Tokoh Utama :
- Yoyok (20 tahun)
- Vivin (40 tahun)
Tokoh Figuran :
- Kakak perempuan, Teman kost, Pacar
Cerita
ini bermula pada waktu itu aku lagi kuliah di semester VI di salah satu PTS di
Bandung. Ceritanya saat itu aku lagi putus dengan pacarku dan memang dia tidak
tahu diri, sudah dicintai malah bertingkah, akhirnya cerita cintaku cuma
berumur 2 tahun saja. Waktu itu aku tinggal berlima dengan teman satu kuliah
juga, kita tinggal serumah atau ngontrak satu rumah untuk berlima. Kebetulan di
rumah itu hanya aku yang laki-laki.
Mulanya
aku bilang sama kakak perempuanku, “Sudah, aku pisah rumah saja atau kos di
tempat”, tapi kakakku ini saking sayangnya padaku, ya saya tidak diperbolehkan
pisah rumah. Kita pun tinggal serumah dengan tiga teman wanita kakakku. Ada
satu diantara mereka sudah jadi dosen tapi di Universitas lain, Ibu Vivin
namanya. Kita semua memanggilnya Ibu maklum sudah umur 40 tahun tapi belum juga
menikah.
“Eh,
kamu akhir-akhir ini kok sering ngelamun sih, ngelamunin apa yok? Jangan-jangan
ngelamunin yang itu..” Ibu Vivin bertanya
Memang
dalam kesehari-harianku, ibu Vivin tahu karena aku sering juga curhat sama dia
karena dia sudah kuanggap lebih tua dan tahu banyak hal.
“Tahu
nggak masalah yang kuhadapi? Sekarang aku baru putus sama pacarku”, kataku, memulai cerita.
“Oh….
gitu ceritanya, pantesan aja dari minggu kemarin murung aja dan sering ngalamun
sendiri”, kata Ibu Vivin.
Begitu
dekatnya aku sama Ibu Vivin sampai suatu waktu aku mengalami kejadian ini.
Entah kenapa aku tidak sengaja sudah mulai ada perhatian sama Ibu Vivin. Waktu
itu tepatnya siang-siang semuanya pada kuliah, aku sedang sakit kepala jadinya
aku bolos dari kuliah. Siang itu tepat jam 11:00 siang saaat aku bangun, eh
agak sedikit heran kok masih ada orang di rumah, biasanya kalau siang-siang
bolong begini sudah pada nggak ada orang di rumah tapi kok hari ini kayaknya
ada teman di rumah nih. Aku pergi ke arah dapur.
“Eh
Ibu Vivin, nggak ngajar Bu?” tanyaku.
“Kamu
kok nggak kuliah?” tanya dia.
“Habis
sakit Bu”, kataku.
“Sakit
apa sakit?” goda Ibu Vivin.
“Ah…
Ibu Vivin bisa aja”, kataku.
“Sudah
makan belum?” tanyanya.
“Belum
Bu”, kataku.
“Sudah
Ibu Masakin aja sekalian sama kamu ya”, katanya.
Dengan
cekatan Ibu Vivin memasak, kita pun langsung makan berdua sambil ngobrol ngalor
ngidul sampai-sampai kita membahas cerita yang agak berbau seks. Kukira Ibu
Vivin nggak suka yang namanya cerita seks, eh tau-taunya dia membalas dengan
cerita yang lebih hot lagi. Kita pun sudah semakin jauh ngomongnya. Tepat saat
itu aku ngomongin tentang perempuan yang sudah lama nggak merasakan hubungan
dengan lain jenisnya.
“Apa
masih ada gitu keinginannya untuk itu?” tanyaku.
“Enak
aja, emangnya nafsu itu ngenal usia gitu”, katanya.
“Oh
kalau gitu Ibu Vivin masih punya keinginan dong untuk ngerasain bagaimana
hubungan dengan lain jenis”, kataku.
“So
pasti dong”, katanya.
“Terus
dengan siapa Ibu untuk itu, Ibu kan belum kawin”, dengan enaknya aku nyeletuk.
“Aku
bersedia kok”, kataku lagi dengan sedikit agak cuek sambil kutatap wajahnya.
Ibu
Vivin agak merah pudar entah apa yang membawa keberanianku semakin membludak
dan entah kapan mulainya aku mulai memegang tangannya. Dengan sedikit agak
gugup Ibu Vivin kebingungan sambil menarik kembali tangannya, dengan sedikit
usaha aku harus merayu terus sampai dia benar-benar bersedia melakukannya.
“Okey,
sorry ya Bu, aku sudah terlalu lancang terhadap Ibu Vivin”, kataku.
“Nggak,
aku kok yang salah memulainya dengan meladenimu bicara soal itu”, katanya.
Dengan
sedikit kegirangan, dalam hatiku dengan lembut kupegang lagi tangannya sambil
kudekatkan bibirku ke dahinya. Dengan lembut kukecup keningnya. Ibu Vivin
terbawa dengan situasi yang kubuat, dia menutup matanya dengan lembut. Juga
kukecup sedikit di bawah kupingnya dengan lembut sambil kubisikkan, “Aku sayang
kamu, Ibu Vivin”, tapi dia tidak menjawab sedikitpun.
Dengan
sedikit agak ragu juga kudekatkan bibirku mendekati bibirnya. Cup… dengan
begitu lembutnya aku merasa kelembutan bibir itu. Aduh lembutnya, dengan
cekatan aku sudah menarik tubuhnya ke rangkulanku, dengan sedikit agak bernafsu
kukecup lagi bibirnya. Dengan sedikit terbuka bibirnya menyambut dengan lembut.
Kukecup bibir bawahnya, eh… tanpa kuduga dia balas kecupanku. Kesempatan itu
tidak kusia-siakan. Kutelusuri rongga mulutnya dengan sedikit kukulum lidahnya.
“Aah…
cup… cup… cup…” Kukecup, dia juga mulai dengan nafsunya yang membara membalas
kecupanku, ada sekitar 10 menitan kami melakukannya, tapi kali ini dia sudah
dengan mata terbuka. Dengan sedikit ngos-ngosan kayak habis kerja keras saja.
“Aah…
jangan panggil Ibu, panggil Vivin aja ya!” Kubisikkan Ibu Vivin,
“Vivin
kita ke kamarku aja yuk!”. Dengan sedikit agak kaget juga tapi tanpa perlawanan
yang berarti kutuntun dia ke kamarku. Kuajak dia duduk di tepi tempat tidurku.
Aku sudah tidak tahan lagi, ini saatnya yang kutunggu-tunggu. Dengan perlahan
kubuka kacing bajunya satu persatu, dengan lahapnya kupandangi tubuhnya. Ala
mak… indahnya tubuh ini, kok nggak ada sih laki-laki yang kepengin untuk
mencicipinya. Dengan sedikit membungkuk kujilati dengan telaten. Pertama-tama
belahan gunung kembarnya.
“Ah…
ssh… terus Yok”,
Ibu Vivin tidak sabar lagi, BH-nya kubuka, terpampang sudah buah kembar yang
montok ukuran 34 B. Kukecup ganti-gantian,
“Aah…
sssh…” dengan sedikit agak ke bawah kutelusuri karena saat itu dia tepat
menggunakan celana pendek yang kainnya agak tipis dan celananya juga tipis,
kuelus dengan lembut,
“Aah…” aku juga sudah mulai terangsang. Kusingkap celana pendeknya sampai terlepas sekaligus dengan
celana dalamnya, hu… cantiknya gundukan yang mengembang. Dengan lembut
kuelus-elus gundukan itu,
“Aah…
uh… sssh… Yok
kamu kok pintar sih, aku juga sudah nggak tahan lagi”, kata bu
Vivin.
Sebenarnya
memang ini adalah pemula bagi aku, eh rupanya Vivin juga sudah kepengin membuka
celanaku,
dengan sekali tarik aja terlepas sudah celana pendek sekaligus celana dalamku.
“Oh…
besar amat”, katanya. Kira-kira 18 cm dengan diameter 2 cm, dengan lembut dia
mengelus zakarku,
“Uuh…
uh… shhh..” dengan cermat aku berubah posisi 69, kupandangi sejenak gundukannya
dengan pasti dan lembut. Aku mulai menciumi dari pusarnya terus turun ke bawah,
kulumat kewanitaannya dengan lembut, aku berusaha memasukkan lidahku ke dalam
lubang kemaluannya,
“Aah…
uh… ssh….. terus Ian”, Vivin mengerang.
“Aku
juga enak Vivin”, kataku. Dengan lembut di lumat habis kepala kemaluanku, di
jilati dengan lembut,
“Assh…
oh… ah…. Vivin terus sayang”, Dengan lahap juga kusapu semua dinding lubang kemaluannya,
“Aahk…
uh… ssh…..” sekitar 15 menit kami melakukan posisi 69, sudah kepengin mencoba
yang namanya bersetubuh. Kuubah posisi, kembali memanggut bibirnya. Sudah
terasa kepala kemaluanku mencari sangkarnya. Dengan dibantu tangannya,
diarahkan ke lubang kewanitaannya. Sedikit demi sedikit kudorong pinggulku,
“Aakh…
sshh… pelan-pelan ya Yok, aku masih perawan”, katanya.
“Haaa…”
aku kaget, benar rupa-rupanya dia masih suci. Dengan sekali dorong lagi sudah
terasa licin. Blessst,
“Aahk…”
teriak Vivin, kudiamkan sebentar untuk menghilangkan rasa sakitnya, setelah 2
menitan lamanya kumulai menarik lagi batang kemaluanku dari dalam, terus kumaju
mundurkan. Mungkin karena baru pertama kali hanya dengan waktu 7 menit Vivin…
“Aakh…
ushh… usssh… ahhhkk… aku mau keluar Yok”, katanya.
“Tunggu,
aku juga sudah mau keluar akh…” kataku.
Tiba-tiba
menegang sudah lubang kemaluannya menjepit batang kemaluanku dan terasa kepala
batang kemaluanku disiram sama air surganya, membuatku tidak kuat lagi
memuntahkan…
“Crot…
crot… cret…” banyak juga air maniku muncrat di dalam lubang kemaluannya.
“Aakh…”
aku lemas habis, aku tergeletak di sampingnya. Dengan lembut dia cium bibirku,
“Kamu
menyesal Yok?”
tanyanya.
“Ah
nggak, kitakan sama-sama mau.” Kami cepat-cepat berberes-beres supaya tidak ada
kecurigaan, dan sejak kejadian itu aku sering bermain cinta dengan Ibu Vivien
hal ini tentu saja kami lakukan jika di rumah sedang sepi, atau di tempat
penginapan apabila kami sudah sedang kebelet dan di rumah sedang ramai. sejak
kejadian itu pada diri kami berdua mulai bersemi benih-benih cinta, dan kini
Ibu Vivien menjadi istriku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar