Minggu, 30 September 2012

Murni Anak Angkatku

Sejauh ini ‘pelajaran’ yang kuberikan kepada Murni sudah hampir seluruhnya, seingatku. Murni dalam umurnya yang hampir 17 tahun sudah mengerti tentang hubungan suami-isteri, tentang bagaimana perangsangan dilakukan, dan juga tentang ejakulasi. Menyaksikan Aku, ayah angkatnya ejakulasi saat dia belajar mengoralku, juga menonton hubungan seks yang kulakukan dengan isteriku dari awal sampai akhir. Bahkan dia juga sudah merasakan sendiri nikmatnya dirangsang ketika Aku mengulumi puting dadanya dan menjilati kewanitaannya.

Yang dia belum alami adalah orgasme-nya sendiri. Tentu saja ini sulit kuberikan, karena Aku sudah commit tak akan merusak anak angkatku walaupun dia pernah memintanya. Bahkan Aku sempat juga tergoda untuk melakukannya. Tapi, biarlah yang satu itu ia dapatkan dari suaminya kelak. Kadang Aku merindukan saat-saat berdua saja dan bebas melakukan apa saja (kecuali yang satu itu). Tapi Aku memang benar-benar ingin lagi merabai tubuhnya. Sudah beberapa bulan Aku tak lagi ‘memeriksa’ sudah sebesar apa buah dadanya, atau sedah lebatkah bulu-bulu kelaminnya. Kesempatan untuk berdua semakin susah kudapatkan, apalagi Murni sudah semakin sibuk dengan kegiatan-kegiatan eks-kul-nya. Bahkan untuk bertanya berapa sekarang ukuran bra dia, aku tak punya kesempatan.


Tapi…. suatu pagi ketika Aku sedang di kantor, telepon berdering.
“Ayah, punya nomor telepon Avia Travel gak?” terdengar suara isteriku.
Aku hampir melonjak kegirangan. Itu artinya isteriku mau ke Bandung.
“Ada…ada… bentar Ayah cari dulu….”kataku girang.
Cepat-cepat Aku cari di HP, gak ketemu. Di buku catatan juga tak ketemu.
“Tutup dulu dah Bu, entar Ayah telepon”

Kenapa musti bingung cari-cari? Telepon saja 108, beres. Itulah Aku, saking gembiranya sampai lupa. Aku juga tak memikirkan kenapa isteriku tak nelepon saja ke Penerangan, mungkin dia juga lupa. Nomor sudah kudapat.
“Kapan Ibu mau ke Bandung?”tanyaku
“Eh… siapa yang mo ke Bandung” Seketika lenyaplah kegembiraanku.
“Lhah …. nanya travel buat apa?”tanyaku.
“Ini…. ibu-ibu tetangga pada mau jalan-jalan ke Jatiluhur….”
“Oooh….”kataku melongo, dan tentu saja kecewa.
“Ibu gak ikut?”
“Pasti dong ….. boleh kan Yah…”
“Boleh….boleh….”jawabku cepat.
“Makasih ya….” Untung dia tak curiga, kenapa Aku begitu bersemangat memberi izin….

***

Hari Minggu pagi-pagi isteriku sudah sibuk melakukan persiapan untuk jalan-jalan. Murni sibuk pula membantunya.
“Bener kamu gak ikut, Mur” tanya isteriku.
“Penginnya sih Bu…. tapi udah janjian ama temen2 nih….lagian ‘kan ibu-ibu semua…”
“Tante Rina bawa anaknya tuh….”
“Iya emang, tapi kan …. masa Murni gaul ama anak SD….”kata Murni.
“Iya sih… emang ini acara ibu-ibu. Kali aja Murni pengin ikutan” kata isteriku.

Aku antarkan isteriku sampai pintu pagar, selanjutnya Murni membawakan tas berisi makanan sampai ke taman di kompleks perumahan, di mana bus Avia travel sudah siap terparkir. Aku hanya melihatnya dari kejauhan saja. Dasar ibu-ibu, heboh, mulutnya yang lebih banyak bekerja dibanding tangannya. Kulihat Murni masih disitu, padahal Aku harapkan dia segera balik. Sampai bus berangkat dan lenyap di tikungan, barulah Murni pulang. Aku masih di depan pintu memperhatikan Murni jalan menuju rumah. Inilah saatnya…. Aha… belum-belum penisku menegang melihat Murni dengan blouse ketatnya. Dadanya berguncang indah ketika dia jalan cepat. Uh…. dada anak ini sudah tumbuh sempurna. Berapa bulan ya Aku tak melihat gumpalan daging kembar itu?

Aku masuk, dengan berdebar menunggu kedatangan Murni. Begitu beberapa langkah Murni memasuki pintu, Aku sergap dan memeluknya erat-erat. Walaupun agak kaget Murnipun segera menyambut pelukanku. Kurasakan ganjalan dadanya memang lebih sesak.
“Mur…..”
“Ayah…..”katanya
“Ayah kangen….”
“Kan tiap hari ketemu”katanya.
“Iya, tapi udah lama Ayah engga peluk kamu…”
“Iya ya Yah…. dah lama banget”
“Tubuh kamu…..”kataku sambil merabai pantatnya. Makin padat dan makin membulat.
“Kanapa tubuh Murni Yah….”
“Makin sexy aja….”
“Masa’ sih Yah…..”katanya sambil melepas pelukan dan mengamati tubuhnya sendiri.
“Rasanya biasa aja tuh…. sexy gimana Yah…”sambungnya.
Kutangkupkan kedua telapak tanganku ke kedua buah dadanya.
“Buah dadamu udah gede sekarang”kataku.
“Berapa sekarang ukuran bra kamu?”
“34B Yah….”
“Wow… udah sama ama punya Ibu tuh…”komentarku.
Kedua tanganku turun ke pinggangnya.
“Pinggang kamu mkin ramping….”
“Engga kok Yah….ukuran celana masih sama tuh…”
“Oh…mungkin ini nih…”kataku sambil tanganku merabai lengkungan indah pinggulnya.
“Pinggulmu nambah jadi pinggangmu terlihat menyusut”
Lalu tanganku ke belakang tubuhnya dan lalu meremasi kedua gumpalan pantatnya.
“Pantatmu ….. hmmm….. sexy banget….”

Lalu dengan cepat tanganku menuju dadanya melepas kancing blouse-nya satu persatu.
“Ayah mo ngapain….”
“Murni blum mandi…..”katanya lagi. Tangannya mencegah tanganku.
“Cuman pengin ngeliat aja…”kataku.
Lalu tangannya melepas tanganku. Aku meneruskan pekerjaaanku sampai semua kancingnya lepas. Juga blouse-nya sekalian kutanggalkan. Murni tak menolak.

Cup bra warna krem itu bagai tak mampu menampung kedua ‘bola’ putih mulus itu.
“Hmmm…. kaya’nya kamu harus pakai 36 Murni….”
“Udah pernah nyoba…. kegedean Yah….”
“Atau coba yang 34 cup C deh….”
“Iya keknya”katanya.
Tanganku bergerak ke punggungnya dan melepas kaitan bra-nya. Murni biasa saja, tak berreaksi. Bra itu terlepas….
Wow !
Kini kedua bola kembar itu tampak seutuhnya.
Sepasang gumpalan daging yang dibungkus oleh kulit putih dan mulus, tanpa cacat. Urat-urat kehijauan samar-samar menghiasi, menambah keindahan buah dada perawan ini. Mataku tak berkesip memandanginya…
“Kenapa Yah…. sampai melotot gitu….”katanya.
Puting dadanya berwarna nyaris pink, masih kecil seperti dulu, bedanya, sekarang menonjol menggemaskan.
“Puting dadamu……”
“Kenapa?”
“Udah nonjol, sekarang….”
“Habisnya…. Ayah raba-raba…. kan Murni jadi horny….”
Aku terkejut. Dia sudah mengenal kata ‘horny’. Rasanya Aku belum pernah mengenalkan kata itu.

Langsung saja mulutku merapat hendak menjangkau puting indahnya.
“Yah…. Murni belum mandi…..”
Aku tak peduli. Tak ada aroma aneh. Kukemot pelan-pelan puting yang mulai mengeras itu.
Murni melenguh pelan.
Mulutku mengemoti puting kirinya sedangkan telapak tanganku meremasi dada kanannya. Puting itu makin keras.
Murni merintih….
Sudah mirip rintihan wanita dewasa yang sedang menikmati rangsangan pada tubuhnya, bukan lagi rintihan gadis 16 tahun…

“Kita ke kamar Yah…..”bisiknya pelan sambil terengah
Aku tersadar. Aku menciumi buah dada anak angkatku di ruang tamu. Bagaimana kalau tiba-tiba ada orang masuk ?
Kututup pintu depan dan kukunci, lalu Aku membimbing Murni masuk ke kamarnya. Murni masih sempat menyambar blouse dan bra yang tercecer di lantai. Murni langsung merebahkan diri ke kasur. Aku mengikutinya dan menindih tubuhnya.
“Ayah udah keras…..”katanya lemah.
“Terasa ya….”kataku.
Kubelai-belai dulu seluruh wajahnya. Dimataku, pagi ini Murni jadi cantik luar biasa. Wajah putih bersih itu jadi bersemu merah. Aku langsung mencium bibirnya dan Murni menyambut ciumanku dengan hangat. Bibir dan lidahnya segera bermain mengimbangi permainanku. Berbeda dengan ciuman beberapa bulan lalu, kali ini ciuman Murni terkesan ganas. Aku tak ingat lagi bahwa wanita yang sedang kutindih tubuhnya dan kulumat bibirnya ini adalah anak angkatku. Rasanya Aku sedang mencumbui isteriku, cumbuan dalam proses menuju hubungan suami isteri. Dalam bayanganku, isteriku ini menjadi jauh lebih muda. Terbayang kan nikmatnya ? Aku lupa bahwa isteriku sebenarnya sekarang sedang duduk dalam bus menuju Jatiluhur.

Lelah berciuman, biasanya mulutku terus ke bawah menciumi leher. Biasanya isteriku menggelinjang menerima ciuman di lehernya. Tapi “isteri”ku ini hanya merintih dan merintih, tubuhnya hanya sedikit ber-gerak-gerak, bukan menggelinjang. Dari leher turun ke dada, pastilah.
Aku mulai dari menciumi buah sebelah kanan sementara tanganku meremasi dada kiri. Dalam genggamanku buah ini sama besarnya milik isteriku, tapi… kekenyalannya jauh berbeda. Dada “isteriku” ini begitu keras dan padat. Mulutkupun merasakan perbedaan. Puting yang sedang kukemot ini lebih mungil. Reaksinya juga beda. Berbeda dengan Murni beberapa bulan lalu sering geli-geli sehingga kadang2 menepis, Murni sekarang menikmatinya dengan merintih-rintih dan tubuh berkelojotan, sehingga sering mulutku harus mengikuti ‘buah’ yang ‘berlari’ kesana-kemari. Lalu tangan dan mulutku berganti peran, mulutku pindah ke dada kiri dan tanganku ke dada kanan.

Tapi tak lama, Aku seolah “diingatkan” oleh gerakan pinggulnya yang mendesakkan selangkangannya ke selangkanganku. Diingatkan ada yang belum kujamah. Tanganku melepas buah dadanya dan bergerak ke bawah menyusup ke balik rok-nya, lalu menyusup sekali lagi ke balik celana dalamnya. Ehm…. terasa oleh tanganku, bulu-bulu halus itu. Memang seperti yang sudah kuduga, Murni telah basah. Tapi Aku tak mengira dia akan sekuyup ini. Kakinya membuka seolah memberi jalan untuk tanganku. Begitu ujung jariku menyentuhnya, Murni langsung melenguh keras, dan panjang.
“Ooh….ayah….”
“Napa Murni….”
“….Sedap….banget….”katanya terputus-putus.
Padahal jariku cuma menggosoki clit dan pintu liangnya.

Tiba pada tahap selanjutnya, yaitu seperti biasa, Aku akan membenamkan kepalaku di selangkangan isteriku, cunillingus. Maka Aku bangkit, memelorotkan rok dan sekaligus celana dalamnya. Sejenak Aku tertegun. Dua hal yang membuatku ‘pause’, pertama, yang sedang kutelanjangi ini ternyata bukan isteriku seperti bayanganku tadi. Dan kedua, vagina ini sudah berubah. Permukaannya sudah ditumbuhi bulu-bulu halus yang hampir merata. Mirip vagina artis JAV yang sering kulihat di internet, kalau tak salah namanya Miyabi…

Isteriku atau bukan, kali ini dia adalah milikku. Lalu ketika aku menundukkan kepala, “isteriku” ini bangkit.
“Yah…. jangan di sini….’
“Kenapa…?”
“Kalo-kalo temen Murni nanti dateng…. biasanya langsung ke kamar….”
“Emang jam berapa mereka dateng”
Murni melirik jam dinding.
“Masih sejam lagi sih…. tapi….”
“OK. kita pindah ke kamar Ayah”kataku.
Murni bangkit sambil buru2 menyambar pakaiannya yang berserakan.

Sampai di kamarku, tiba-tiba Aku ingat sesuatu.
“Kita ke atas aja yuk….”
Kalau teman2 Murni datang pasti akan mendengar lenguhan Murni yang sekarang jadi keras. Murni menangkap maksudku, maka dengan masih telanjang bulat sambil menggamit pakaiannya Murni naik tangga. Aku ikut di belakangnya sambil menikmati goyang pantat polosnya yang begitu menggairahkan.

Kita berdua masuk ke kamar anakku dan langsung menguncinya. Murni rebah terlentang di kasur, pahanya dibuka lebar-lebar menyuguhkan belahan vagina yang membasah. Aku juga langsung melepas seluruh pakaianku dan menyerbu selangkangan Murni. Segera tercium aroma khas perawan, aroma yang kusukai. Aku mulai dengan menjilati clit dan liangnya. Murni lagi-lagi merintih dan tubuhnya gelisah.
“Ayah…..Ayah….”serunya pelan di sela-sela rintihannya. Beberapa menit kemudian…. tibalah saatnya.
“Ayo …Yah…. masukin….sekarang…..”katanya terputus-putus.

Aku bangkit dan bertumpu pada kedua lututku. Kelaminku dengan gagahnya telah siap. Kami berdua sudah terrangsang sedemikian tingginya sehingga kami lupa tentang diri kami masing-masing. Yang Aku ingat hanyalah Aku segera akan memasuki tubuh perempuan yang gelisah membasah ini. Kuletakkan kepala penisku di liang senggama Murni yang hanya terlihat seperti garis lembab. Kugosok-gosokan vertikal dari kelentit ke bawah dan sebaliknya. Begitu terus berulang-ulang agar “garis” itu membuka. Murni makin tak karuan.

Lalu…. pada posisi yang tepat, Aku menekan pelan. Mentok. Kepala penisku seperti membentur dinding. Kuulang menggosok lagi beberapa kali, lalu mulai menekan, agak keras. Kepala penisku nyaris tenggelam ketika Murni mengaduh. Kulihat wajahnya berkerut menahan sakit. Tekanan kukendorkan.
“Sakit…Mur…..?”
Murni mengangguk-angguk. Bibirnya mengatup, kepalanya tengadah menatap atap dan matanya terpejam.
“Terus aja Yah….”serunya agak keras.
Justru suaranya yang agak keras ini menggugah kesadaranku. Sebentar lagi Aku akan merobek selaput dara anak angkatku. Pantaskah perbuatanku ini?
“…..Ayo Yah…..”
Anakku lah yang mengundang, akankah Aku menerima undangannya ?
Aku bimbang.
Antara ya dan tidak
Antara memenuhi nafsu dan menimbang moral.
Sempitnya vagina ini memang menggiurkanku untuk merasakan sensasi yang pernah kurasakan belasan tahun lalu di waktu malam pengantin. Tapi, harus dibayar mahal oleh masa depan anak perwan ini.
Begitu bejatkah Aku ?
Tidak ! Aku tak sebejat itu. Mengorbankan masa depan anak angkat hanya demi sensasi selaput dara.

Aku menarik kelaminku.
Mata Murni terbuka.
“Kenapa Ayah….?”
Aku hanya memandanginya.
“Ayah….?”
“Engga, Mur….”
Wajah Murni masih menatapku dengan keheranan.
“Sebaiknya tidak kita lakukan….”kataku.
“Tapi Ayah…. Murni pengin ngerasain…..”
“Tidak Murni, tidak sepantasnya ….”
“Murni ingin Ayah yang pertama melakukannya….”
Aku hanya diam.
“Aku rela Yah……”
Aku bingung.
Tapi di saat kritis begini, Aku tiba-tiba menemukan jalan keluar.

Kubenamkan lagi wajahku ke selangkangan Murni. Kujilati lagi clit-nya, liangnya.
Murni kembali mendesah.
Bahkan clitnya kini kukemot-kemot.
Murni makin tak karuan.
Aku terus tak peduli rintihannya.
….Sampai beberapa menit kemudian……

Tubuhnya mengejang hebat. pahanya menjepit kepalaku dengan kencang.
Lalu kudengar lenguhan panjang, bahkan teriakan nada tinggi.
Kurasakan tubuhnya bergetar dan lalu berkedut-kedut beraturan, beberapa kali.
Murni telah sampai.
“Ayah……… enak bangeeet……..”
Kulepas kemotanku, kubiarkan tubuhnya berkedutan. beberapa lama.
Lalu kurasakan jepitan pahanya melonggar.
Pahanya jatuh, tubuhnya rebah lemas.
Aku melepaskan diri. Murni lalu meraih tubuhku dan memelukku kencang.
“Terima kasih Ayah……. enak banget……”
Aku juga memeluknya erat.
“Baru kali ini Murni merasakan sedapnya……”
Murni telah merasakan orgasme pertamanya…… !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar