Tokoh Utama :
- Aku (39 tahun)
- Resty (37 tahun)
- Agus (39 tahun)
- Rini (35 tahun)
Tokoh Figuran :
Kurasa tidak perlu aku ceritakan tentang nama dan asalku,
serta tempat dan alamatku sekarang. Usiaku sekarang sudah mendekati empat puluh
tahun, kalau dipikir-pikir seharusnya aku sudah punya anak, karena aku sudah
menikah hampir lima belas tahun lamanya. Walaupun aku tidak begitu ganteng, aku
cukup beruntung karena mendapat isteri yang menurutku sangat cantik. Bahkan
dapat dikatakan dia yang tercantik di lingkunganku, yang biasanya menimbulkan
kecemburuan para tetanggaku.
Isteriku bernama Resty. Ada satu kebiasaanku yang mungkin
jarang orang lain miliki, yaitu keinginan sex yang tinggi. Mungkin para pembaca
tidak percaya, kadang-kadang pada siang hari selagi ada tamu pun sering saya
mengajak isteri saya sebentar ke kamar untuk melakukan hal itu. Yang anehnya,
ternyata isteriku pun sangat menikmatinya. Walaupun demikian saya tidak pernah
berniat jajan untuk mengimbangi kegilaanku pada sex. Mungkin karena belum punya
anak, isteriku pun selalu siap setiap saat.
Kegilaan ini dimulai saat hadirnya tetangga baruku, entah
siapa yang mulai, kami sangat akrab. Atau mungkin karena isteriku yang supel,
sehingga cepat akrab dengan mereka. Suaminya juga sangat baik, usianya
kira-kira sebaya denganku. Hanya isterinya, woow busyet.., selain masih muda juga
cantik dan yang membuatku gila adalah bodynya yang wah, juga kulitnya sangat
putih mulus.
Mereka pun sama seperti kami, belum mempunyai anak. Mereka
pindah ke sini karena tugas baru suaminya yang ditempatkan perusahaannya yang
baru membuka cabang di kota tempatku. Aku dan isteriku biasa memanggil mereka
Mas Agus dan Mbak Rini. Selebihnya saya tidak tahu latar belakang mereka. Boleh
dibilang kami seperti saudara saja karena hampir setiap hari kami ngobrol, yang
terkadang di teras rumahnya atau sebaliknya.
Pada suatu malam, saya seperti biasanya berkunjung ke
rumahnya, setelah ngobrol panjang lebar, Agus menawariku nonton VCD blue yang
katanya baru dipinjamnya dari temannya. Aku pun tidak menolak karena selain
belum jauh malam kegiatan lainnya pun tidak ada. Seperti biasanya, film blue
tentu ceritanya itu-itu saja. Yang membuatku kaget, tiba-tiba isteri Agus ikut
nonton bersama kami.
"Waduh, gimana ini Gus..? Nggak enak nih..!"
"Nggak apa-apalah Mas, toh itu tontonan kok, nggak bisa
dipegang. Kalau Mas nggak keberatan, Mbak Res diajak sekalian." katanya
menyebut isteriku.
Aku tersinggung juga waktu itu. Tapi setelah kupikir-pikir,
apa salahnya? Akhirnya aku pamit sebentar untuk memanggil isteriku yang tinggal
sendirian di rumah.
"Gila kamu..! Apa enaknya nonton gituan kok sama
tetangga..?" kata isteriku ketika kuajak.
Akhirnya aku malu juga sama isteriku, kuputuskan untuk tidak
kembali lagi ke rumah Agus. Mendingan langsung tidur saja supaya besok cepat
bangun. Paginya aku tidak bertemu Agus, karena sudah lebih dahulu berangkat. Di
teras rumahnya aku hanya melihat isterinya sedang minum teh. Ketika aku lewat,
dia menanyaiku tentang yang tadi malam. Aku bilang Resty tidak mau kuajak
sehingga aku langsung saja tidur.
Mataku jelalatan menatapinya. Busyet.., dasternya hampir
transparan menampakkan lekuk tubuhnya yang sejak dulu menggodaku. Tapi ah..,
mereka kan tetanggaku. Tapi dasar memang pikiranku sudah tidak beres, kutunda
keberangkatanku ke kantor, aku kembali ke rumah menemui isteriku. Seperti
biasanya kalau sudah begini aku langsung menarik isteriku ke tempat tidur.
Mungkin karena sudah biasa Resty tidak banyak protes. Yang luar biasa adalah
pagi ini aku benar-benar gila. Aku bergulat dengan isteriku seperti kesetanan.
Kemaluan Resty kujilati sampai tuntas, bahkan kusedot sampai isteriku menjerit.
Edan, kok aku sampai segila ini ya, padahal hari masih pagi.Tapi hal itu tidak
terpikirkan olehku lagi.
Isteriku sampai terengah-engah menikmati apa yang kulakukan
terhadapnya. Resty langsung memegang kemaluanku dan mengulumnya, entah
kenikmatan apa yang kurasakan saat itu. Sungguh, tidak dapat kuceritakan.
"Mas.., sekarang Mas..!" pinta isteriku memelas.
Akhirnya aku mendekatkan kemaluanku ke lubang kemaluan
Resty. Dan tempat tidur kami pun ikut bergoyang.
Setelah kami berdua sama-sama tergolek, tiba-tiba isteriku
bertanya, "Kok Mas tiba-tiba nafsu banget sih..?"
Aku diam saja karena malu mengatakan bahwa sebenarnya Rini
lah yang menaikkan tensiku pagi ini.
Sorenya Agus datang ke rumahku, "Sepertinya Mas punya kelainan
sepertiku ya..?" tanyanya setelah kami berbasa-basi.
"Maksudmu apa Gus..?" tanyaku heran.
"Isteriku tadi cerita, katanya tadi pagi dia melihat
Mas dan Mbak Resty bergulat setelah ngobrol dengannya."
Loh, aku heran, dari mana Rini nampak kami melakukannya? Oh
iya, baru kusadari ternyata jendela kamar kami saling berhadapan.
Agus langsung menambahkan, "Nggak usah malu Mas, saya
juga maniak Mas." katanya tanpa malu-malu.
"Begini saja Mas," tanpa harus memahami
perasaanku, Agus langsung melanjutkan, "Aku punya ide, gimana kalau nanti
malam kita bikin acara..?"
"Acara apa Gus..?" tanyaku penasaran.
"Nanti malam kita bikin pesta di rumahmu,
gimana..?"
"Pesta apaan..? Gila kamu."
"Pokoknya tenang aja Mas, kamu cuman nyediain makan dan
musiknya aja Mas, nanti minumannya saya yang nyediain. Kita berempat aja,
sekedar refresing ajalah Mas, kan Mas belum pernah mencobanya..?"
Malamnya, menjelang pukul 20.00, Agus bersama isterinya
sudah ada di rumahku. Sambil makan dan minum, kami ngobrol tentang masa muda
kami. Ternyata ada persamaan di antara kami, yaitu menyukai dan cenderung
maniak pada sex. Diiringi musik yang disetel oleh isteriku, ada perasaan yang
agak aneh kurasakan. Aku tidak dapat menjelaskan perasaan apa ini, mungkin
pengaruh minuman yang dibawakan Agus dari rumahnya.
Tiba-tiba saja nafsuku bangkit, aku mendekati isteriku dan
menariknya ke pangkuanku. Musik yang tidak begitu kencang terasa seperti
menyelimuti pendengaranku. Kulihat Agus juga menarik isterinya dan menciumi
bibirnya. Aku semakin terangsang, Resty juga semakin bergairah. Aku belum
pernah merasakan perasaan seperti ini. Tidak berapa lama Resty sudah telanjang
bulat, entah kapan aku menelanjanginya. Sesaat aku merasa bersalah, kenapa aku
melakukan hal ini di depan orang lain, tetapi kemudian hal itu tidak
terpikirkan olehku lagi. Seolah-olah nafsuku sudah menggelegak mengalahkan
pikiran normalku.
Kuperhatikan Agus perlahan-lahan mendudukkan Rini di meja
yang ada di depan kami, mengangkat rok yang dikenakan isterinya, kemudian
membukanya dengan cara mengangkatnya ke atas. Aku semakin tidak karuan
memikirkan kenapa hal ini dapat terjadi di dalam rumahku. Tetapi itu hanya
sepintas, berikutnya aku sudah menikmati permainan itu. Rini juga tinggal hanya
mengenakan BH dan celana dalamnya saja, dan masih duduk di atas meja dengan
lutut tertekuk dan terbuka menantang.
Perlahan-lahan Agus membuka BH Rini, tampak dua bukit putih
mulus menantang menyembul setelah penutupnya terbuka.
"Kegilaan apa lagi ini..?" batinku.
Seolah-olah Agus mengerti, karena selalu saya perhatikan
menawarkan bergantian denganku. Kulihat isteriku yang masih terbaring di sofa
dengan mulut terbuka menantang dengan nafas tersengal menahan nafsu yang
menggelora, seolah-olah tidak keberatan bila posisiku digantikan oleh Agus.
Kemudian kudekati Rini yang kini tinggal hanya mengenakan
celana dalam. Dengan badan yang sedikit gemetar karena memang ini pengalaman
pertamaku melakukannya dengan orang lain, kuraba pahanya yang putih mulus
dengan lembut. Sementara Agus kulihat semakin beringas menciumi sekujur tubuh
Resty yang biasanya aku lah yang melakukannya.
Perlahan-lahan jari-jemariku mendekati daerah kemaluan Rini.
Kuelus bagian itu, walau masih tertutup celana dalam, tetapi aroma khas
kemaluan wanita sudah terasa, dan bagian tersebut sudah mulai basah.
Perlahan-lahan kulepas celana dalamnya dengan hati-hati sambil merebahkan
badannya di atas meja. Nampak bulu-bulu yang belum begitu panjang menghiasi
bagian yang berada di antara kedua paha Rini ini.
"Peluklah aku Mas, tolonglah Mas..!" erang Rini
seolah sudah siap untuk melakukannya.
Tetapi aku tidak melakukannya. Aku ingin memberikan
kenikmatan yang betul-betul kenikmatan kepadanya malam ini. Kutatapi seluruh
bagian tubuh Rini yang memang betul-betul sempurna. Biasanya aku hanya dapat
melihatnya dari kejauhan, itu pun dengan terhalang pakaian. Berbeda kini bukan
hanya melihat, tapi dapat menikmati. Sungguh, ini suatu yang tidak pernah
terduga olehku. Seperti ingin melahapnya saja.
Kemudian kujilati seluruhnya tanpa sisa, sementara tangan
kiriku meraba kemaluannya yang ditumbuhi bulu hitam halus yang tidak begitu
tebal. Bagian ini terasa sangat lembut sekali, mulut kemaluannya sudah mulai
basah. Perlahan kumasukkan jari telunjukku ke dalam.
"Sshh.., akh..!" Rini menggelinjang nikmat.
Kuteruskan melakukannya, kini lebih dalam dan menggunakan
dua jari, Rini mendesis.
Kini mulutku menuju dua bukit menonjol di dada Rini, kuhisap
bagian putingnya, tubuh Rini bergetar panas. Tiba-tiba tangannya meraih
kemaluanku, menggenggam dengan kedua telapaknya seolah takut lepas. Posisi Rini
sekarang berbaring miring, sementara aku berlutut, sehingga kemaluanku tepat ke
mulutnya. Perlahan dia mulai menjilati kemaluanku. Gantian badanku sekarang
yang bergetar hebat.
Rini memasukkan kemaluanku ke dalam mulutnya. Ya ampun,
hampir aku tidak sanggup menikmatinya. Luar biasa enaknya, sungguh..! Belum
pernah kurasakan seperti ini. Sementara di atas Sofa Agus dan isteriku seperti
membentuk angka 69. Resty ada di bawah sambil mengulum kemaluan Agus, sementara
Agus menjilati kemaluan Resty. Napas kami berempat saling berkejaran,
seolah-olah melakukan perjalanan panjang yang melelahkan. Bunyi Music yang
entah sudah beberapa lagu seolah menambah semangat kami.
Kini tiga jari kumasukkan ke dalam kemaluan Rini, dia melenguh
hebat hingga kemaluanku terlepas dari mulutnya. Gantian aku sekarang yang
menciumi kemaluannya. Kepalaku seperti terjepit di antara kedua belah pahanya
yang mulus. Kujulurkan lidahku sepanjang-panjangnya dan kumasukkan ke dalam
kemaluannya sambil kupermainkan di dalamnya. Aroma dan rasanya semakin
memuncakkan nafsuku. Sekarang Rini terengah-engah dan kemudian menjerit
tertahan meminta supaya aku segera memasukkan kemaluanku ke lubangnya.
Cepat-cepat kurengkuh kedua pahanya dan menariknya ke bibir
meja, kutekuk lututnya dan kubuka pahanya lebar-lebar supaya aku dapat
memasukkan kemaluanku sambil berjongkok. Perlahan-lahan kuarahkan senjataku
menuju lubang milik Rini.
Ketika kepala kemaluanku memasuki lubang itu, Rini mendesis,
"Ssshh.., aahhk.., aduh enaknya..! Terus Mas, masukkan lagi akhh..!"
Dengan pasti kumasukkan lebih dalam sambil sesekali menarik
sedikit dan mendorongnya lagi. Ada kenikmatan luar biasa yang kurasakan ketika
aku melakukannya. Mungkin karena selama ini aku hanya melakukannya dengan
isteriku, kali ini ada sesuatu yang tidak pernah kurasakan sebelumnya.
Tanganku sekarang sudah meremas payudara Rini dengan lembut
sambil mengusapnya. Mulut Rini pun seperti megap-megap kenikmatan, segera
kulumat bibir itu hingga Rini nyaris tidak dapat bernapas, kutindih dan kudekap
sekuat-kuatnya hingga Rini berontak. Pelukanku semakin kuperketat, seolah-olah
tidak akan lepas lagi. Keringat sudah membasahi seluruh tubuh kami. Agus dan
isteriku tidak kuperhatikan lagi. Yang kurasakan sekarang adalah sebuah
petualangan yang belum pernah kulalui sebelumnya. Pantatku masih naik turun di
antara kedua paha Rini.
Luar biasa kemaluan Rini ini, seperti ada penyedot saja di
dalamnya. Kemaluanku seolah tertarik ke dalam. Dinding-dindingnya seperti
lingkaran magnet saja. Mata Rini merem melek menikmati permainan ini.
Erangannya tidak pernah putus, sementara helaan napasnya memburu
terengah-engah.Posisi sekarang berubah, Rini sekarang membungkuk menghadap meja
sambil memegang kedua sisi meja yang tadi tempat dia berbaring, sementara saya
dari belakangnya dengan berdiri memasukkan kemaluanku. Hal ini cukup sulit,
karena selain ukuran kemaluanku lumayan besar, lubang kemaluan Rini juga
semakin ketat karena membungkuk.
Kukangkangkan kaki Rini dengan cara melebarkan jarak antara
kedua kakinya. Perlahan kucoba memasukkan senjataku. Kali ini berhasil, tapi
Rini melenguh nyaring, perlahan-lahan kudorong kemaluanku sambil sesekali
menariknya. Lubangnya terasa sempit sekali. Beberapa saat, tiba-tiba ada cairan
milik Rini membasahi lubang dan kemaluanku hingga terasa nikmat sekarang.
Kembali kudorong senjataku dan kutarik sedikit. Goyanganku semakin lincah,
pantatku maju mundur beraturan. Sepertinya Rini pun menikmati gaya ini.
Buah dada Rini bergoyang-goyang juga maju-mundur mengikuti
irama yang berasal dari pantatku. Kuremas buah dada itu, kulihat Rini sudah
tidak kuasa menahan sesuatu yang tidak kumengerti apa itu. Erangannya semakin
panjang. Kecepatan pun kutambah, goyangan pinggul Rini semakin kuat. Tubuhku
terasa semakin panas. Ada sesuatu yang terdorong dari dalam yang tidak kuasa
aku menahannya. Sepertinya menjalar menuju kemaluanku. Aku masih berusaha
menahannya.
Segera aku mencabut kemaluanku dan membopong tubuh Rini ke
tempat yang lebih luas dan menyuruh Rini telentang di bentangan karpet.
Secepatnya aku menindihnya sambil menekuk kedua kakinya sampai kedua ujung
lututnya menempel ke perut, sehingga kini tampak kemaluan Rini menyembul
mendongak ke atas menantangku. Segera kumasukkan senjataku kembali ke dalam
lubang kemaluan Rini.
Pantatku kembali naik turun berirama, tapi kali ini lebih
kencang seperti akan mencapai finis saja. Suara yang terdengar dari mulut Rini
semakin tidak karuan, seolah menikmati setiap sesuatu yang kulakukan padanya.
Tiba-tiba Rini memelukku sekuat-kuatnya. Goyanganku pun semakin menjadi. Aku
pun berteriak sejadinya, terasa ada sesuatu keluar dari kemaluanku. Rini
menggigit leherku sekuat-kuatnya, segera kurebut bibirnya dan menggigitnya
sekuatnya, Rini menjerit kesakitan sambil bergetar hebat.
Mulutku terasa asin, ternyata bibir Rini berdarah, tapi
seolah kami tidak memperdulikannya, kami seolah terikat kuat dan
berguling-guling di lantai. Di atas sofa Agus dan isteriku ternyata juga sudah
mencapai puncaknya. Kulihat Resty tersenyum puas. Sementara Rini tidak mau
melepaskan kemaluanku dari dalam kemaluannya, kedua ujung tumit kakinya masih
menekan kedua pantatku. Tidak kusadari seluruh cairan yang keluar dari
kemaluanku masuk ke liang milik Rini. Kulihat Rini tidak memperdulikannya.
Perlahan-lahan otot-ototku mengendur, dan akhirnya
kemaluanku terlepas dari kemaluan Rini. Rini tersenyum puas, walau kelelahan
aku pun merasakan kenikmatan tiada tara. Resty juga tersenyum, hanya nampak
malu-malu. Kemudian memunguti pakaiannya dan menuju kamar mandi.
Hingga saat ini peristiwa itu masih jelas dalam ingatanku.
Agus dan Rini sekarang sudah pindah dan kembali ke Jakarta. Sesekali kami masih
berhubungan lewat telepon. Mungkin aku tidak akan pernah melupakan peristiwa
itu. Pernah suatu waktu Rini berkunjung ke rumah kami tanpa suaminya, kebetulan
istriku tidak ada di rumah. Di rumah hanya ada aku, selanjutnya ... pembaca
pasti sudah tahu lanjutan ceritanya.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar