Tokoh Utama
:
- Johan (13 tahun)
- Ayu (25 tahun)
- Efi (12 tahun)
Tokoh
Figuran :
- Kakak Johan, Lana Lobell, Ginger Roberts, Jayne Mansfield, Suami Ayu
Didalam
cerita pengalaman saya yang pertama yang saya beri judul "Masa kecil saya
di Palembang", saya menceritakan bagaimana saya diperkenalkan kepada
kenikmatan senggama pada waktu saya masih berumur 13 tahun oleh Ayu, seorang
wanita tetangga kami yang telah berumur jauh lebih tua. Saya dibesarkan didalam
keluarga yang sangat taat dalam agama. Saya sebelumnya belum pernah terekspos
terhadap hubungan laki-laki dan perempuan. Pengetahuan saya mengenai hal-hal
persetubuhan hanyalah sebatas apa yang saya baca didalam cerita-cerita porno
ketikan yang beredar di sekolah ketika saya duduk di bangku SMP.
Pada masa itu
belum banyak kesempatan bagi anak lelaki seperti saya walaupun melihat tubuh
wanita bugil sekalipun. Anak-anak lelaki masa ini mungkin susah membayangkan
bahwa anak seperti saya cukup melihat gambar-gambar di buku mode-blad punya
kakak saya seperti Lana Lobell, dimana terdapat gambar-gambar bintang film
seperti Ginger Roberts, Jayne Mansfield, yang memperagakan pakaian dalam, ini
saja sudah cukup membuat kita terangsang dan melakukan masturbasi beberapa
kali. Bisalah dibayangkan bagaimana menggebu-gebunya gairah dan nafsu saya
ketika diberi kesempatan untuk secara nyata bukan saja hanya bisa melihat tubuh
bugil wanita seperti Ayu, tetapi bisa mengalami kenikmatan bersanggama dengan
wanita sungguhan, tanpa memperdulikan apakah wanita itu jauh lebih tua. Dengan
hanya memandang tubuh Ayu yang begitu mulus dan putih saja sucah cukup
sebetulnya untuk menjadi bahan imajinasi saya untuk bermasturbasi, apalagi dengan
secara nyata-nyata bisa merasakan hangatnya dan mulusnya tubuhnya. Apalagi
betul-betul melihat kemaluannya yang mulus tanpa jembut. Bisa mencium dan
mengendus bau kemaluannya yang begitu menggairahkan yang kadang-kadang masih
berbau sedikit amis kencing perempuan dan yang paling hebat lagi buat saya
adalah bisanya saya menjilat dan mengemut kemaluannya dan kelentitnya yang
seharusnyalah masih merupakan buah larangan yang penuh rahasia buat saya.
Mungkin pengalaman dini inilah yang membuat saya menjadi sangat menikmati apa
yang disebut cunnilingus, atau mempermainkan kemaluan wanita dengan mulut.
Sampai sekarangpun saya sangat menikmati mempermainkan kemaluan wanita, mulai
dari memandang, lalu mencium aroma khasnya, lalu mempermainkan dan menggigit bibir
luarnya (labia majora), lalu melumati bagian dalamnya dengan lidah saya, lalu
mengemut clitorisnya sampai si wanita minta-minta ampun kewalahan. Yang
terakhir barulah saya memasukkan batang kemaluan saya kedalam liang sanggamanya
yang sudah banjir. Setelah kesempatan saya dan Ayu untuk bermain cinta (saya
tidak tahu apakah itu bisa disebut bermain cinta) yang pertama kali itu, maka
kami menjadi semakin berani dan Ayu dengan bebasnya akan datang kerumah saya
hampir setiap hari, paling sedikit 3 kali seminggu. Apabila dia datang, dia
akan langsung masuk kedalam kamar tidur saya, dan tidak lama kemudian sayapun
segera menyusul. Biasanya dia selalu mengenakan daster yang longgar yang bisa
ditanggalkan dengan sangat gampang, hanya tarik saja keatas melalui kepalanya,
dan biasanya dia duduk dipinggiran tempat tidur saya. Saya biasanya langsung
menerkam payudaranya yang sudah agak kendor tetapi sangat bersih dan mulus.
Pentilnya dilingkari bundaran yang kemerah-merahan dan pentilnya sendiri agak
besar menurut penilaian saya. Ayu sangat suka apabila saya mengemut pentil
susunya yang menjadi tegang dan memerah, dan bisa dipastikan bahwa kemaluannya
segera menjadi becek apabila saya sudah mulai ngenyot-ngenyot pentilnya.
Mungkin saking tegangnya saya didalam melakukan sesuatu yang terlarang, pada
permulaannya kami mulai bersanggama, saya sangat cepat sekali mencapai klimaks.
Untunglah Ayu selalu menyuruh saya untuk menjilat-jilat dan menyedot-nyedot
kemaluannya lebih dulu sehingga biasanya dia sudah orgasme duluan sampai dua
atau tiga kali sebelum saya memasukkan penis saya kedalam liang peranakannya,
dan setelah saya pompa hanya beberapa kali saja maka saya seringkali langsung
menyemprotkan mani saya kedalam vaginanya. Barulah untuk ronde kedua saya bisa
menahan lebih lama untuk tidak ejakulasi dan Ayu bisa menyusul dengan
orgasmenya sehingga saya bisa merasakan empot-empotan vaginanya yang
seakan-akan menyedot penis saya lebih dalam kedalam sorga dunia. Ayu juga
sangat doyan mengemut-ngemut penis saya yang masih belum bertumbuh secara
maksimum. Saya tidak disunat dan Ayu sangat sering menggoda saya dengan
menertawakan "kulup" saya, dan setelah beberapa minggu Ayu kemudian
berhasil menarik seluruh kulit kulup saya sehingga topi baja saya bisa muncul
seluruhnya. Saya masih ingat bagaimana dia berusaha menarik-narik atau mengupas
kulup saya sampai terasa sakit, lalu dia akan mengobatinya dengan mengemutnya
dengan lembut sampai sakitnya hilang. Setelah itu dia seperti memperolah
permainan baru dengan mempermainkan lidahnya disekeliling leher penis saya
sampai saya merasa begitu kegelian dan kadang-kadang sampai saya tidak kuat
menahannya dan mani saya tumpah dan muncrat ke hidung dan matanya.
Kadang-kadang Ayu juga minta "main" walaupun dia sedang mens.
Walaupun dia berusaha mencuci vaginanya lebih dulu, saya tidak pernah mau
mencium vaginanya karena saya perhatikan bau-nya tidak menyenangkan.
Paling-paling saya hanya memasukkan penis saja kedalam vaginanya yang terasa
banjir dan becek karena darah mensnya. Terus terang, saya tidak begitu
menikmatinya dan biasanya saya cepat sekali ejakulasi. Apabila saya mencabut
kemaluan saya dari vagina Ayu, saya bisa melihat cairan darah mensnya yang
bercampur dengan mani saya. Kadang-kadang saya merasa jijik melihatnya. Satu
hari, kami sedang asyik-asyiknya menikmati sanggama, dimana kami berdua sedang
telanjang bugil dan Ayu sedang berada didalam posisi diatas menunggangi saya.
Dia menaruh tiga buah bantal untuk menopang kepala saya sehingga saya bisa
mengisap-isap payudaranya sementara dia menggilas kemaluan saya dengan
kemaluannya. Pinggulnya naik turun dengan irama yang teratur. Kami rileks saja
karena sudah begitu seringnya kami bersanggama. Dan pasangan suami isteri yang
tadinya menyewa kamar dikamar sebelah, sudah pindah kerumah kontrakan mereka
yang baru. Saya sudah ejakulasi sekali dan air mani saya sudah bercampur dengan
jus dari kemaluannya yang selalu membanjir. Lalu tiba-tiba, pada saat dia
mengalami klimaks dan dia mengerang-erang sambil menekan saya dengan
pinggulnya, anak perempuannya yang bernama Efi ternyata sedang berdiri dipintu
kamar tidur saya.
"Ibu
main kancitan, iya..?" katanya.
(kancitan =
ngentot, bahasa Palembang) Saya sangat kaget dan tidak tahu harus berbuat
bagaimana tetapi karena sedang dipuncak klimaksnya, Ayu diam saja terlentang
diatas tubuh saya. Saya melirik dan melihat Efi datang mendekat ketempat tidur,
matanya tertuju kebagian tubuh kami dimana penis saya sedang bersatu dengan
dengan kemaluan ibunya. Lalu dia duduk di pinggiran tempat tidur dengan mata melotot.
"Hayo,
ibu main kancitan," katanya lagi.
Lalu
pelan-pelan Ayu menggulingkan tubuhnya dan berbaring disamping saya tanpa
berusaha menutupi kebugilannya. Saya mengambil satu bantal dan menutupi perut
dan kemaluan saya .
"Efi,
Efi. Kamu ngapain sih disini?" kata Ayu lemas.
"Efi
pulang sekolah agak pagi dan Efi cari-cari Ibu dirumah, tahunya lagi kancitan
sama Bang Johan," kata Efi tanpa melepaskan matanya dari arah kemaluan
saya. Saya merasa sangat malu tetapi juga heran melihat Ayu tenang-tenang saja.
"Efi
juga mau kancitan," kata Efi tiba-tiba.
"E-eh,
Efi masih kecil.." kata ibunya sambil berusaha duduk dan mulai mengenakan
dasternya.
"Efi
mau kancitan, kalau nggak nanti Efi bilangin Abah." "Jangan Efi,
jangan bilangin Abah.., kata Ayu membujuk. "Efi mau kancitan," Efi
membandel. "Kalo nggak nanti Efi bilangin Abah.."
"Iya
udah, diam. Sini, biar Johan ngancitin Efi." Ayu berkata. Saya hampir
tidak percaya akan apa yang saya dengar. Jantung saya berdegup-degup seperti
alu menumbuk. Saya sudah sering melihat Efi bermain-main di pekarangan rumahnya
dan menurut saya dia hanyalah seorang anak yang masih begitu kecil. Dari mana
dia mengerti tentang "main kancitan" segala? Ayu mengambil bantal
yang sedang menutupi kemaluan saya dan tangannya mengelus-ngelus penis saya
yang masih basah dan sudah mulai berdiri kembali.
"Sini,
biar Efi lihat." Ayu mengupas kulit kulup saya untuk menunjukkan kepala
penis saya kepada Efi. Efi datang mendekat dan tangannya ikut meremas-remas
penis saya. Aduh maak, saya berteriak dalam hati. Bagaimana ini kejadiannya?
Tetapi saya diam saja karena betul-betul bingung dan tidak tahu harus melakukan
apa. Tempat tidur saya cukup besar dan Ayu kemudian menyutuh Efi untuk membuka
baju sekolahnya dan telentang di tempat tidur didekat saya. Saya duduk dikasur
dan melihat tubuh Efi yang masih begitu remaja. Payudaranya masih belum
berbentuk, hampir rata tetapi sudah agak membenjol. Putingnya masih belum
keluar, malahan sepertinya masuk kedalam. Ayu kemudian merosot celana dalam Efi
dan saya melihat kemaluan Efi yang sangat mulus, seperti kemaluan ibunya. Belum
ada bibir luar, hanya garis lurus saja, dan diantara garis lurus itu saya
melihat itilnya yang seperti mengintip dari sela-sela garis kemaluannya. Efi
merapatkan pahanya dan matanya menatap kearah ibunya seperti menunggu apa yang
harus dilakukan selanjutnya. Saya mengelus-elus bukit venus Efi yang agak
menggembung lalu saya coba merenggangkan pahanya. Dengan agak enggan, Efi
menurut, dan saya berlutut di antara kedua pahanya dan membungkuk untuk mencium
selangkangan Efi.
"Ibu,
Efi malu ah.." kata Efi sambil berusaha menutup kemaluannya dengan kedua
tangannya.
"Ayo,
Efi mau kancitan, ndak?" kata Ayu. Saya mengendus kemaluan Efi dan baunya
sangat tajam.
"Uh,
mambu pesing." Saya berkata dengan agak jijik. Saya juga melihat adanya
"keju" yang keputih-putihan diantara celah-celah bibir kemaluan Efi.
"Tunggu
sebentar," kata Ayu yang lalu pergi keluar kamar tidur. Saya menunggu
sambil mempermainkan bibir kemaluan Efi dengan jari-jari saya. Efi mulai
membuka pahanya makin lebar. Sebentar kemudian Ayu datang membawa satu baskom
air dan satu handuk kecil. Dia pun mulai mencuci kemaluan Efi dengan handuk
kecil itu dan saya perhatikan kemaluan Efi mulai memerah karena digosok-gosok
Ayu dengan handuk tadi. Setelah selesai, saya kembali membongkok untuk mencium
kemaluan Efi. Baunya tidak lagi setajam sebelumnya dan sayapun menghirup aroma
kemaluan Efi yang hanya berbau amis sedikit saja. Saya mulai membuka
celah-celah kemaluannya dengan menggunakan lidah saya dan Efi-pun merenggangkan
pahanya semakin lebar. Saya sekarang bisa melihat bagian dalam kemaluannya
dengan sangat jelas. Bagian samping kemaluan Efi kelihatan sangat lembut ketika
saya membuka belahan bibirnya dengan jari-jari saya, kelihatanlah bagian
dalamnya yang sangat merah. Saya isap-isap kemaluannya dan terasa agak asin dan
ketika saya mempermainkan kelentitnya dengan ujung lidah saya, Efi
menggeliat-geliat sambil mengerang,
"Ibu,
aduuh geli, ibuu.., geli nian ibuu.." Saya kemudian bangkit dan
mengarahkan kepala penis saya kearah belahan bibir kemaluan Efi dan tanpa
melihat kemana masuknya, saya dorong pelan-pelan.
"Aduh,
sakit bu..," Efi hampir menjerit.
"Johan,
pelan-pelan masuknya." Kata Ayu sambil mengelus-elus bukit Efi. Saya coba
lagi mendorong, dan Efi menggigit bibirnya kesakitan.
"Sakit,
ibu." Ayu bangkit kembali dan berkata,
"Johan
tunggu sebentar," lalu dia pergi keluar dari kamar. Saya tidak tahu kemana
Ayu perginya dan sambil menunggu dia kembali sayapun berlutut didepan kemaluan
Efi dan sambil memegang batang penis, saya mempermainkan kepalanya di clitoris
Efi. Efi memegang kedua tangan saya erat-erat dengan kedua tangannya dan saya
mulai lagi mendorong. Saya merasa kepala penis saya sudah mulai masuk tetapi
rasanya sangat sempit. Saya sudah begitu terbiasa dengan lobang kemaluan Ayu
yang longgar dan penis saya tidak pernah merasa kesulitan untuk masuk dengan
mudah. Tetapi liang vagina Efi yang masih kecil itu terasa sangat ketat.
Tiba-tiba Efi mendorong tubuh saya mundur sambil berteriak,
"Aduuh..!"
Rupanya tanpa saya sadari, saya sudah mendorong lebih dalam lagi dan Efi masih
tetap kesakitan. Sebentar lagi Ayu datang dan dia memegang satu cangkir kecil
yang berisi minyak kelapa. Dia mengolesi kepala penis saya dengan minyak itu
dan kemudian dia juga melumasi kemaluan Efi. Kemudian dia memegang batang
kemaluan saya dan menuntunnya pelan-pelan untuk memasuki liang vagina Efi.
Terasa licin memang dan saya-pun bisa masuk sedikit demi sedikit. Efi meremas
tangan saya sambil menggigit bibir, apakah karena menahan sakit atau merasakan
enak, saya tidak tahu pasti. Saya melihat Efi menitikkan air mata tetapi saya
meneruskan memasukkan batang penis saya pelan-pelan.
"Cabut
dulu," kata Ayu tiba-tiba. Saya menarik penis saya keluar dari lobang
kemaluan Efi. Saya bisa melihat lobangnya yang kecil dan merah seperti
menganga. Ayu kembali melumasi penis saya dan kemaluan Efi dengan minyak
kelapa, lalu menuntun penis saya lagi untuk masuk kedalam lobang Efi yang
sedang menunggu. Saya dorong lagi dengan hati-hati, sampai semuanya terbenam
didalam Efi. Aduh nikmatnya, karena lobang Efi betul-betul sangat hangat dan
ketat, dan saya tidak bisa menahannya lalu saya tekan dalam-dalam dan air
manikupun tumpah didalam liang kemaluan Efi. Efi yang masih kecil. Saya juga
sebetulnya masih dibawah umur, tetapi pada saat itu kami berdua sedang
merasakan bersanggama dengan disaksikan Ayu, ibunya sendiri. Efi belum tahu
bagaimana caranya mengimbangi gerakan bersanggama dengan baik, dan dia diam
saja menerima tumpahan air mani saya. Saya juga tidak melihat reaksi dari Efi
yang menunjukkan apakah dia menikmatinya atau tidak. Saya merebahkan tubuh saya
diatas tubuh Efi yang masih kurus dan kecil itu. Dia diam saja. Setelah
beberapa menit, saya berguling kesamping dan merebahkan diri disamping Efi.
Saya merasa sangat terkuras dan lemas. Tetapi rupanya Ayu sudah terangsang lagi
setelah melihat saya menyetubuhi anaknya. Diapun menaiki wajah saya dan
mendudukinya dan menggilingnya dengan vaginanya yang basah, dan didalam kami di
posisi 69 itu diapun mengisap-ngisap penis saya yang sudah mulai lemas sehingga
penis saya itu mulai menegang kembali. Wajah saya begitu dekat dengan anusnya
dan saya bisa mencium sedikit bau anus yang baru cebok dan entah kenapa itu
membuat saya sangat bergairah. Nafsu kami memang begitu menggebu-gebu, dan saya
sedot dan jilat kemaluan Ayu sepuas-puasnya, sementara Efi menonton kami berdua
tanpa mengucapkan sepatah katapun. Saya sudah mengenal kebiasaan Ayu dimana dia
sering kentut kalau betul-betul sedang klimaks berat, dan saat itupun Ayu
kentut beberapa kali diatas wajah saya. Saya sempat melihat lobang anusnya
ber-getar ketika dia kentut, dan sayapun melepaskan semburan air mani saya yang
ketiga kalinya hari itu didalam mulut Ayu.
"Alangkah
lemaknyoo..!" saya berteriak dalam hati.
"Ugh,
ibu kentut," kata Efi tetapi Ayu hanya bisa mengeluarkan suara seperti
seseorang yang sedang dicekik lehernya. Hanya sekali itu saja saya pernah
menyetubuhi Efi. Ternyata dia masih belum cukup dewasa untuk mengetahui
nikmatnya bersanggama. Dia masih anak kecil, dan pikirannya sebetulnya belum
sampai kepada hal-hal seperti itu. Tetapi saya dan Ayu terus menikmati indahnya
permainan bersanggama sampai dua atau tiga kali seminggu. Saya masih ingat
bagaimana saya selalu merasa sangat lapar setelah setiap kali kami selesai
bersanggama. Tadinya saya belum mengerti bahwa tubuh saya menuntut banyak gizi
untuk menggantikan tenaga saya yang dikuras untuk melayani Ayu, tetapi saya
selalu saya merasa ingin makan telur banyak-banyak. Saya sangat beruntung
karena kami kebetulan memelihara beberapa puluh ekor ayam, dan setiap pagi saya
selalu menenggak 4 sampai 6 butir telur mentah. Saya juga memperhatikan dalam
tempo setahun itu penis saya menjadi semakin besar dan bulu jembut saya mulai
menjadi agak kasar. Saya tidak tahu apakah penis saya cukup besar dibandingkan
suami Ayu ataupun lelaki lain. Yang saya tahu adalah bahwa saya sangat puas,
dan kelihatannya Ayu juga cukup puas. Saya tidak merasa seperti seorang yang
bejat moral. Saya tidak pernah melacur dan ketika saya masih kawin dengan
isteri saya yang orang bule, walaupun perkawinan kami itu berakhir dengan
perceraian, saya tidak pernah menyeleweng. Tetapi saya akan selalu berterima
kasih kepada Ayu (entah dimana dia sekarang) yang telah memberikan saya
kenikmatan didalam umur yang sangat dini, dan pelajaran yang sangat berharga
didalam bagaimana melayani seorang perempuan, terlepas dari apakah itu salah atau
tidak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar