempat di sebelahnya.
Tanpa ada perasaan
curiga sama sekali, aku pun menuruti permintaan Ayah karena merasa beliau ingin
membicarakan sesuatu yang sangat penting denganku.
“Tin… Sebentar lagi
kan kamu nikah…” kata Ayah serius.
“Iya Yah…! Ayah
seneng kan Titin akhirnya nikah?” tanyaku memotong perkataan Ayah.
“Ayah seneng kok Tin…
Tapi sebenernya Ayah sedikit nggak rela kalo anak kesayangan Ayah diambil orang
lain…” lanjut Ayah dengan raut wajah sedih.
“Ya ampun…! Ayah
tenang aja deh… Titin tuh milik Ayah dan akan seterusnya kayak gitu kok…”
jawabku berusaha menenangkan Ayah.
“Ka-kalo begitu… Ti-Titin
mau kan bersetubuh sama Ayah?” tanya Ayahku dengan terbata-bata.
“A-ayaah…!! Ayah
ngomong apa sih!?” aku sungguh marah sekaligus bingung mendengar permintaan
Ayah barusan.
“Tin… Ayah sayang
Titin… Sebelum kamu nikah, Ayah pengen banget bisa bersetubuh sama kamu…” ucap
Ayah yang membuatku yakin kalau aku tidak salah dengar.
“…………” tenggorokanku
terasa seperti tersendat dan tidak dapat berkata apa-apa lagi.
Seolah tidak ingin
menunggu jawaban dariku, tangan kanan Ayah mulai memegang daguku. Sementara
tangannya yang sebelah lagi menggenggam tanganku, yang masih dalam keadaan
memegang handuk, dengan penuh kehangatan. Ayah mengangkat daguku hingga
kepalaku menengadah tepat ke arah wajahnya. Kulihat pancaran kedua mata Ayah
begitu penuh kasih sayang, namun bukan seperti tatapan sayang orangtua kepada
anaknya, melainkan layaknya seorang pria memandangi kekasihnya.
Aku hanya diam saja
diperlakukan seperti ini. Belum sempat aku berpikir atau berbuat sesuatu, tiba
tiba wajah Ayah sudah berada sangat dekat dengan wajahku hingga membuatku
menahan nafas. Kepalanya perlahan turun dan mengecup bibirku. Cukup lama Ayah
mengulum bibir mungilku. Perlahan tetapi pasti, aku mulai gelisah. Birahiku
mulai naik. Tanpa kusadari kuikuti saja kemauan Ayahku ini.
“Aaaaah…” aku
mendesah sangat pelan sehingga nyaris tidak terdengar.
Setelah beberapa
lama, kini aku antara pasrah dan menikmati cumbuan ini. Tiba-tiba saja bibirku
diciumi Ayah dengan nafsu. Aku sudah tak bisa berpikir jernih lagi. Dengan
memejamkan mata, aku langsung membalas ciuman Ayahku dengan liar. Kami berdua
pun saling bertukar ludah dengan panas.
Nafsu birahiku mulai
tidak dapat tertahan ketika tangan kiri Ayah menyentuh payudaraku dan melakukan
remasan lembut. Tidak hanya bibirku yang dijamah bibir Ayah. Leher mulusku pun
tidak luput dari sentuhan Ayah. Bibir tersebut kemudian beranjak naik ke
telingaku. Jantungku berdetak kencang dan wajahku terasa panas.
“Mmmmh… Yaaaaah…”
desahku ketika lidah Ayah mulai bermain di belakang telingaku.
Ayah kemudian
membaringkan tubuhku di atas kasur tempat tidurku agar posisiku dapat lebih
nyaman.
“Yaah jangaaaaan…!
Na-nantiii ketahuaaan Ibuuu…!” aku mencoba untuk menolak keinginan Ayah
walaupun di dalam hati aku juga sangat menginginkannya.
Tetapi Ayah yang
sudah dikuasai hawa nafsu tidak menanggapi perkataanku sama sekali. Saat ini
aku tidaklah seperti seorang putri kecil lagi bagi Ayah, melainkan sebagai
objek pelampiasan nafsu birahinya. Sambil menindih tubuhku, bibirku diciuminya
lagi. Tidak lama kemudian handuk yang melilit di tubuhku disingkapkannya, sehingga
tubuhku kini dalam keadaan tanpa penutup sama sekali.
“Badan Titin harum
bangeeet…” bisik Ayah mesra.
Ayah tidak
puas-puasnya memandang dan menciumi tubuhku. Apalagi kulit putih halus yang
membalut tubuhku semakin meningkatkan hawa nafsunya. Sehingga begitu
pandangannya mengarah ke payudaraku, tangan Ayah mulai membelainya. Jari-jari
kasarnya menjepit dan meremas-remas putingku, perlahan namun sama nikmatnya
dengan remasan yang kuat dan keras.
“Mmmmmmh…” aku
mendesah nikmat.
Sementara tangan Ayah
mulai mengelus-elus pahaku yang mulus dan putih. Kedua putingku kemudian
dikulumnya bergantian antara kiri dan kanan.
“Yaaaah… Ooooohh…”
desahku lagi ketika kumis tipis milik Ayah menggesek dadaku.
“Ayah sayang kamu
Tin…” kata Ayah sambil memandangku, kali ini dengan tatapan yang sangat aneh.
“Yaaah… Teee… Mmmm…”
belum selesai aku berbicara bibir Ayah kembali mengulum bibirku.
Sewaktu Ayah mencium
bibirku dengan memasukkan lidahnya, aku tidak tinggal diam. Dengan panasnya
kami saling beradu lidah. Ayah sungguh pintar membuatku terhanyut sehingga saat
ini aku sudah tidak memikirkan lagi bahwa perbuatan yang sedang kulakukan
adalah sebuah dosa besar. Yang dapat kulakukan saat itu adalah memalingkan
wajah ke samping karena merasa malu dapat terangsang oleh permainan Ayah
kandungku sendiri.
Tidak puas hanya
bermain dengan bibir dan payudaraku saja, kini bibir Ayah mulai turun ke perut
dan berhenti di vaginaku. Aku semakin terangsang ketika bibir Ayah mencium
bibir vaginaku. Lidah Ayah kemudian kembali ke atas menghisap putting susuku.
Aku juga dapat merasakan hembusan nafas Ayah menerpa dadaku yang semakin
menambah sensasi nikmat.
Sesaat kemudian Ayah mulai membuka seluruh pakaiannya yang
masih dalam keadaan lengkap seperti ketika beliau pergi tadi, hingga kini kami
berdua sudah dalam keadaan telanjang. Ayah lalu mengambil posisi berlutut di
antara tubuhku yang telanjang. Merinding juga aku melihat batang kemaluan Ayah
yang sangat besar dan masih terlihat perkasa.
Ayah yang seakan tidak memperdulikan kondisiku, mengambil
posisi tepat di atas tubuhku sambil mencium bibirku dengan ganas. Kemudian Ayah
mengarahkan penisnya yang sudah ngacung lurus ke liang vaginaku. Aku sungguh
tegang ketika melihat penis Ayah menempel di vaginaku dan mencoba untuk masuk.
Walaupun aku memang sudah tidak perawan lagi, namun penis Ayah terlihat
kesulitan menjebol vaginaku yang masih sempit.
“Aaaaaaah…
Ayaaaaaaah…!!” aku merintih ketika kepala penis milik Ayah menggesek-gesek
klitorisku.
Perlahan kedua kakiku
mulai melebar karena rangsangan dari lidah Ayah yang sedang memainkan pentil
susuku dan kepala penisnya di klitorisku. Tubuhku terasa ingin terbang ketika
merasakan jari-jari Ayah ikut bermain di dalam vaginaku. Aku dapat merasakan
permukaan vaginaku mulai basah pada bagian belahannya, bukan hanya karena air mandi
tadi, namun karena rangsangan yang terus-menerus diberikan oleh beliau.
Setelah beberapa lama
aku pun mulai memiliki keberanian untuk melihat ke bawah dimana selangkanganku
sedang diuyel-uyel kepala penis Ayahku. Sungguh lihai Ayah merangsang seorang
wanita sepertiku sampai membuat kakiku mengejang hebat. Ujung penis Ayah
bergerak lincah, memutari vaginaku.
Akibatnya beberapa
menit kemudian tubuhku mulai mengejang, lalu aku dapat merasakan dari dalam vaginaku
ada sesuatu yang mengalir dengan kuat dan siap untuk dikeluarkan.
Kemudian Ayah dengan sengaja menghentikan jilatannya untuk
mengamati lendir vaginaku yang keluar dalam jumlah banyak sehingga sampai membasahi
sekitar vaginaku. Sebuah senyum mesum terpancar pada wajah tua beliau.
Sepertinya Ayah senang sekali karena berhasil membuat putri kandungnya horney
terangsang tingkat tinggi.
“Aaaaaahh… Ayaaaaahhh…!!!! Aaaaaaaaahhhh…” aku memekik
panjang ketika dengan tiba-tiba Ayah menghujamkan penisnya dengan kuat.
“Yaaah…!! Aaaaaah…
Pelaaan-pelaaaaan…!! Oooohh… Aaaaaah…” teriakku merasa kesakitan ketika penis
Ayah mulai keluar masuk vaginaku tanpa kendali.
Ternyata Ayah sama
sekali tidak menghiraukan jeritanku agar beliau menyutubuhiku dengan sedikit lembut.
Seakan sudah lupa daratan, Ayah malah semakin buas bermain di kemaluanku. Aku
hanya dapat memejamkan mata serta menggigit pelan bibirku untuk menahan rasa
sakit yang timbul dari dalam vaginaku. Lambat laun rasa sakit yang kurasakan
mulai hilang dan berganti dengan nikmat yang luar biasa.
“Ayaaahh…!!
Aaaaaahhh… Teruuus Yaaaah…!! Enaaaaak… Aaaaaah…” desahku yang mulai dapat
beradaptasi dengan permainan kasar Ayah.
Aku sungguh tidak
kuasa untuk menahan rintihan setiap kali Ayah menggerakkan pantatnya ke arah
vaginaku. Gesekan demi gesekan penis Ayah pada dinding dalam liang senggamaku
sungguh membuatku terangsang. Pinggulku juga ikut menggeliat-geliat menikmati
tusukan-tusukan dari penis Ayah. Dapat aku lihat bagaimana batang penis
tersebut keluar masuk vaginaku. Bahkan aku selalu menahan nafas ketika penis
milik Ayah masuk ke dalam kemaluanku yang hampir tidak dapat menampung
ukurannya yang besar itu.
“Oooohh… Enaaaaak
bangeeet Tiiin…!! Aaaaah… Aaaaaah…” kata Ayah di sela-sela persetubuhan kami.
“Titiin jugaa
ngerasaaa enaaaak Yaah…! Teruuus Yaaah…!! Nikmatiiin Titiiiin semaaauu
Ayaaah…!” aku berteriak sangat kencang tanpa memikirkan kalau suaraku bisa saja
terdengar oleh orang lain.
“Arrgggghhh… Enaak
bangeet memek Titin… Hhmmm… Jauh lebih enaak dari Ibu kamu…” kata Ayah sambil
menikmati hangatmya vaginaku yang sempit.
Dengan mata terpejam
aku mulai menikmati batang penis Ayah di dalam vaginaku. Namun karena ukuran
penis Ayah sangat panjang, maka terasa penuh ruang vaginaku dan dinding
vaginaku mampu menggenggam batang penis Ayahku. Perlahan aku menggoyang
pinggulku merespon gerakan keluar masuk penis tersebut. Sesekali aku membuat
gerakan memutar yang membuat Ayah menggelinjang nikmat.
“Ooooh… Enaaaaak Tiiinn…!!”
kata Ayah ketika penisnya di dalam tubuhku.
Mungkin karena Ayah sudah tidak dapat tahan
lagi dengan perlakuanku terhadap penisnya, dengan gagah perkasa beliau memompa penisnya
dengan kecepatan tinggi.
“Ayaaaaaah…
Teruuuss…!! Ooooooh… Enaaaaaaaaak…!!!” teriakku.
Karena aku sudah
cukup berpengalaman dalam seks, Ayahku sangat tahu titik-titik kelemahan wanita
sehingga aku bias menikmati goyangan Penis Ayah yang berukuran besar keluar
masuk di dalam vaginaku. Sesekali aku memeluk tubuhnya dengan kuat sekaligus
menggigit pundaknya. Aku terus menikmati
dan menekan pantat Ayahku dengan kedua kaki supaya batang penis Ayah yang
terasa sesak di dalam vaginaku. Benda itu bergetar ketika berdiam di dalam
vaginaku. Ayahku tahu kondisiku yang hamper mencapai klimak, goyangan tidak
lagi turun naik tetapi gerakan memutar, sehingga aku merasa keenakan bersetubuh.
“Mmmmhh… Kamuu menikmati
ya Tiiinn…!!” tanya Ayah sambil mengelus rambutku.
“… Hhhmmmm…” Aku tak
kuasa menjawab, pokoknya sekarang aku masih menikmati penis milik Ayah.
“Uuuuhh… Enaaak
bangeeeet Tiin… memek kamu… Iyaaaah… Mmmmm…” Ayah mengerang sambil memegangi
kepalaku.
“Ayaaah… Tiitiiiinn
pengeeeen …!! Aaaaaaah… Aaarrrrrrgggghhh…!!” teriak ku karena sudah ingin
mencapai orgasme.
‘Creeeeett…
Creeeeeettt… Creeeeeeettt…’ tidak lama kemudian jebollah pertahananku menikmati
penis Ayahku di dalam vaginaku.
“Oooohh… Titiiiiin
nyampeeee Yaaaah…!! Ooooooohh…” aku mengerang panjang dalam orgasme pertamaku
ini.
Ayah sangat
pengertian, penisnya yang masih tegang dibiarkan terbenam. Ayah tidak menarik
penisnya dari vaginaku. Aku memanfaatkan waktu ini untuk beristirahat sebentar
karena kelelahan beberapa menit untuk mengumpulkan tenagaku lagi. Aku dan Ayah
menghimpun kembali tenaga yang cukup terkuras.
Baru beristirahat
sebentar nafsu Ayah sudah sudah bangkit lagi “Tin lanjutin lagi yuk…” pinta
beliau.
Ayah lalu memintaku
untuk tengkurep dalam posisi nungging. Tanpa perlu diperintah lagi, aku
membungkukkan tubuhku dan penis milik Ayah masuk kembali ke liang kenikmatan.
Ayah terus bergoyang
sementara aku tengkurep, membuat kami nyaman berada dalam posisi ini. Untuk
beberapa saat hanya suara desah nafas dan kecipak antara tubuh Ayah dan tubuhku
saja yang terdengar di dalam ruangan ini.
“Enak ya Tin? …
Mmmmmh…” tanyanya sambil terus menggoyang penisnya keluar masuk di vaginaku.
“Iyaaaah… Enaaaaak
bangeeeet Yaaah…!! Oooooh…” berulangkali aku melenguh dan mendesah dibuatnya.
Terus terang gaya ini
jelas jauh lebih nikmat dari sebelumnya karena aku juga dapat merasakan penis
Ayah menusuk titik G-spotku. Sementara aku merasakan tangan Ayah meremas-remas
payudaraku sementara penisnya bekerja di vaginaku. Penis tersebut kemudian
membuat gerakan memutar di dalam liang vaginaku. Tidak sampai di situ saja, penis
Ayah dikeluarmasukkan lebih dalam ke vaginaku sedangkan jari-jarinya yang lain
mengelus-elus klitorisku.
Dan satu hal yang
membuatku semakin melayang adalah saat lidah Ayah juga turut menjilati pentil
susuku. Sungguh suatu sensasi yang hebat sampai pinggulku turut bergoyang
menikmatinya dan sekaligus semakin membuatku melayang menikmati penis milik
Ayah.
“Yaaah…! Titiiinn
udaah nggaaak tahaaan…!” kataku kepada Ayah.
“mmmmmhhh… Sabaaar Tiiiin…
Tahaaan duluuu…! Kitaa nyampe barengaaan…!!” ucap Ayah yang tetap menusuk
vaginaku.
“Akkkhhhhh… Titiiiin …
ngga … kua.. AAAAAARRRRGGGHHH…!!” karena sudah tidak kuat lagi akhirnya
vaginaku kembali mengeluarkan cairan.
Akibat merasa sangat
lelah karena sudah mencapai orgasme dua kali, kali ini aku yang merobohkan
tubuhku dengan terlentang, penis Ayah terlepas dari cengkraman vaginaku.
Sementara Ayah yang mungkin masih merasa tanggung karena belum mencapai klimaks
mulai berdiri di depanku. Matanya dengan tajam memandang ke arah kemaluanku.
Aku juga dapat mendengar nafas Ayah demikian memburu karena birahi beliau yang
belum terlampiaskan seluruhnya.
“Yah nanti dulu…
Titin masih capek nih…” pintaku karena aku sudah mengerti yang diinginkan oleh
Ayah saat ini.
Ayah yang seakan
tidak memperdulikan kondisiku, mengambil posisi tepat di atas tubuhku sambil
mencium bibirku dengan ganas. Kemudian Ayah mengarahkan penisnya lagi ke liang
vaginaku. Aku pasrah saja menerima penis Ayah masuk ke vaginaku yang masih
sempit.
“Aaaaaaah…
Ayaaaaaaah…!!” aku merintih ketika kepala penis milik Ayah mengoyak-ngoyak vaginaku.
Supaya lebih
memudahkan aksi Ayah, aku pun mulai membuka kedua pahaku lebar-lebar. Melihat
reaksiku, Ayah semakin berusaha menekan penis beliau ke dalam vaginaku.
Perlahan namun pasti penis tersebut mulai dapat masuk menembus vaginaku walau
baru setengahnya saja. Dengan tidak mengenal kata menyerah, Ayah terus mendorong
penisnya hingga benda yang kira-kira berukuran 18 cm itu mulai tenggelam di
dalam lubang vaginaku.
Ayah kemudian menempelkan kedua tangannya di dadaku lalu
meremas-remas payudaraku. Aku dapat merasakan putingku semakin mengeras.
Sodokan penis Ayah yang liar ditambah dengan remasan pada kedua payudaraku
tentu saja membuatku semakin menjerit-jerit.
“Aaaaah… Aaaaahhh…
Teruuuuus Yaaah…!! Puasiiin Titiiin… Aaaahhh…” jeritku seiring dengan irama
persetubuhan kami.
Kuakui Ayah sangat
berpengalaman dalam hal ini walaupun memang tidak banyak variasi yang dilakukan
oleh beliau. Makanya aku juga tidak heran kalau sekarang kedua orang tuaku
sudah memiliki 4 orang anak. Namun akhirnya kali ini aku juga dapat merasakan
kenikmatan seperti yang pernah dialami oleh Ibuku.
“Ayaaaaaah…! Ooooohh…
Titiiinnn sampai puncaka lagi…!!” aku melenguh kencang melepaskan segala
perasaan nikmat yang kurasa.
Tidak lama kemudian
aku dapat merasakan cukup banyak cairan vaginaku mengalir keluar dengan cepat.
Vaginaku yang sudah basah berulangkali diterobos oleh penis Ayah. Tidak jarang
payudaraku diremas-remas dan putingku dihisap. Mungkin karena sudah merasa
bosan dengan posisi ini, Ayah lalu membalikkan tubuhkulagi hingga sekarang aku
bertumpu dengan kedua lututku. Aku yang masih lemas hanya dapat mengikuti saja
kemauan Ayahku.
Dari arah belakang
Ayah kembali menusuk vaginaku. Tentu saja posisi seperti ini membuat sodokan
Ayah terasa semakin dalam dan nikmat. Dengan penis yang masih menusuk di dalam
vaginaku, Ayah mencium lembut leherku. Ayah membuatku semakin terangsang dengan
memegang-megang kedua payudaraku.
“Ooooohh… Ssssshhh…
Aaaaaaaahh…” aku mendesah-desah meresapi permainan ini.
Permainan Ayah
membuatku semakin terhanyut karena beliau memulai sodokannya dengan
genjotan-genjotan pelan, namun lama-kelamaan terasa kencang dan kasar sampai
tubuhku berguncang dengan hebatnya. Gesekan penis Ayah dengan dinding vaginaku
seperti menimbulkan getaran-getaran listrik yang membuat birahiku kembali
bangkit. Aku ikut menggoyangkan pantatku sehingga terdengar suara badan kami
beradu.
“Teruuus Tin…!!
Iyaaaa… Goyangiiin pantaaat kamuuu…!” kata Ayah sambil mempercepat dorongan
penisnya.
Suara tempat tidur
yang ikut bergoyang bercampur dengan erangan kami berdua. Tidak lama kemudian
aku kembali orgasme! Aku merasa lelah sekali karena selain baru saja mencapai
orgasme untuk yang kesekian kalinya, tubuhku pun mengeluarkan banyak sekali
keringat.
Lututku seketika
lemas sehingga kini aku berada dalam posisi tengkurap di ranjang. Posisi
tersebut membuat Ayah semakin beringas. Aku memberikan ruang dengan mengangkat
pantatku sedikit ke atas. Ayah semakin kuat menekan penisnya hingga tubuhku
semakin terhentak-hentak tidak karuan. Sementara itu, dapat kurasakan penis
Ayah mulai berdenyut-denyut kencang tanda beliau sudah akan mencapai orgasme.
Benar seperti
dugaanku, beberapa saat kemudian Ayah mengerang “Ooohh… Ayaah udaah mauuu
keluaaar Tiiiinn…!!”
“Jangaaaan keluaariin
di daleeem Yaaah…!! Mmmmhh… Aaaaahh !” jawabku karena takut hamil oleh Ayahku
sendiri.
Namun tidak seperti
perkiraanku bahwa Ayah akan mengeluarkan spermanya di dalam vaginaku, dengan
terburu-buru beliau justru mencabut penisnya. Kemudian sambil membalikkan
tubuhku, Ayah mengocok-ngocok penisnya sendiri hingga spermanya keluar dengan deras
sampai membasahi bagian perut dan dadaku. Sungguh pemandangan yang aneh melihat
seorang Ayah mengocok-ngocok penisnya di depan anaknya sendiri.
Ayah lalu memelukku sperma
Ayah dimana-mana ada di penisnya, ada di perutku, ada di dadaku. Dengan senang
hati akupun memeluk tubuh Ayahku. Akhirnya tubuh kami berpelukan, tubuhnya di
sebelah kananku. Harus kuakui sungguh hebat untuk pria seusia Ayah masih
memiliki stamina yang cukup kuat dan dapat membuatku orgasme hingga
berkali-kali.
“Heeeh… Heeeeh… Ti-Titin
ja-jangan bilang siapa-siapa yah…” kata Ayah dengan nafas yang
tersengal-sengal.
“Pasti dong Yah…!”
jawabku yakin karena aku juga tidak ingin hal ini sampai diketahui oleh orang
lain, terutama Ibu.
Di saat sedang
mengistirahatkan tubuh kami yang lelah dan penuh keringat, sempat terlintas di
pikiranku kalau beliau tidaklah seperti orang-orang yang pernah menikmati
tubuhku sebelumnya. Saat orang-orang tersebut, termasuk juga adik laki-lakiku,
ingin sekali memuntahkan sperma mereka di dalam vaginaku, Ayah justru lebih memilih
untuk mengeluarkannya di dadaku. Mungkin Ayah masih memakai akal sehatnya
karena takut apabila nanti beliau akan memiliki cucu yang berasal dari
spermanya sendiri.
Sejak hari itu pula,
baik di waktu siang maupun malam hari, aku dan Ayah selalu mencari kepuasan
bersama saat di dalam rumah hanya ada kami berdua atau ketika keluargaku yang
lain sedang tertidur lelap.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar