Tokoh Utama :
- Ety (17 tahun)
- Pak Freddy (27 tahun)
Tokoh Figuran :
- Teman, Mama, Papa
Perkenalkan
namaku Ety. Saat ini aku sedang duduk di kelas 3 di SMA swasta di Jakarta.
Tubuhku kuning langsat. Aku lumayan seksi dengan tubuh langsing dan tinggi yang
cukupan. Kata temen-temen sih, aku lumayan cantik. Di sekolahku, setiap jam
olah raga, selalu memakai pakaian celana pendek sehingga paha mulusku bisa
dinikmati oleh para cowok dengan gratis. Di sekolahku ada seorang guru bahasa
inggris yang sangat tampan. Namanya pak Freddy. umurnya 27 tahun dan masih
perjaka. Yang aku suka dari pak Freddy adalah selain wajah cakep, tubuh nya
yang atletis membuat aku dan temen-temenku terpesona dengan bentuk tubuhnya
itu. Ditambah lagi bekas brewok di sekitar wajahnya menambah macho pak Freddy
guru gahasa inggrisku itu. Sampai suatu hari aku rela menyerahkan keperawananku
pada guru bahasa inggrisku itu.
Begini
ceritanya. Di suatu hari Minggu aku berniat pergi ke rumah Pak Freddy dan pamit
kepada Mama dan Papa untuk main ke rumah teman dan pulang agak sore dengan
alasan mau mengerjakan PR bersama-sama. Secara kebetulan pula Mama dan papaku
mengizinkan begitu saja. Hari ini memang hari yang paling bersejarah dalam
hidupku. Ketika tiba di rumah Pak Freddy, dia baru selesai mandi dan kaget
melihat kedatanganku.
“Eeeh,
kamu Et. Tumben, ada apa, kok datang sendirian?”. Aku menjawab,
“Ah,
nggak iseng aja. Sekedar mau tahu aja rumah bapak”. Lalu dia mengajak masuk ke
dalam,
“Ooo,
begitu. Ayolah masuk. Maaf rumah saya kecil begini. Tunggu, ya, saya pakai baju
dulu”. Memang tampak Pak Freddy hanya mengenakan handuk saja. Tak lama kemudian
dia keluar dan bertanya sekali lagi tentang keperluanku. Aku sekedar
menjelaskan,
“Cuma
mau tanya pelajaran, Pak. Kok sepi banget Pak, rumahnya”. Dia tersenyum,
“Saya
kost di sini. Sendirian.” Selanjutnya kita berdua diskusi soal bahasa Inggris
sampai tiba waktu makan siang dan Pak Freddy tanya,
“Udah
laper, Et?”. Aku jawab,
“Lumayan,
Pak”. Lalu dia berdiri dari duduknya,
“Kamu
tunggu sebentar ya, di rumah. Saya mau ke warung di ujung jalan situ. Mau beli
nasi goreng. Kamu mau kan?”. Langsung kujawab,
“Ok-ok
aja, Pak.”. Sewaktu Pak Freddy pergi, aku di rumahnya sendirian dan aku
jalan-jalan sampai ke ruang makan dan dapurnya. Karena bujangan, dapurnya hanya
terisi seadanya saja. Tetapi tanpa disengaja aku melihat kamar Pak Freddy pintunya
terbuka dan aku masuk saja ke dalam. Kulihat koleksi bacaan berbahasa Inggris
di rak dan meja tulisnya, dari mulai majalah sampai buku, hampir semuanya dari
luar negeri dan ternyata ada majalah porno dari luar negeri dan langsung
kubuka-buka. Aduh! Gambar-gambarnya bukan main. Cowok dan cewek yang sedang
bersetubuh dengan berbagai posisi dan entah kenapa yang paling menarik bagiku
adalah gambar di mana cowok dengan asyiknya menjilati vagina cewek dan cewek
sedang mengisap penis cowok yang besar, panjang dan kekar. Tidak
disangka-sangka suara Pak Freddy tiba-tiba terdengar di belakangku,
“Lho!!
Ngapain di situ, Et. Ayo kita makan, nanti keburu dingin nasinya”. Astaga!
Betapa kagetnya aku sembari menoleh ke arahnya tetapi tampak wajahnya
biasa-biasa saja. Majalah segera kulemparkan ke atas tempat tidurnya dan aku
segera keluar dengan berkata tergagap-gagap,
“Ti..ti..tidak,
eh, eng..ggak ngapa-ngapain, kok, Pak. Maa..aa..aaf, ya, Pak”. Pak Freddy hanya
tersenyum saja,
“Ya.
Udah tidak apa-apa. Kamar saya berantakan. tidak baik untuk dilihat-lihat. Kita
makan aja, yuk”. Syukurlah Pak Freddy tidak marah dan membentak, hatiku serasa
tenang kembali tetapi rasa malu belum bisa hilang dengan segera.
Pada
saat makan aku bertanya, “Koleksi bacaannya banyak banget Pak. Emang sempat
dibaca semua, ya Pak?”.
Dia
menjawab sambil memasukan sesendok penuh nasi goreng ke mulutnya, “Yaa..aah,
belum semua. Lumayan buat iseng-iseng”.
“Kok,
tadi ada yang begituan”.
“Yang
begituan yang mana”.,
“Emm..,
Ya, yang begituan, tuh. Emm.., Majalah jorok”. Aku bertanya dengan agak malu
dan tersenyum
Kemudian
dia tertawa,
“Oh,
yang itu, toh. Itu dulu oleh-oleh dari teman saya waktu dia ke Eropa”. Selesai
makan kita ke ruang depan lagi dan kebetulan sekali Pak Freddy menawarkan aku
untuk melihat-lihat koleksi bacaannya. Lalu dia menawarkan diri,
“Kalau
kamu serius, kita ke kamar, yuk”. Akupun langsung beranjak ke sana. Aku segera
ke kamarnya dan kuambil lagi majalah porno yang tergeletak di atas tempat
tidurnya.
“Betul
kamu tidak malu?”, Pak Freddy bertanya lagi, begitu tiba di dalam kamar, aku hanya menggelengkan kepala
saja.
Mulai
saat itu juga Pak Freddy dengan santai membuka celana jeans-nya dan terlihat
olehku sesuatu yang besar di dalamnya, kemudian dia menindihkan dadanya dan
terus semakin kuat sehingga menyentuh vaginaku. Aku ingin merintih tetapi
kutahan. Pak Freddy bertanya lagi,
“Sakit,
Et”. Aku hanya menggeleng, entah kenapa sejak itu aku mulai pasrah dan
mulutkupun terkunci sama sekali. Semakin lama jilatan Pak Freddy semakin berani
dan menggila. Rupanya dia sudah betul-betul terbius nafsu dan tidak ingat lagi
akan kehormatannya sebagai Seorang Guru. Aku hanya bisa mendesah,
”aa..,
aahh, Hemm.., uu.., uuh”. Akhirnya aku lemas dan kurebahkan tubuhku di atas
tempat tidur. Pak Freddy pun naik dan bertanya.
“Enak,
Et?”
“Lumayan,
Pak”. Tanpa bertanya lagi langsung Pak Freddy mencium mulutku dengan ganasnya,
begitupun aku melayaninya dengan nafsu sembari salah satu tanganku
mengelus-elus penis yang perkasa itu. Terasa keras sekali dan rupanya sudah
berdiri sempurna. Mulutnya mulai mengulum kedua puting payudaraku. Praktis kami
berdua sudah tidak berbicara lagi, semuanya sudah mutlak terbius nafsu birahi
yang buta. Pak Freddy berhenti merangsangku dan mengambil majalah porno yang
masih tergeletak di atas tempat tidur dan bertanya kepadaku sembari salah satu
tangannya menunjuk gambar cowok memasukkan penisnya ke dalam vagina seorang
cewek yang tampak pasrah di bawahnya.
“Boleh
saya seperti ini, Et?”. Aku tidak menjawab dan hanya mengedipkan kedua mataku
perlahan. Mungkin Pak Freddy menganggap aku setuju dan langsung dia
mengangkangkan kedua kakiku lebar-lebar dan duduk di hadapan vaginaku. Tangan
kirinya berusaha membuka belahan vaginaku yang rapat, sedangkan tangan kanannya
menggenggam penisnya dan mengarahkan ke vaginaku. Kelihatan Pak Freddy agak
susah untuk memasukan penisnya ke dalam vaginaku yang masih rapat, dan aku
merasa agak kesakitan karena mungkin otot-otot sekitar vaginaku masih kaku. Pak
Freddy memperingatkan,
“Tahan
sakitnya, ya, Et”. Aku tidak menjawab karena menahan terus rasa sakit dan,
“Akhh..,
bukan main perihnya ketika batang penis Pak Freddy sudah mulai masuk, aku hanya
meringis tetapi Pak Freddy tampaknya sudah tak peduli lagi, ditekannya terus
penisnya sampai masuk semua dan langsung dia menidurkan tubuhnya di atas
tubuhku. Kedua payudaraku agak tertekan tetapi terasa nikmat dan cukup untuk
mengimbangi rasa perih di vaginaku. Semakin lama rasa perih berubah ke rasa
nikmat sejalan dengan gerakan penis Pak Freddy mengocok vaginaku.
“Hah,
hah, hah,..”. Aku terengah-engah. Pelukan kedua tangan Pak Freddy semakin erat ke tubuhku
dan spontan pula kedua tanganku memeluk dirinya dan mengelus-elus punggungnya.
Semakin lama gerakan penis Pak Freddy semakin memberi rasa nikmat dan terasa di
dalam vaginaku menggeliat-geliat dan berputar-putar. Sekarang rintihanku adalah
rintihan kenikmatan. Mungkin ini yang dinamakan orgasme.
Pak
Freddy kemudian agak mengangkatkan badannya dan tanganku ditelentangkan oleh
kedua tangannya dan telapaknya mendekap kedua telapak tanganku dan menekan dengan
keras ke atas kasur dan ouwww.., Pak Freddy semakin memperkuat dan mempercepat
kocokan penisnya dan di wajahnya kulihat raut yang gemas. Semakin kuat dan
terus semakin kuat sehingga tubuhku bergerinjal dan kepalaku menggeleng ke sana
ke mari dan akhirnya Pak Freddy agak merintih bersamaan dengan rasa cairan
hangat di dalam vaginaku, batang kemaluannya berkedut-kedut
beberapa kali. Rupanya air maninya sudah
keluar dan setelah kedutannya mereda dia mengeluarkan penisnya dan merebahkan tubuhnya di
sebelahku dan tampak dia masih terengah-engah.
“Gimana, Et? Kamu tidak apa-apa? Maaf, ya”. dia
bertanya padaku, tetelah
semuanya tenang.
“Tidak apa-apa. Agak sakit Pak. Saya baru pertama ini”. aku
menjawab dengan lirih, sembari tersenyum.
“Sama, saya juga”. Dia berkata lagi, Kemudian
aku tersenyum dan tertidur karena memang aku lelah, tetapi aku tidak tahu
apakah Pak Freddy juga tertidur. Sekitar pukul 17:00 aku dibangunkan oleh Pak
Freddy dan rupanya sewaktu aku tidur dia menutupi sekujur tubuhku dengan
selimut.
“Kita
mandi, yuk. Kamu harus pulang kan?”. Dia berkata. Tampak olehku Pak Freddy hanya menggunakan handuk.
Badanku
masih agak lemas ketika bangun dan dengan tetap dalam keadaan telanjang bulat
aku masuk ke kamar mandi. Kemudian Pak Freddy masuk membawakan handuk khusus
untukku. Di situlah kami berdua saling bergantian membersihkan tubuh dan akupun
tak canggung lagi ketika Pak Freddy menyabuni vaginaku yang memang di
sekitarnya ada sedikit bercak-bercak darah yang mungkin luka dari selaput
daraku yang robek. Begitu juga aku, tidak merasa jijik lagi memegang-megang dan
membersihkan penisnya yang perkasa itu. Dan akhirnya
penis pak Freddy memasuki vaginaku kembali di kamar mandi. Kali ini tidak ada
rasa perih lagi, yang ada hanya nikmat dan kenikmatan. Kembali pak Freddy
menembakkan spermanya di dalam tubuhku. Kami berpelukan dengan mesranya,
rasanya tak ingin berpisah selamanya.
Setelah
semua selesai, Pak Freddy membuatkan aku teh manis panas secangkir. Terasa
nikmat sekali dan terasa tubuhku menjadi segar kembali. Sekitar jam 17:45 aku
pamit untuk pulang dan Pak Freddy memberi ciuman yang cukup mesra di bibirku.
Ketika aku mengemudikan mobilku, terbayang bagaimana keadaan Papa dan Mama dan
nama baik sekolah bila kejadian yang menurutku paling bersejarah tadi ketahuan.
Tetapi aku cuek saja, kuanggap ini sebagai pengalaman saja. Semenjak itulah,
bila ada waktu luang aku bertandang ke rumah Pak Freddy untuk menikmati
keperkasaannya dan aku bersyukur pula bahwa rahasia tersebut tak pernah sampai
bocor. Sampai sekarangpun aku masih tetap menikmati genjotan Pak Freddy
walaupun aku sudah menjadi mahasiswa, dan seolah-olah kami berdua sudah
pacaran. Pernah Pak Freddy menawarkan padaku untuk mengawiniku bila aku sudah
selesai kuliah nanti, tetapi aku belum pernah menjawab. Yang penting bagiku
sekarang adalah menikmati dulu keganasan dan keperkasaan penis guru bahasa
Inggrisku itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar