Senin, 17 Oktober 2011

Perselingkuhan Dengan Ayah Tiri


Tokoh utama : 

  1. Pak Juwono (45 tahun)
  2. Nia (19 tahun)

Tokoh Figuran : 

  • Bu Nurmawati (38 tahun), Asep (17 tahun), Bambang (15 tahun), Wahyu (21 tahun)

Semuanya berawal ketika Nia kehilangan ayah kandungnya pada usia 18 tahun. Ketika itu, roda ekonomi keluarga Bu Nurmawati tidak terlalu terguncang, karena Bu Nurmawati pandai mencari uang. Semasa suaminya masih hidup, Bu Nurmawati sudah menopang ekonomi keluarga dengan bisnis kateringnya. Oleh karena itu, sepeninggal suaminya, Bu Nurmawati tidak berpikiran untuk mencari penggantinya, lantaran terlalu sibuk mengurus anak perempuannya Nia dan kedua anak laki-lakinya Asep dan Bambang.

Dua tahun berselang setelah kematian Ayahnya, tiba-tiba keluarga itu dikejutkan dengan perkataan Ibu Nurmawati yang mohon restu untuk menikah kembali dengan Pak Juwono (45). Nia, Asep dan Bambang memang sudah mengenalnya dengan baik, karena dia sering bertandang kerumah mereka. Namun, mereka berpikir Pak Juwono hanyalah teman baik Ibu Nurmawati. Sebab Pak Juwono bertamu ke rumah seperti halnya tamu-tamu yang lain. Lebih-lebih Ibu Nurmawati juga bersikap biasa-biasa saja. Ibu Nurmawati tidak menunjukkan dalam kondisi tengah jatuh cinta.
Ketiga anaknya merestui keinginan Ibunya untuk menikah lagi. Alasan mereka, pertama, karena usia Ibu mereka masih tergolong muda, 38 tahun, untuk mengarungi hidup ini sendirian. Kedua, karena anak-anak tahu bahwa Pak Juwono berstatus duda tanpa anak. Pak Juwono adalah pria yang matang, penyayang, dan bertanggung jawab. Nia dan kedua adiknya sudah cukup dekat dengannya.
Masuknya Pak Juwono sebagai anggota baru keluarga itu memang membawa warna-warna lain dalam kehidupan keluarga itu. Nia sangat senang dengan adanya figur seorang ayah pengganti. Sebagai anak perempuan satu-satunya Nia haus akan perhatian dan kasih sayang seorang ayah. Apalagi di usia 19 tahunan Nia ingin ada yang menuntun dalam urusan cinta dan berhubungan dengan pria. Nia berharap bisa menimba pengalaman dari ayah tirinya.
Kedekatan Nia dengan ayah tirinya membuat Ibu Nurmawati bangga. Bu Nurmawati senang melihat mereka semua akrab dengan suami barunya. Bahkan, boleh dikatakan Nia bersikap agak manja kepadanya. Setiap pulang sekolah, Nia pasti segera mencari ayah tirinya untuk menceritakan pengalamannya di kampus. Pak Juwono dengan sabar mendengar cerita Nia, kemudian dengan bijak menasihati bila ada hal-hal yang dianggapnya tidak ’sesuai’.

Kadang-kadang atas ijin Bu Nurmawati, Nia mengajak ayah tirinya berjalan-jalan ke mall. Setelah mencicipi hidangan fast food, mereka mampir untuk nongkrong di toko buku. Nia mempunyai hobi membaca buku filsafat dan psikologi, sama seperti ayah tirinya.

Tanpa disadari Nia semakin dekat dan semakin akrab kepada ayah tirinya, Nia sudah semakin cuek aja dan tidak malu lagi semisalnya keluar dari kamar mandi dan hanya mengenakan handuk mandi sebagai penutup bagian-bagian tubuhnya yang vital dihadapan ayah tirinya. Dan kadangkala ayahnya pula yang menggendong Nia ke tempat tidur apabila Nia kedapatan ketiduran di ruang tamu karena ketiduran akibat kelelahan karena membaca buku ataupun menonton telivisi.

Lama-kelamaan Nia semakin mengagumi sifat-sifat kedewasaan yang dimiliki oleh ayah tirinya, dan ada rasa perasaan khusus tertentu yang tidak bisa Nia terjemahkan.
“Entahlah apakah itu adalah perasaan cinta?” kata Nia dalamhatinya sendiri.
 Mungkin itulah alasannya Nia selalu menampik setiap pernyataan cinta yang dilontarkan oleh teman-teman prianya.
Terus terang aku tidak tertarik dengan teman-teman pria sebayaku yang cenderung manja dan kekanak-kanakan. Sebaliknya aku mengagumi pria-pria yang dewasa dan matang. Rasanya aku betah berada disisi mereka untuk mendengar cerita ataupun nasehat-nasehatnya, dan itu semuanya kudapatkan penuh dari ayah tiriku ini.” Tulisan itu pernah ditulis Nia di dalam buku Diare-nya

Rupanya gejala itu juga dirasakan dan ditangkap oleh ayah tirinya. Kalau sebelum pergi ke suatu tempat, Nia biasa mencium pipi Ibu dan Ayah tirinya. Tapi bila ibunya tidak ada, Pak Juwono akan membalas mencium pipi Nia. Semula Nia merasa kaget dan ada sedikit perasaan malu, bukan kenapa-kenapa ini adalah ciuman pertama dari seorang laki-laki bagi Nia dan sekaligus adalah ayah tirinya. Bahkan pernah suatu waktu Nia terperangah ketika ayah tidak hanya membalas mencium pipi Nia, melainkan juga bibir Nia. Melihat wajah Nia memerah, karena Nia belum pernah pacaran, Ayahnya hanya tersenyum simpul.

Kejadian seperti itu terus berulang ketika ibunya ada di dapur dan kebetulan Nia berpamitan mau ke kampus. Dan Nia pun mulai terbiasa dengan ‘pamitan’ gaya baru dari ayah tirinya. Semakin lama Nia dan Pak Juwono berani melakukannya lebih lama, mereka pernah melakukannya selama beberapa menit dengan panasnya.
“Ayah, Nia mau ke kampus, pamit dulu ya, Ayah.” Kata Nia sambil mencium pipi Ayahnya.
“Nia,  hati-hati ya.” Sambut Ayah tirinya. Pandangan mata mereka beradu, lalu bibir kedua insan berlainan jenis bertemu saling melumat mencari kenikmatan nafsu syahwat. Tangan Pak Juwono telah menelusup ke belangan leher Nia, sehingga Nia mendongak. Tangan Nia-pun telah mendekap tubuh Ayah tirinya, sehingga dada bidang Pak Juwono menekan dan menambah nikmatnya rangsangan di buah dada Nia. Kemudian satu tangan Pak Juwono beralih ke pantat Nia dan mendekapnya, sehingga batang kemaluan yang telah mengeras menempel tepat di kemaluan Nia yang sudah basah, tetapi kemaluan mereka masih di dalam celana mereka masing-masing. Kalau tidak mengingat Ibunya yang ada di dapur dan sewaktu-waktu bisa memergoki, mungkin Pak Juwono tidak akan melepaskan pagutannya. “Sudah ah… nanti ibu tahu lho, Ayah” ujar Nia setengah tersengal-sengal. “Ya sudah, hati-hati ya, pulangnya jangan malem-malem” kata Ayah tirinya. Nia berlalu meninggalkan Ayahnya yang masih memperhatikan body sexy yang telah lepas dari pelukannya barusan. “Hmm… sungguh cantik dan sexy… tubuhnya.” Gumam Pak Juwono

Beberapa waktu berselang, suatu saat Ibu Nurmawati harus menjenguk salah satu keponakannya yang dirawat di rumah sakit di Bogor. Kebetulan kedua adiknya Asep dan Bambang telah memasuki masa liburan sekolah dan keduanya mengantar dan menemani ibu selama di Bogor. Alhasil hanya Nia dan Ayah tirinya yang ada di rumah sekarang ini. Bagaimana selanjutnya, marilah kita simak cerita saat-saat Nia tinggal berdua saja dengan Ayah tirinya yang amat dikagumi, dan Ayah tirinya-pun mengagumi keindahan tubuh Nia yang indah.

Ketika Nia pulang kuliah menjelang sore hari, Ayah tirinya sudah menunggunya di teras rumah dan terlihat kegembirannya yang terbias di matanya ketika menyambut kepulangan Nia. “Pulangnya kog malam, Nia?” tanya ayah dengan senyum khasnya.
Nia menjawab dengan santai, “Tadi jalan-jalan dengan teman Yah. “Senyumnya mendadak agak hilang ketika Nia ceritakan ia berjalan-jalan dengan teman-teman cowok kampusnya. Nia tertawa dalam hati melihat sikap ayah tirinya yang terlihat sedikit menyimpan rasa cemburu.

Sehabis mandi seperti biasanya Nia tetap hanya menggunakan handuk melalui ayah menuju ke arah kamar.
“Nia, apakah cowok yang menemani kamu adalah pacar kamu?”, selidik ayah tirinya.
“Sebentar ayah, Nia mau berpakaian dulu, dan nanti akan Nia ceritakan seluruhnya ke Ayah”, jawab Nia sambil tetap menuju ke arah kamar, Nia menutup pintu kamar dan mulai mengeringkan rambutnya dengan menggunakan kipas angin yang dinyalakannnya.

Ayahnya berdiri dari sofa tempat duduknya, menuju kamar Nia. Tanpa ragu dan takut ketahuan istrinya Pak Juwono membuka pintu kamar gadisnya dan Nia membiarkan ayah tirinya berjalan masuk menghampirinya. Karena Nia masih terbalut dengan handuk maka Nia cuek saja menerima kehadiran ayah tirinya meskipun sesungguhnya hatinya terasa dag dig dug.
“Aduhh.., ayah nih kog penasaran amat sih, dibilang entar juga pasti diceritain”, kata Nia menggoda sembari tetap mengeringkan rambutnya yang masih agak basah.
“Nia, kamu serius yah berpacaran dengan cowo yang tadi itu?”, masih dengan penasaran ayahnya terus menanyai Nia.
“Hmm…, Kalo ya kenapa…, kalo tidak juga kenapa?” tanya Nia memancing perasaan ayah tirinya.
“Kamu bandel yahh…, udah main rahasia-rahasiaan” ucapnya seraya tiba-tiba tangannya mengangkat bahu Nia.
Nia, Kamu cantik…, cowok itu sungguh beruntung” ucapnya hampir berbisik, wajahnya sangat dekat sekali ke wajah ayu putrinya.
Ngaa koq yahh…, hanya teman… ” ucap Nia dengan perasaan dag dig dug tak menentu, dan dugaan Anda tepat…. Maka terjadilah ….

Pak Juwono mendaratkan ciuman lembut menempel di bibir Nia, namun Nia merasakan pagutan ciuman kali ini lebih terasa dan lebih rileks, mungkin karena Ibu tidak ada di rumah. Nia pun membiarkan bibirnya dilumat dengan lembut, baru kali ini ciumannya membuat Nia terasa terbang diawang-awang. Tanpa disadari tangan ayah yang tadi mengelus lembut pinggul Nia …, telah melepas handuk penutup tubuhnya. Nia baru sadar bahwa dirinya telah tidak berpakaian. Sebelum Nia sempat berpikir banyak, ayahnya sudah memeluknya kembali dengan eratnya seraya mengelus-elus rambutnya yang panjang. Akhirnya Nia sangat terlena dengan sentuhan kasih sayangnya ini.

Ketika Pak Juwono mengangkat wajah Nia, wajahnya yang bersemu merah. Detak jantung Pak Juwono berdegup kencang saat matanya menyapu bersih seluruh lekuk-lekuk tubuh Nia yang sudah tidak terlindung apapun. Ayahnya mengelus bibir anaknya dan tiba-tiba memagutnya kembali dengan penuh nafsu. Nia hanya bisa pasrah dibawah kenikmatan yang dirasakan nya. Bahkan Nia mulai berani membalas pagutannya. Ayah kemudian menyeret tubuh Nia kedalam pangkuannya di atas ranjang. Mereka terus berciuman, hingga tangannya mulai bergerak mengelus ke daerah-daerah tubuh gadis itu yang paling sensitif.

Nia menjerit kecil ketika tangan Pak Juwono yang nakal menyentuh dan meremas-remas dengan lembut payudaranya. Sambil melumat bibir Nia, ayahtirinya secara perlahan-perlahan berusaha melepaskan seluruh pakaiannya. Nia menjerit kecil tertahan tatkala penis ayahnya keluar dari celana dalamnya dan dalam keadaan sangat panjang dan ‘tegak’, baru kali ini Nia menyaksikan secara dekat penis seorang lelaki, bentuknya panjang mengeras dan dibagian ujung kepala penis ayah membesar dan berkilat-kilat bagai jamur. Belum sempat logika Nia berjalan, ayahnya sudah kembali memeluk dan mencumbunya kembali, kini mereka sama-sama bergumul dengan panasnya tanpa sehelai benangpun menempel di tubuh.

Mata Nia terpejam rapat sambil berteriak tertahan saat ayah tirinya mencumbui organ kewanitaan yang masih perawan. Ada rasa nikmat luar biasa yang dirasakan Nia, hingga setiap beberapa saat badan Nia menggelinjang-gelinjang tak kuasa menahan hentakan-hentakan kenikmatan yang keluar dari seluruh sendi-sendi tubuhnya. Sampai akhirnya Nia merasakan benda panjang dan hangat menyeruak memasuki vagina. Saat itulah Nia mempersembahkan keperawanan, kehormatan, jiwa raganya kepada ayah tirinya. Mereka bersetubuh tanpa mempedulikan waktu, terus berpacu dan berpacu melewati klimaks demi klimaks hingga hampir menjelang subuh badan mereka sama-sama lemas karena merasakan klimaks yang berkali-kali hingga akhirnya mereka rubuh dan tidur berpelukan dalam satu ranjang dengan perasaan puas.

Bagi Nia pengalaman pertamanya berhubungan seks membawa kesan yang luar biasa dalam hidupnya. Nia sama sekali tidak merasakan kesakitan ketika selaput daranya pecah karena ayahnya tahu persis bagaimana menjalankan permainan seks dengan sebaik mungkin. Malam pertama bagi Nia dan Ayah tirinya, dilewatkan dengan mengulang permainan seks hingga tiga kali. Ketika tak berdaya lagi, baru mereka berhenti. Seminggu ditinggal Ibu dan adik-adik membuat Nia dan Ayahnya benar-benar menikmati petualangan asmara

Selama hampir setahun Nia menjalin asmara diam-diam dengan ayah tirinya, Ibunya mulai curiga. Apalagi, Ibu mengetahui kalau sampai berusia 20 tahun Nia belum juga mau punya pacar. Padahal Nia terhitung cantik dan supel. Apalagi ketika Nia sudah menamatkan D-II bahasa inggris, Ibunya mendesak Nia untuk mulai mencari pasangan hidup.

Ketika diam-diam Nia mendiskusikan hal ini kepada Ayahnya, dia sangat mendukungnya menjalin hubungan dengan pria lain. Soalnya, Ayahnya mulai mencium tanda-tanda kecurigaan di mata Ibunya melihat hubungan mereka semakin lengket aja.

Maka ketika Wahyu, kakak kelasnya yang paling gencar mendekati Nia. “Apa salahnya aku membina hubungan dengannya. Apalagi wajahnya lumayan ganteng, postur tubuhnya atletis, dan otaknya encer pula.pikir Nia. Singkat cerita Nia kemudian serius menjalin hubungan dengan Wahyu. Sementara itu, kisah cinta Nia dengan Ayahnya terus berlanjut. Kali ini mereka lebih banyak melakukan persetubuhan mereka di luar rumah. Kadang-kadang mereka janji bertemu di hotel A atau B yang letaknya agak jauh dari kota tempat tinggalnya.

Enam bulan setelah berpacaran dengan Wahyu, keluarganya datang melamar Nia. Nia menerima lamarannya dengan perasaan biasa-biasa saja. Karena perasaan cintanya telah dipersembahkan seutuhnya kepada ayah tirinya. Nia menikah hanya untuk menutupi perselingkuhannya dengan ayah tirinya.

Wahyu tidak mempersoalkan keperawanan Nia ketika mereka melewatkan malam pertama. Bagi Nia, permainan seks Wahyu yang tergolong pemula, Nia merasa tidak puas. Kadang-kadang Nia membayangkan sedang berhubungan badan dengan ayah tirinya yang macho dan berpengalaman. Akhirnya, Nia tetap sering menelepon ayahnya untuk saling bertemu di luar rumah. Usianya yang telah berkepala empat telah mengetahui secara betul segala bentuk permainan seks yang dapat memberikan kepuasan klimaks terhadap gadis-gadis muda seusia Nia.

Bercinta dengan ayah tirinya, Nia mendapatkan klimaks yang berulang-ulang, hal yang tidak didapatkan apabila Nia berhubungan badan dengan suaminya sendiri. Nia tahu perbuatannya adalah keliru. Namun Nia tidak dapat menghapus sosok Ayah tirinya dalam kehidupannya. Nia tidak tahu sampai kapan ia bisa menghentikan perselingkuhan ini. Nia hanyalah seorang wanita yang menginginkan adanya figur pria matang disisinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar