Tokoh Utama :
- Anna
- Dicky
- Sinta
- Agus
Tokoh Figuran :
- none
Empat orang, Anna, Dicky, Sinta,
dan Agus duduk
di ruang makan menikmati jamuan yang disediakan tuan rumah. Hidangan penutup dan buah-buahan segar
membuat mereka sangat menikmati jamuan tersebut. Dari ruang makan, mereka beranjak
ke ruang keluarga. Anna menyetel musik klasik, sedangkan Dicky mengambil
minuman, ia menuangkan tequila buat Anna dan Sinta, sedangkan untuknya dan Agus,
masing-masing segelas anggur Prancis, agak keras alkoholnya. Rona merah
membayang pada wajah mereka berempat,
akibat pengaruh minuman yang mereka teguk. Percakapan mereka yang
semula ringan-ringan di seputar
kerja dan kuliah Sinta makin beralih
pada hal-hal erotis, apalagi waktu Anna melihat ke arah
Agus dan
berkata,
“Wah,
pengaruh anggur Prancis sudah membangunkan makhluk hidup di paha Agus. Lihat
nggak tuh Sin?” Sinta menengok ke bagian bawah tubuh
Agus dan
membandingkan dengan Dicky,
“Lho, yang
satu ini pun sudah mulai bangkit dari kubur, hi… hi….hi…”
Sinta yang duduk di dekat Agus menyenderkan kepalanya
pada bahu kanan Agus. Anna mengajak suaminya
berdiri dan berdansa mengikuti irama lagu The Blue Danube-nya Strauss. Entah
pernah kursus atau karena pernah di luar negeri, mereka berdua benar-benar ahli
melakukan dansa. Setelah lagu tersebut berlalu, terdengar alunan Liebestraum.
Dicky melepaskan pelukannya pada pinggang Anna dan mendekati Sinta, lalu dengan
gaya seorang pangeran, meminta kesediaan Sinta menggantikan Anna menemaninya melantai,
sementara Anna mendekati Agus.
Agus yang
tak begitu pandai berdansa menolak dan menarik tangan Anna agar duduk di
sampingnya memandang suaminya berdansa dengan keponakannya. Rupanya Sinta
pun tidak jelek berdansa, meskipun tak sebagus Tantenya, ia mampu mengimbangi
gerakan Dicky. Saat alunan lagu begitu syahdu, mereka berdua saling merapatkan
tubuh, sehingga dada Dicky menekan payudara Sinta. Di tengah-tengah alunan lagu,
wajah Dicky mendekati telinga Sinta dan dengan bibirnya, ia mengelus-elus rambut
di samping telinga Sinta dan dengan kedua bibirnya sesekali cuping telinga
Sinta ia belai. Tatapan Sinta semakin sayu mendapati dirinya dipeluk Dicky sambil dimesrai
begitu. Lalu bibir Dicky turun ke dagu Sinta, menciumi lehernya. Desahan
Sinta keluar dari bibirnya yang separuh terbuka. Lalu Sinta dengan masih berada
pada pelukan Dicky di pinggangnya, mengarahkan ciuman pada bibir Dicky. Mereka
berpagutan sambil berpelukan erat, kedua tangan Dicky
melingkari pinggul Sinta, sedangkan kedua tangan Sinta memeluk leher Dicky.
Permainan lidah mereka pun turut mewarnai ciuman panas itu.
Dicky lalu
membuka gaun Sinta hingga terbuka dan melewati kedua pundaknya jatuh ke lantai.
Kini Sinta hanya mengenakan kutang dan celana dalam berwarna merah muda. Tangan Sinta ikut membalas gerakan Dicky dan
membuka bajunya, kemudian kulihat jari-jarinya bergerak ke
pinggang Dicky membukai ikat pinggang dan risleting celana Dicky. Maka
terlepaslah celana Dicky, ia hanya tinggal memakai celana dalam. Lalu jari-jari
Sinta bergerak ke belakang tubuhnya, membuka tali kutangnya, hingga
menyembullah keluar kedua payudaranya yang sintal. Keduanya masih saling
berpelukan, melantai dengan terus berciuman. Namun tangan keduanya tidak lagi
tinggal diam, melainkan saling meraba, mengelus; bahkan tangan Dicky mulai
mengelus-elus bagian depan celana dalam Sinta. Sinta mendesah mendapat
perlakuan Dicky dan mengelus-elus penis Dicky dari luar celana dalamnya, lalu
dengan suatu tarikan, ia melepaskan pembungkus penis tersebut sehingga penis Dicky
terpampang jelas memperlihatkan kondisinya yang sudah terangsang. Dicky
mengarahkan penisnya ke vagina Sinta dan melakukan tekanan berulang-ulang
hingga Sinta semakin liar menggeliatkan pinggulnya, apalagi ciuman Dicky pada
payudaranya semakin ganas, dengan isapan, remasan tangan dan pilinan lidahnya
pada putingnya. Sinta terduduk ke karpet diikuti oleh Dicky yang kemudian
meraih tubuh Sinta dan membaringkannya di sofa panjang.
Dengan jari-jari membuka celah-celah celana dalam Sinta, mulutnya kemudian menciumi
vagina Sinta. Erangan Sinta semakin meninggi berganti dengan rintihan.
“Oom,
ayo sayang ….. ooooohhhh …. Yahhh, gitu sayang, adddduhhhh … nikmat sekali …..
aaakkkhhhh …. ”
Setelah beberapa saat mengerjai vagina Sinta, Dicky berlutut
dekat Sinta dengan kaki kanan bertelekan di lantai, sedangkan kaki kirinya naik
ke atas sofa, ia arahkan penisnya
ke vagina Sinta dari celah-celah celana dalam Sinta. Lalu perlahan-lahan ia
masukkan penisnya ke vagina Sinta dan mulai melakukan tekanan, maju mundur,
sehingga penisnya masuk keluar vagina Sinta.
Anna yang duduk di sebelah kiri
Agus
terangsang melihat Dicky dan Sinta, lalu mencium bibir
Agus. Agus membalas ciumannya dengan tak kalah hebat sambil mengusap-usap punggungnya yang
terbuka. Anna memegangi kedua rahang Agus sambil menciumi
seluruh wajah Agus, lidahnya bermain di
sana-sini, membuat birahi Agus semakin naik, apalagi
ketika lidahnya turun ke leher Agus dan dibantu tangannya
berusaha membuka kaosnya. Agus menghentikan gerakan Anna,
meskipun ia membantah,
“Ayo dong Gus?”
“Tenang
sayang …. ” Agus mencium bibirnya sambil menunduk dan dengan tangan kiri menahan
lehernya, tangan kanan Agus mengangkat kakinya hingga
ia jatuh ke dalam bopongan Agus dan Agus menggendong menuju kamar tidur mereka. Agus dan Anna tak pedulikan lagi Dicky dan Sinta yang
semakin jauh saling merangsang. Agus merebahkan
tubuh Anna di ranjang dan Agus membuka seluruh pakaiannya.
“Cepet
banget Gus, udah sampai ke ubun-ubun ya, sayang?” tanya Anna menggoda sambil berbaring.
“Udah berapa minggu nich, kangen pada tubuhmu …” jawab Agus sambil mendekati Anna.
Kembali Agus melabuhkan ciuman pada bibirnya sambil jari-jarinya mengelus pundak Anna
yang terbuka sambil membukai kedua tali di pundaknya.
Lidah Agus mencari payudaranya dan
mengisap putingnya. Isapan mulut Agus pada putingnya membuat
Anna mengerang dan menggelinjang, apalagi ketika sesekali Agus menggigit lembut daging payudaranya
dan putingnya yang indah, yang sudah tegang. Mungkin karena pengaruh minuman
keras dan tontonan yang disajikan Sinta dan Dicky barusan, mereka
berdua pun semakin liar saling mencium tubuh yang lain satu sama lain. Pakaian mereka sudah
terlempar kesana kemari. Ciuman bibir, elusan jari-jari dan bibir, remasan
tangan, jilatan lidah menyertai erangan Anna dan Agus. Mereka
berdua
seolah-olah berlomba untuk saling memberikan kepuasan kepada yang lain. Apalagi
ketika Anna menindih tubuh Agus dari atas dengan posisi
kepala Anna tepat pada paha Agus dan mengerjai penisnya
dengan ganasnya. Agus menciumi dan menjilati
apa yang tepat ada di atas wajahnya, Agus menggarap klitorisnya
dengan lidah dan Agus menggunakan bibirnya
untuk mengisap klitoris yang semakin tegang itu. Setelah tak tahan lagi, Anna
segera bangkit lalu menungging di depan Agus. Rupanya ia mau minta Agus melakukan doggy style
posisi yang sangat ia sukai. Dari ruang keluarga, terdengar rintihan Sinta dan
erangan Dicky. Mungkin mereka sudah semakin hebat melakukan persetubuhan.
Agus mengarahkan
penisnya ke vagina Anna. Agus menggesek-gesekkan
kepala penis hingga ia kembali merintih,
“Guuussss, jangan permainkan aku! Ayo masukin dong, aku nggak
tahan lagi, sayaaaanngg!” pintanya.
Penis Agus mulai masuk sedikit demi sedikit ke dalam . Agus memegang pinggul Anna dan memaju-mundurkan tubuhnya mengikuti
alunan penis masuk keluar . Sekitar lima menit
Agus melakukan gerakan begitu, Anna belum juga orgasme, begitu pula Agus.
Kemudian Agus meraba kedua payudara Anna
yang menggantung indah dari belakang. Agus meremas-remas sambil merapatkan dadanya ke
punggung Anna.
“Ahhhh …..
sshsshh, ouuughhhh, nikmatnyaaaa …… sayangkuuuuu. ….” Anna mengerang, mendesah dan
merintih. Mendengar suara itu dan merasakan geliat tubuh Anna,
membuat Agus makin terangsang.
Lalu Agus menarik kedua tangan Anna ke belakang tubuhnya. Agus memegang lengan Anna dengan sentakan kuat ke arah tubuh Agus hingga Anna mendongakkan kepalanya. Kedua tanganAnna
berusaha menggapai payudaranya dan meremas-remas payudaranya sendiri. Agus dan Anna kini dalam posisi missionaris, Anna
tiduran telentang dengan kaki mengankang dan Agus meniduri tubuh Anna, ia tidak lagi menungging,
Agus membenamkan penis dalam-dalam ke vagina Anna . Rintihan Anna semakin tinggi dan saat Agus menghentakkan beberapa kali penisnya ke
dalam tubuh Anna, ia menjerit orgasme.
“Aaaaahhhhhh
….. oooooggghhh …..” Anna memeluk erat tubuh Agus, kakinya
mengait pantat Agus, vagina Anna berdenyu meremas-remas penis Agus. Sehingga
Agus tak kuat
lagi menahan nafsunya dan menyusul Anna mencapai puncak kenikmatan. Anna merasa lemas,
Agus masih menindih
tubuh Anna yang sesekali masih memaju-mundurkan penisnya di
dalam . Keringat bercucuran di tubuh mereka, meskipun pendingan kamar
itu cukup dingin.
Kemudian mereka melepas pelukan, Agus merebahkan
tubuhnya di samping Anna. . Tanpa sadar, Agus
tertidur, juga Anna.
Sementara
di ruang tengah suara
Dicky dan Sinta masih bersaut-sautan, pada waktu yang
bersamaan dengan pergulatan Agus dan Anna di dalam kanar tadi. Dicky melepas celana dalam Sinta dan menciumi paha Sinta, lalu kembali
penis Dicky itu memasuki vagina
Sinta. Dicky dan Sinta sama-sama telanjang bulat. Dicky masih terus menciumi payudara. Sinta memegang tangan
Dicky dan meminta Dicky meremas-remas payudaranya
yang satunya dan
memilin putingnya. Desahan Sinta semakin kuat disertai geliat tubuhnya, apalagi saat penis Dicky
memasuki vagina Sinta yang sudah basah. Dicky kemudian memaju-mundurkan
tubuhnya hingga penis itu masuk keluar vagina Sinta. Sinta mengerang dan meracau
dengan tatapan mata sayu. Dicky mendekati wajahnya dan memagut
bibirnya sambil membelai payudaranya. Dicky mengangkangkan pahanya di
luar paha Sinta, lalu menujukan penis ke dalam vagina Sinta.
Setelah penis tersebut masuk, kedua
pahanya bergerak ke arah dalam ke bawah kedua paha Sinta, sehingga kedua paha
Sinta semakin rapat mengunci penis yang sudah masuk dengan
mantap ke dalam vagina Sinta. Sedangkan di bawah, kedua tungkai Dicky
mengunci kedua tungkai Sinta. Kini kaki Dicky sudah mengunci paha dan
kaki Sinta dengan ketatnya. Mulut Dicky mengarah pada payudara
Sinta dan melumat habis kedua payudara keponakannya.
Erangan Sinta semakin dahsyat, terdengar semakin berubah menjadi
rintihan. Apalagi semakin cepat menggerakkan penis ke dalam vagina Sinta. Beberapa
kali ia malah menghentakkan dalam-dalam penis tersebut ke vagina Sinta.
Mungkin sekitar lima menit diserang begitu, Sinta tak kuasa lagi bertahan, ia
merintih lirih,
“Ooom Dickyyyyyyy, aku dapet ….. aaahhhhhh
…… nikmattt …… sssshhhhh .…… ooouuugghhh ….. aaaakkkhhh.”
Dicky masih terus merojok vagina
Sinta, hingga Sinta semakin dahsyat merasakan orgasmenya, Dicky tak peduli ia terus memasuk keluar kan batang penisnya ke dalam vagina Sinta. Dicky mencium bibir Sinta dengan
lembut. Keduanya berciuman agak lama dan kembali berbaring terlentang
berdampingan. Aku dan mengambil tempat di samping mereka berdua.
Setelah itu, Sinta meminta Dicky menyetubuhinya dengan posisi ia
di atas dan Dicky berbaring di bawah, kemudian Sinta memegang
dan memasukkan
penis Dicky ke dalam vaginanya. Tubuh telanjang berkeringat Sinta menduduki perut Dicky sambil
melakukan gerakan seakan-akan sedang menunggang kuda. Desahan Sinta semakin
kuat sebab penis itu benar-benar masuk hingga pangkalnya ke
dalam vaginanya. Dicky tidak banyak bergerak, hanya pasif, Dicky memeluk Sinta
dari belakang punggungnya, sedangkan Sinta dari arah atas tubuh Dicky, terus naik turun, kadang menggoyang
memutar.
“Oom, ….uhhh …..ooohhhh….., dapet
lagi Om…..
oooohhhh, nikmatnya” desahnya.
Sinta mencapai puncak orgasme yang kedua, tubuh Sinta lemas,
lalu ambruk di atas tubuh Dicky. Karena
Dicky belum sampe maka tubuh Sinta direbahkan diatas sofa. Lalu Dicky memposisikan di atas tubuh Sinta, dann memasukkan
penisnya ke dalam vaginanya. Dicky menggerakkan
penisnya maju mundur, dan tangan Dicky
meremas-remas kedua payudara Sinta. Rintihan perempuan itu semakin kuat
terdengar. Sinta tidak lagi mengerang atau mendesah, melainkan
merintih-rintih dan bahkan sesekali menjerit kuat.
“Auuuhhh …. Ooooohhhhh …. gila ….. Oom
Dicky benar-benar gila! Uuuukhhhh ….. sssshhhhh …..
aakkkkhhhh …..” rintihnya sambil menggeliat-geliatkan tubuhnya menerima
serangan Dicky . Pagutan bibir Dicky menutup rintihannya dengan lilitan lidah yang menjulur memasuki
rongga mulutnya. Sinta merapatkan tubuhnya ke tubuh
Dicky dan
kedua tangannya meremas-remas punggung Dicky. Sinta merintih menikmati serangan di bagian
vitalnya. Entah sudah berapa puluh kali penis Dicky bergerak masuk keluar
vagina Sinta. Sementara Dicky memusatkan pikiran pada gerakan penisnya yang
semakin cepat di dalam vagina Sinta yang sudah semakin becek.
Rintihan Sinta semakin tinggi berubah menjadi jeritan. Ia
memekik nikmat, ketika mencapai orgasme
yang k etiga.
Dicky menyusul orgasme, ia menghentakkan penisnya kuat-kuat ke dalam
vagina Sinta, muncratlah sperma Dicky memasuki vagina Sinta, kedua tangan Sinta menahan
pantat Dicky, agar tetap melabuhkan penisnya di dalam vagina. Ia seakan tidak
rela penis itu keluar dari vaginanya, meskipun ia sudah
orgasme. Tak lama kemudian, Dicky mencabut penisnya.
Karena energi mereka terkuras, maka Dicky dan Sinta pun tertidur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar