Tokoh Utama :
- Christine (21 tahun)
- Roni (31 tahun)
Tokoh Figuran :
- Suami (31 tahun), Mama
Aku
yang Dimadu Sebut saja namaku Christine, aku berasal dari kota S. Pendidikanku
cukup baik, aku selalu berhasil dengan baik dalam tiap pelajaran, bahkan aku
dapat lulus dari perguruan tinggi dengan IP yang sangat baik. Tetapi itu semua
tidak menjamin kebahagiaan, aku dididik dengan pendidikan yang kolot, serius,
sehingga aku cenderung menjadi orang yang kuper dan pendiam. Namun itu tidak
menyulitkanku dalam hal perjodohan, karena banyak orang mengatakan bahwa aku
cantik, dan memiliki mata yang bundar, aku tidak terlalu memahami apa yang
mereka katakan, namun kebanyakan pria yang mendekatiku mengatakan hal serupa.
Karena
itulah dalam usia yang relatif muda, 21 tahun aku berhasil menemukan jodoh yang
baik, dia cukup kaya dan orangnya pengertian walaupun usianya jauh lebih tua
dari aku, 31 tahun, maklum karena aku selama ini dibesarkan dengan didikan
orang tua yang otoriter sehingga suamiku juga cukup selektif karena Mama hanya
memperbolehkan orang yang qualified menurutnya untuk apel ke rumahku, bila pria
yang apel ke rumahku berkesan norak dan hanya membawa kendaraan roda dua,
jangan harap Mama akan mengijinkannya untuk apel lagi. Selama beberapa tahun,
hubungan kami baik-baik saja, kami dikaruniai dua orang anak, dan kami sangat
berkecukupan di bidang materi. Namun kadang-kadang tidak semuanya berjalan
lancar, ternyata suamiku tidak bisa lagi memberi nafkah batin kepadaku,
ternyata dia mengalami problem impotensi, karena overworking. Tetapi saya tetap
mencintainya karena dia jauh dari perselingkuhan dan dia sangat perhatian
kepadaku. Walaupun dia sudah tidak dapat lagi memberiku kepuasan, namun saya
tetap menahan diri dan mencoba untuk tidak berselingkuh.
Semuanya
berjalan dengan baik sampai akhirnya datang Roni. Dia adalah rekan bisnis
suamiku sejak lama, namun aku baru sekian lama dapat berjumpa dengannya, dia
seusia suamiku, menurutnya dia dan suamiku berpartner sejak mulai bekerja, kami
kemudian menjadi dekat karena dia orangnya humoris. Dasar laki-laki tampaknya
dia cukup tanggap dengan keadaan suamiku yang tidak mampu lagi memuaskan diriku
sehingga akhirnya dia akan membawaku ke jurang kehancuran, aku dapat merasakan
matanya yang jalang bila melihatku, terus terang saja aku merasa risih namun
ada sensasi birahi dalam diriku bila dipandang seperti itu, aku tidak tahu
mengapa, mungkin karena aku tidak pernah mendapat perlakuan seperti itu,
walaupun ketika masih mojang aku mempunyai banyak kenalan pria.
Suatu
saat dia menelepon dari hotelnya, dia menyuruhku menjemput suamiku yang katanya
minum-minum sampai mabuk, aku ingat waktu itu masih pagi betul, memang suamiku
kadang lembur sampai malam sekali, sehingga aku tidak tahu kapan dia pulang.
Betapa bodohnya aku, aku menyadari suamiku tidak pernah minum alkohol, entah
mengapa ajakan Roni seperti hipnotis sehingga aku tidak curiga sama sekali.
Akhirnya aku sampai di hotel GS tempat Roni menginap, aku memasuki kamarnya dan
dengan muka tak berdosa dia memaksaku untuk masuk, tanpa curiga aku cepat-cepat
masuk dan mencari suamiku, namun ketika aku sadar dia tidak ada tiba-tiba
mulutku dibekap dari belakang, napasku sesak sampai aku pingsan, entah apa yang
terjadi selanjutnya, aku merasa ada kegelian di dadaku, seseorang mengelus-elus
dan meremas-remas bagian dadaku.
Pelan-pelan
aku terbangun, kulihat Roni sedang memainkan payudaraku. Oh, betapa terkejutnya
aku, apalagi mendapati diriku terebah di tempat tidur dengan hanya baju atasan
yang sudah terbuka dan BH-ku yang sudah dibuka paksa. Aku menyuruhnya
melepaskanku kudorong dorong badannya tetapi dia tak bergeming. Dia memegangi
kedua tanganku dan menekuk kedua lenganku dan menaruhnya di samping kepalaku,
sehingga aku praktis tidak bisa apa-apa, genggamannya terlalu kuat, dia tertawa
kecil dan menciumi kedua puting payudaraku, aku menolak tapi entah kenapa aku
merasa risih birahi. Kemudian dia memasukkan penisnya ke bagian kemaluanku, aku
meringis-ringis dan berteriak, rasanya sakit sekali. Tetapi aku sepertinya
justru menginginkannya, di tengah pergumulan itu aku menyadari bahwa penis
suamiku sebenarnya terlalu kecil, aku pelan-pelan merasakan kenikmatan, dasar
lelaki tampaknya Roni sangat pintar mengambil kesimpulan, aku pasrah pada
kemauannya, ketika dia membalikkan badanku sampai seperti merangkak, dia sangat
agresif, tetapi aku dapat mengimbanginya karena sudah lama aku tidak merasakan
ini.
Dia
kembali menusukkan penisnya di kemaluanku dan meremas-remas payudaraku. Ahh,
memang aku merasakan kenikmatan yang luar biasa yang bahkan suamiku sendiri
tidak pernah memberikannya. Kemudian merasa tidak puas dengan baju bagian
atasku yang masih menempel, dia melepaskannya, sambil kemudian membuat posisiku
seperti duduk dipangku olehnya. Seperti kesetanan aku secara otomatis mengikuti
irama kemauannya, ketika kedua tangannya memegang perutku dan menggerakkannya
naik turun aku secara otomatis mempercepat dan memperlambat gerakanku secara
teratur, dia tersenyum penuh kemenangan, merasa dia telah membuat ramalan yang
jitu. Kurasakan dia kembali meremas-remas dadaku ketika dia merasa aku dapat
mengambil inisiatif.
Sungguh
seperti binatang saja aku, melakukan hal semacam itu di pagi hari, di mana
seharusnya aku ada di rumah mempersiapkan sarapan dan mengurus anak-anakku.
Sempat kurasakan tiada selembar benangpun menempel di tubuhku kecuali celana
jinsku di sebelah kanan yang belum terlepas seluruhnya, tampaknya Roni tidak
sempat melepasnya karena terlalu terburu nafsu. Akhirnya dia menyuruhku
mengambil posisi telentang lagi dan dia mengangkat dua kakiku direntangkannya
kedua kakiku ke arah wajahnya dan dia mulai memainkan penisnya lagi, dan kurasa
dia sangat menaruh hati kepada payudaraku, karena kemudian dia mengomentari
payudaraku, menurutnya keduanya indah bagaikan mangkuk.
Hmm,
aku sungguh menikmatinya karena suamiku sendiri tidak pernah memberi perlakuan
spesial pada kedua payudaraku ini, paling dia hanya meremas-remasnya. Tetapi
apa yang dilakukan Roni benar-benar sungguh mengejutkan dan memuaskan diriku,
dia menghisap putingku dan memainkannya seperti dot bayi. Hanya sebentar
rasanya aku mengalami orgasme, aku merasa lelah sekali dan kehabisan nafas
sampai akhirnya dia juga sampai ke situ.
Setelah
itu aku merasa sangat marah dan menyesal kudorong Roni yang masih mencoba
mencumbuku, kumaki dia habis-habisan. Tampaknya dia juga menyesal, dia tidak
dapat berkata apa-apa. Roni kemudian hanya duduk saja sementara aku sambil
menangis memakai kembali seluruh pakaianku. Aku mencoba menenangkan diri,
sampai kemudian Roni mengancamku untuk tidak mengatakan hal ini kepada suamiku,
dia kembali menekankan bahwa bisnis suamiku ada di tangannya karena dia adalah
pembeli mayoritas sarang burung walet suamiku.
Aku
membenarkannya karena suamiku pernah berkata bahwa Roni adalah koneksinya yang
paling penting. Aku bingung olehnya, baru-baru ini ketika dia pulang ke kotaku,
dia kembali memaksaku melakukan lagi hal serupa, bahkan dia pernah berkata
bahwa suamiku sudah menyerahkan diriku padanya karena dia merasa tidak mampu
lagi memuaskan diriku. Kapankah ini akan berakhir, dunia ini sungguh kejam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar